Minut, BeritaManado.com – Keberhasilan Kabupaten Minahasa Utara (Minut) menjadi daerah swasembada beras rupanya sudah berakhir sejak tahun 2015.
Asisten II Pemkab Minut Drs Allan Mingkid, mengatakan fakta mengejutkan dimana sejak awal tahun 2016, Minut mengalami masalah pangan yaitu kekurangan beras.
“Surplus beras terakhir tahun 2015. Sejak 2016 kita sudah minus,” ungkap Mingkid, kepada BeritaManado.com Jumat (3/11/2017).
Dijelaskan Mingkid, pada tahun 2016 Gabah Kering Panen (GKP) setara 43.751 ton atau 24.800 ton beras.
Pada tahun yang sama, penduduk Minut mencapai sebanyak 216.798 jiwa, sehingga membutuhkan 26.016 ton beras.
Artinya, ada selisi 1.216 ton beras yang belum dapat dipenuhi.
Menurut Mingkid, ada beberapa hal yang menyebabkan kurangnya pasokan beras Minut, diantaranya kondisi alam yang tidak menentu, pengalihan fungsi lahan dimana tadinya sebagai sawah menjadi kebun palawija, dan harga jual di luar Minut lebih tinggi dibanding di daerah.
“Hukum pasar itu berlaku dan tidak bisa dicegah. Kalau ada orang luar Minut yang membeli beras dengan harga lebih tinggi, pasti petani jual kepada mereka,” kata Mingkid.
Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Minut tahun 2016 naik sebesar 7,37% dan pada tahun 2017 diprediksi mencapai 7,25% – 7,3%.
“Sekarang deflasi 0,2% karena harga tomat sudah turun menjadi Rp5000 Kg dari sebelumnya sempat naik sampai Rp40.000 per Kg. Harga air kemasan juga sudah turun, dibanding waktu akhir puasa sempat langkah,” pungkasnya.
Penurunan produksi beras Minut, turut dibenarkan Kepala Dinas Pangan Minut Johana Manua.
Dikatakan Manua, pemerintah kabupaten terus menghimbau kepada pemerintah kecamatan agar memiliki lumbung pangan sehingga masyarakat Minut tidak bergantung beras dari luar daerah.
“Harus diakui, pasar kita didominasi beras dari luar daerah Minut. Pengamatan saya di lapangan, padi asli Minut ada tapi masyarakat di desa biasanya langsung beli ke gilingan jadi stok terkumpul untuk didistribusi ke pasar kurang,” timpal Manua.
(FindaMuhtar)
Minut, BeritaManado.com – Keberhasilan Kabupaten Minahasa Utara (Minut) menjadi daerah swasembada beras rupanya sudah berakhir sejak tahun 2015.
Asisten II Pemkab Minut Drs Allan Mingkid, mengatakan fakta mengejutkan dimana sejak awal tahun 2016, Minut mengalami masalah pangan yaitu kekurangan beras.
“Surplus beras terakhir tahun 2015. Sejak 2016 kita sudah minus,” ungkap Mingkid, kepada BeritaManado.com Jumat (3/11/2017).
Dijelaskan Mingkid, pada tahun 2016 Gabah Kering Panen (GKP) setara 43.751 ton atau 24.800 ton beras.
Pada tahun yang sama, penduduk Minut mencapai sebanyak 216.798 jiwa, sehingga membutuhkan 26.016 ton beras.
Artinya, ada selisi 1.216 ton beras yang belum dapat dipenuhi.
Menurut Mingkid, ada beberapa hal yang menyebabkan kurangnya pasokan beras Minut, diantaranya kondisi alam yang tidak menentu, pengalihan fungsi lahan dimana tadinya sebagai sawah menjadi kebun palawija, dan harga jual di luar Minut lebih tinggi dibanding di daerah.
“Hukum pasar itu berlaku dan tidak bisa dicegah. Kalau ada orang luar Minut yang membeli beras dengan harga lebih tinggi, pasti petani jual kepada mereka,” kata Mingkid.
Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Minut tahun 2016 naik sebesar 7,37% dan pada tahun 2017 diprediksi mencapai 7,25% – 7,3%.
“Sekarang deflasi 0,2% karena harga tomat sudah turun menjadi Rp5000 Kg dari sebelumnya sempat naik sampai Rp40.000 per Kg. Harga air kemasan juga sudah turun, dibanding waktu akhir puasa sempat langkah,” pungkasnya.
Penurunan produksi beras Minut, turut dibenarkan Kepala Dinas Pangan Minut Johana Manua.
Dikatakan Manua, pemerintah kabupaten terus menghimbau kepada pemerintah kecamatan agar memiliki lumbung pangan sehingga masyarakat Minut tidak bergantung beras dari luar daerah.
“Harus diakui, pasar kita didominasi beras dari luar daerah Minut. Pengamatan saya di lapangan, padi asli Minut ada tapi masyarakat di desa biasanya langsung beli ke gilingan jadi stok terkumpul untuk didistribusi ke pasar kurang,” timpal Manua.
(FindaMuhtar)