Catatan: Christy Manarisip, Kontributor BeritaManado
TERHITUNG mulai hari, Minggu 1 Januari 2023, tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) mengalami kenaikan.
Batasan minimum harga jual eceran (HJE) terbaru resmi berlaku pada hari ini, artinya per hari ini harga rokok akan menjadi lebih mahal.
Informasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 192 Tahun 2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot dan Tembakau Iris.
Aturan diteken 14 Desember 2022.
Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan penetapan kebijakan penyesuaian tarif CHT tersebut telah mempertimbangkan aspek ekonomi, ketenagakerjaan, keberlanjutan industri rokok, dan upaya pengendalian peredaran rokok ilegal.
Tanggapan warga pun bermunculan, Jemmy warga Kakaskasen, seorang perokok tidak terlalu peduli dengan kenaikan harga rokok.
“Kita sudah beralih ke rokok murah, dan banyak tersedia di pasaran”.
Yaa bagaimana lagi, merokok sudah menjadi kebiasaan orang banyak.
Memang, fenomena orang merokok terlihat dimana-mana.
Di pasar, di kantor, di jalan bahkan di lembaga pendidikan terlihat ada saja orang yang merokok.
Akademisi Max Ruindungan dalam halaman Facebooknya justru melihat dari kajian sosialnya.
Ia menceritakan bagaimana istrinya yang asal Seretan, Tondano.
Mereka baru saja pulang dari desa “Seretan” asal isteri saya, sekedar mengecek apakah buah cengkih sudah cukup matang untuk dipetik.
Max menulis hitungan ekonomis dari usaha pertanian menanam pohon cengkih (tahun 2010).
Seretan adalah sebuah desa di Kabupaten Minahasa dimana 99% penduduknya adalah petani cengkih.
Akhir tahun 70-an desa ini memiliki pendapatan perkapita tertinggi di Sulawesi Utara.
Produksi cengkih dengan kondisi pertumbuhan prima waktu itu sekitar 4000 ton.
Hampir 60% petani cengkih waktu itu membeli tanah dan rumah di Manado dan Tomohon.
Mereka bisa memiliki mobil jeep Toyota hardtop baru hanya dengan 1000 kg cengkih kering.
Hampir 100% dari produksi cengkih desa Seretan ketika itu dibeli oleh pabrik-pabrik rokok kretek terkenal di Jawa Timur seperti Gudang Garam.
Cengkih Seretan dikenal memiliki aroma khas sehingga diminati pasar.
Tapi sekitar tahun 80-an harga cengkih menurun hingga ke titik yang menyengsarakan petani karena campur tangan pemerintah melalui BPPC terhadap korporasi rokok kretek.
Pendek kata kegelisahan petani cengkih di Sulawesi Utara sama persis dengan kegelisahan sekian juta petani tembakau di Sumatera, Jawa, dan Bali.
Merokok menjadi rana pribadi
Rokok itu sumber penyakit.
Akibat merokok terhadap gangguan kesehatan tidak bisa dibantah.
Tapi, cukup sering terlihat ada dokter, tenaga medis, tenaga kesehatan yang madat merokok.
Padahal dimana-mana terlihat poster, baliho bahkan pengumuman untuk tidak merokok, berhenti merokok bahkan larangan merokok.
Apakah semua ini tidak cukup untuk menghentikan kaum perokok?
Merokok atau tidak merokok sebenarnya merupakan “pilihan” pribadi dan antirokok dan antimerokok sebagai keharusan atau kewajiban sosial.
Merokok sebagai pilihan pribadi berimplikasi kepada hal-hal yang bersifat pribadi.
Tapi kalau dilihat dari pendapatan pajak (cukai rokok) yang luar biasa besarnya, tak heran pemerintah terus saja menaikkan cukai rokok sebagai salah satu pendapatan negara.(*)