Amurang—Sudah menjadi langganan setiap menjelang hari-hari gerejawi seperti Hari Natal dan tahun baru serta pengucapan syukur, Pasar 54 Amurang pada merayap. Bahkan, para pedagang ikut berjualan di pinggir jalan. Menariknya, menjadi pertanyaan warga Minsel. Setiap pedagang, harus menyetor Rp 1,5 juta untuk berjualan.
‘’Ya, dari puluhan pedagang yang datang dari Manado, Tondano, Langowan, Kotamobagu bahkan Bitung melakukan aktifitas di kompleks Pasar 54 Amurang. Tetapi, ternyata setiap pedagang harus menyetor Rp 1,5 juta untuk berjualan,’’ tanya Sonny Saroiowan, warga Amurang.
Lanjut Sariowan, bahwa Hari Natal dan Tahun Baru, para pedagang yang berjualan tidak sama. Olehnya, warga Amurang harus bertanya secara transparan.
‘’Dimanakah hasil pembayaran pedagang tersebut. Saya menduga, hasil pembayaran pedagang hanya masuk di kantong pribadi oknum pejabat di instansi terkait. Belum lagi, pedagang kecil lainnya yang berjualan. Mereka pun harus menyetor Rp 250 ribu/pedagang. Jadi, tidak sedikit uang yang masuk untuk oknum tertentu di salah satu SKPD,’’ urainya.
Menariknya, kebersihan setelah selesai berjualan tak dijaga sebagaimana mestinya. Malahan, antara Kantor Pengelolah Kebersihan dan Pertamanan dan Camat Amurang sering bertolak belakang. Padahal, bukan salah siapa-siapa. Seperti Kantor Pengelolah Kebersihan dan Pertamanan dan Camat Amurang. Melainkan, hal ini adalah tanggungjawab Dinas Koperasi UKM, Pasar, Perindustrian dan Perdagangan Minsel.
‘’Sebab, semua keuangan yang masuk melalui pedagang harus disetor kepada Plt Kepala Dinas Dekky Tuwo melalui Kepala Pasar 54 Amurang Benny Tambajong. Sama halnya dengan pasar-pasar lainnya di Tumpaan, Tenga, Motoling, Tompasobaru tetap harus menyetor ke oknum pejabat tersebut. Dengan demikian, bukan sedikit dana yang ada dan untuk apa dana tersebut,’’ tanya Sariowan dengan nada keras. (and)