Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setiap 16 Agustus selalu berjalan mulus tanpa interupsi. Hal ini berbeda dengan pidato-pidato kenegaraan presiden sebelumnya, di mana ada saja ucapan yang menghentikan sang kepala negara membacakan teks pidato.
Mulusnya pidato kenegaraan Presiden SBY dalam sidang bersama anggota DPR dan DPD ini sudah berlangsung empat tahun terakhir, atau saat Peraturan Bersama DPR dan DPD Nomor 2 Tahun 2010 disahkan tanggal 3 Agustus 2010.
Dalam pasal 23 ayat 2 peraturan itu disebutkan, “Selama acara Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia, tidak diperkenankan adanya interupsi maupun tindakan yang dapat mengganggu kelancaran, ketertiban, dan kehidmatan Sidang.”
Anggota DPR dari Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil, mengatakan pada faktanya selama empat tahun terakhir, memang tidak ada interupsi dalam pidato kenegaraan Presiden RI yang kebetulan semuanya disampaikan oleh Presiden SBY.
“Ini membuat pimpinan fraksi memerintahkan kepada semua anggotanya untuk tidak interupsi. Jadi memang sudah dikasih lampu merah,” kata Nasir saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (16/8).
Menurut Nasir, peraturan itu bertentangan dengan asal kata parlemen yakni ‘le parle’ yang berarti ‘to speak’ atau ‘berbicara’.
“Anggota DPR kan digaji rakyat untuk berbicara, kok malah dilarang. Sepertinya ini permintaan partai berkuasa, Ketua Umum Demokrat sekaligus Presiden,” ujarnya.
Oleh karena itu, anggota Komisi III DPR ini mengatakan, peraturan yang sudah berjalan empat tahun terakhir ini seharusnya ditinjau ulang, demi meluruskan fungsi dan tugas parlemen.
Seandainya pun mau dibuat aturan soal interupsi, kata dia, hendaknya tidak dibuat dalam kalimat larangan atau negativa.
“Seharusnya dibuat kalimat positif, seperti ‘selama acara Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia, diperkenankan adanya interupsi asal tidak mengganggu kelancaran, ketertiban, dan kehidmatan Sidang’,” papar Nasir. (merdeka.com/aha)
Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setiap 16 Agustus selalu berjalan mulus tanpa interupsi. Hal ini berbeda dengan pidato-pidato kenegaraan presiden sebelumnya, di mana ada saja ucapan yang menghentikan sang kepala negara membacakan teks pidato.
Mulusnya pidato kenegaraan Presiden SBY dalam sidang bersama anggota DPR dan DPD ini sudah berlangsung empat tahun terakhir, atau saat Peraturan Bersama DPR dan DPD Nomor 2 Tahun 2010 disahkan tanggal 3 Agustus 2010.
Dalam pasal 23 ayat 2 peraturan itu disebutkan, “Selama acara Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia, tidak diperkenankan adanya interupsi maupun tindakan yang dapat mengganggu kelancaran, ketertiban, dan kehidmatan Sidang.”
Anggota DPR dari Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil, mengatakan pada faktanya selama empat tahun terakhir, memang tidak ada interupsi dalam pidato kenegaraan Presiden RI yang kebetulan semuanya disampaikan oleh Presiden SBY.
“Ini membuat pimpinan fraksi memerintahkan kepada semua anggotanya untuk tidak interupsi. Jadi memang sudah dikasih lampu merah,” kata Nasir saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (16/8).
Menurut Nasir, peraturan itu bertentangan dengan asal kata parlemen yakni ‘le parle’ yang berarti ‘to speak’ atau ‘berbicara’.
“Anggota DPR kan digaji rakyat untuk berbicara, kok malah dilarang. Sepertinya ini permintaan partai berkuasa, Ketua Umum Demokrat sekaligus Presiden,” ujarnya.
Oleh karena itu, anggota Komisi III DPR ini mengatakan, peraturan yang sudah berjalan empat tahun terakhir ini seharusnya ditinjau ulang, demi meluruskan fungsi dan tugas parlemen.
Seandainya pun mau dibuat aturan soal interupsi, kata dia, hendaknya tidak dibuat dalam kalimat larangan atau negativa.
“Seharusnya dibuat kalimat positif, seperti ‘selama acara Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia, diperkenankan adanya interupsi asal tidak mengganggu kelancaran, ketertiban, dan kehidmatan Sidang’,” papar Nasir. (merdeka.com/aha)