Manado, BeritaManado.com — Debat Publik III, Calon Gubernur dan Wakil Gubernur 2020, Selasa (17/11/2020) kurang lebihnya masih sama dengan debat sebelumnya.
Hal ini disampaikan, pengamat politik yang juga sebagai dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Fispol Unsrat, Josef Kairupan.
“Calon Gubernur CEP dan VAP kurang berperan memberikan argumentasi konstruktif terutama saat sesi 2 dan 3, saat paslon saling melempar pertanyaan dan tanggapan,” ujar Josef.
Kairupan menambahkan, hasil dari debat ke-3 ini seharusnya telah dapat mempengaruhi opini publik dan bahkan memberikan penilaian tentang kualitas masing-masing paslon.
“Satu hal yang cukup disayangkan paslon VAP-HR khususnya Cagub VAP sampai debat ke 3 ini, belum juga dapat memberikan argumentasi yang terstruktur dengan tata bahasa yang elegan,” katanya.
Sehingga menurut kairupan, ini mengakibatkan bias maksud dan tujuan yang disampaikan Cagub paslon no 2.
“VAP seringkali menggunakan kata berbeda tetapi artinya sama, sehingga sedikit membingungkan pendengar, namun hal ini dapat ditutupi oleh cawagub, yang dapat memberikan argumentasi konkrit,” jelasnya.
Lanjut Kairupan, CEP-SSL juga di awal debat kesannya belum bisa menguasai panggung, sehingga ketika penyampaian visi misi dan program nampak jelas masih gugup
“Namun setelahnya paslon ini mampu menguasai jalannya debat, closing statement yang dibangun mampu memainkan isu hangat tentang komoditi unggulan sulut,” ungkapnya.
Sedangkan Paslon Olly-Steven, menurut Kairupan memiliki aura tersendiri dengan kapasitas sebagai petahana yang tentu telah memiliki experience terkait kondisi real daerah.
“Olly-Steven dapat menguasai materi, serta argumentasinya yang mudah dimengerti, sehingga maksud yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik,” jelasnya lagi.
Ia menambahkan, harus diakui bahwa masing-masing paslon memiliki keunggulan tersendiri.
“Ada yang lugas berbicara mengungkapkan ide, konsep, dan gagasannya, namun adanya juga yangg kaku,” kata kairupan.
Kairupan menambahkan lagi, dari hasil debat ini saatnya publik mulai mempertimbangkan siapa yang benar berkomitmen dan siap, bukan hanya sekedar “sorga telinga” atau janji palsu.
“Oleh karena itu, hati nurani saja tidak cukup dalam menentukan pilihan, tetapi perlu dibarengi dengan akal sehat, logika dan rasional berpikir,” tandasnya.
(Dedy Dagomes)