AMURANG—Minyak Tanah (Mitan) di Kabupaten Minahasa Selatan sangat sulit didapat. Bahkan, Sulut pun sulit ditemui. 79 pangkalan di 17 kecamatan di Minsel sama halnya tinggal satu tangki tiap bulan. Akibat hal tersebut, nelayan di Amurang dan Minsel pun meradang. Pasalnya, akibat mitan sulit didapat, maka mereka pun tak lagi melaut untuk mencari ikan.
Dari amatan beritamanado, Selasa (22/11) siang tadi, puluhan pajeko dan perahu yang menggunakan mitan terparkir di PPI Amurang. Alasan pajeko dan perahu parkir meradang. Karena cek and ricek hanya persoalan minyak tanah kini sulit didapat. Padahal, kapal pajeko paling banyak menggunakan minyak tanah.
‘’Ya, beberapa pekan belakangan ini, kami terpaksa tak ke laut untuk mendapatkan ikan. Sebab, kapal pajeko milik kami menggunakan minyak tanah. Akibatnya, kami tak bisa melaut dengan alasan tak ada mitan,’’ ujar Lucky Tumuju, nelayan asal Ranoiapo.
Senada dikatakan Lexi Tumbuan, bahwa apa yang dikatakan Lucky sama. Bagaimana kami harus melaut, sedangkan kapal pajeko milik kami memakai minyak tanah.
Sangat sulit mendapatkan mintak tanah. Menurutnya, kalau ada paling-paling dibatasi hanya lima liter dari pangkalan. “Kami juga tak bisa mendapatkan dipangkalan-pangkalan lain yang ada. Karena, semua pangkalan sudah tercantum nama masing-masing keluarga,’’ jelas Lexi.
Lebih miris lagi, minyak tanah di warung-warung kini dijual Rp 9000/liter. “Kalau di pangkalan, mereka jual sesuai HET. Tetapi, di warung atau kios dijual sebesar itu. Nah, kami minta pihak terkait harus memanggil oknum-oknum pemilik warung ataupun kios,” tambahnya.
Kabag Administrasi Perekonomian Setdakab Minsel Drs Corneles Mononimbar mengaku sudah mendengar soal warung dan kios jual mitan Rp 9000/liter. ‘’Kalau dipangkalan dijual sesuai HET. Tetapi, banyak juga di warung dijual dengan harga mahal. Dengan demikian, pihaknya akan memanggil warung-warung untuk mempertanyakan hal diatas,’’ tegas Mononimbar. (ape)
AMURANG—Minyak Tanah (Mitan) di Kabupaten Minahasa Selatan sangat sulit didapat. Bahkan, Sulut pun sulit ditemui. 79 pangkalan di 17 kecamatan di Minsel sama halnya tinggal satu tangki tiap bulan. Akibat hal tersebut, nelayan di Amurang dan Minsel pun meradang. Pasalnya, akibat mitan sulit didapat, maka mereka pun tak lagi melaut untuk mencari ikan.
Dari amatan beritamanado, Selasa (22/11) siang tadi, puluhan pajeko dan perahu yang menggunakan mitan terparkir di PPI Amurang. Alasan pajeko dan perahu parkir meradang. Karena cek and ricek hanya persoalan minyak tanah kini sulit didapat. Padahal, kapal pajeko paling banyak menggunakan minyak tanah.
‘’Ya, beberapa pekan belakangan ini, kami terpaksa tak ke laut untuk mendapatkan ikan. Sebab, kapal pajeko milik kami menggunakan minyak tanah. Akibatnya, kami tak bisa melaut dengan alasan tak ada mitan,’’ ujar Lucky Tumuju, nelayan asal Ranoiapo.
Senada dikatakan Lexi Tumbuan, bahwa apa yang dikatakan Lucky sama. Bagaimana kami harus melaut, sedangkan kapal pajeko milik kami memakai minyak tanah.
Sangat sulit mendapatkan mintak tanah. Menurutnya, kalau ada paling-paling dibatasi hanya lima liter dari pangkalan. “Kami juga tak bisa mendapatkan dipangkalan-pangkalan lain yang ada. Karena, semua pangkalan sudah tercantum nama masing-masing keluarga,’’ jelas Lexi.
Lebih miris lagi, minyak tanah di warung-warung kini dijual Rp 9000/liter. “Kalau di pangkalan, mereka jual sesuai HET. Tetapi, di warung atau kios dijual sebesar itu. Nah, kami minta pihak terkait harus memanggil oknum-oknum pemilik warung ataupun kios,” tambahnya.
Kabag Administrasi Perekonomian Setdakab Minsel Drs Corneles Mononimbar mengaku sudah mendengar soal warung dan kios jual mitan Rp 9000/liter. ‘’Kalau dipangkalan dijual sesuai HET. Tetapi, banyak juga di warung dijual dengan harga mahal. Dengan demikian, pihaknya akan memanggil warung-warung untuk mempertanyakan hal diatas,’’ tegas Mononimbar. (ape)