(Refleksi Detik-Detik Terakhir Kenaikan BBM)
Oleh: Amas Mahmud SIP
PERDEBATAN terkait rencana kebijakan pemerintah beberapa minggu terakhir, sudah tak bisa dibendung lagi karena kerap kali perdebatan menyangkut arah keselamatan ekonomi masyarakat, terus dikait-kaitkan dengan kepentingan politik yang lebih bersifat sektoral.
Bila ditarik kebelakang, bagaimana keberadaan masyarakat akibat resiko kebijakan pemerintah yang berkorelasi dengan kenaikan harga barang, kadang tidak sekronis yang ditanggapi para elit politik dan kelompok kepentingan (interest group). Menariknya, ada sebagian kelompok masyarakat (elit politik) sengaja melakukan pemanfaatan terhap cela kebijakan pemerintah dengan cara mendramatisir efek dari kebijakan pemerintah, menggiring kebijakan pemerintah pada arena politisasi program pemerintah, sehingga sering digeneralisir dan terlahirlah salah tafsir bahwa semua kebijakan pemerintah adalah tidak pro-rakyat (tidak populis).
Makin dominan dalam upaya mengkonstruksi opini masyarakat, manakala kebijakan pemerintah sengaja disandera dalam ruang gelap kepentingan sesaat (vested interest) yang sengaja dinilai secara parsial, alhasil posisi pemerintah menjadi serba salah. Padahal, tidak semua kebijakan pemerintah itu bertujuan menyengsarakan masyarakat, ketika dikaji dan dikomparasikan rencana pemerintah untuk menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM), seperti yang dikatakan presiden dalam pidatonya, rencana kenaikan BBM sudah didasarkan pada dalih dan logika ekonomi yang rasional, hal tersebut perlu menjadi referensi masyarakat.
Upaya penyelamatan negara dari ancaman krisis ekonomi seperti yang diantisipasi pemerintah, patut dijadikan perhatian bersama. Mencegah devisit keuangan negara sebagaimana yang ditempuh pemerintah tak bisa diabaikan oleh publik begitu saja, alasan tersebut. Harusnya masyarakat mampu hidup ‘’mandiri tanpa subsidi’’. Menjadi fakta yang telah diakui, kini masyarakat dijejali dengan berbagai doktrin kelompok yang selalu melakukan oposisi dan berkonfrontasi terhadap segala kebijakan pemerintah, tanpa melihat dampak positifnya bagi pertumbuhan dan pembangunan derajat perekonomian hidup masyarakat Indonesia.
Pemahaman ekonomi kemsyarakatan seolah terdistorsi dengan adanya kebijakan pemerintah yang sebenarnya tidak signifikan mengancam perkembangan ekonomi masyarakat kecil, paradigma serta persepsi publik saat ini, meski sedikit, selalu saja bernada menyalahkan pemerintah (presiden). Sewajarnya tanggapan negatif, sinisme, dan berbagai prasangka publik atas kebijakan pemerintah perlu diminimalisir, lebih realistis, direkonstruksi, pada sisi yang lain perlu ada penjernihan pemahaman dan pencerahan kepada masyarakat bahwa ada sekelompok masyarakat yang doyan menghambat atau mengganggu kebijakan pemerintah dengan target merusak citra pemerintah. Kita berharap masyarakat bisa selektif dalam membaca manuver maupun tuduhan sekelompok orang terhadap pemerintah, untuk kemudian diluruskan atau dinetralisir.
Tanpa ada kenaikan BBM misalnya, kemandirian ekonomi masyarakat tetap mampu kita bangun. Masyarakat tak boleh pasif, berharap lebih pada pemerintah, apalagi putus asa akibat provokasi sekelompok orang yang bermaksud mengganggu stabilitas negara. Bila dilirik, kali ini masyarakat telah diberikan solusi cerdas dari pemerintah, adanya dispensasi melalui kebijakan kenaikan BBM yang disertakan dengan program kompensasi disektor yang lain merupakan cara yang patut diapresiasi.
Perlukah masyarakat diposisikan sebagai instrumen yang terus-menerus kita jadikan alasan pembenaran dan pelindung dalam rangka meloloskan kepentingan busuk kelompok tertentu? Melalui konspirasi kepentingan pihak-pihak yang berkeinginan mengganggu stabilitas ekonomi negara, masyarakat memang selalu saja dikorbankan serta tidak diuntungkan dalam konteks ini.
Model konspirasi jahat yang diterapkan sudah seharusnya diakhiri, mari kita didik masyarakat dengan cara-cara yang benar, kita ajarkan masyarakat untuk menolak sesuatu yang benar-benar menyingsarakan hidup mereka, jangan mencoba untuk mencampur-adukkan persoalan publik dengan hal privat. Kalau pun, dalam konteks kenaikan BBM yang dalam kesempatan terakhir ini terus diperbincangkan, tidak sepantasnya rencana tersebut terus dilebih-lebihkan, coba kita lakukan kilas balik, beberapa kali pergantian presiden, kebijakan menaikkan BBM menjadi solusi yang diambil semua presiden guna menciptakan perimbangan ekonomi.
Kini, presiden Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih rasional dan bijaksana dalam rencana menaikkan harga BBM yang saat ini belum resmi dinaikkan, patut menjadi perhatian karena SBY menelorkan kebijakan seperti memberikan Kartu Perlindungan Sosial (KPS), Bantuan Masyarakat Sementara (BMS), paket kebijakan pemerintah lainnya yang menstimulasi terlahirnya partisipasi dan kemandirian ekonomi masyarakat. Jika kita lihat, pemerintah telah berupaya keras untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia, dengan tetap berdiri diatas kepentingan semua golongan, tanpa melakukan diskriminasi kepada kelompok masyarakat mana pun.
Konsepsi dan gagasan ekonomi yakni berdikari dibidang ekonomi harusnya bisa dimanifestasikan, diadaptasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, berdaulat dibidang ekonomi, dan berusaha hidup mandiri tanpa didikte oleh kepentingan maupun kebijakan pemerintah, hal itu perlu dibuktikan masyarakat, dengan tidak harus meninggalkan beban sedikit pun.
Dilain pihak, pemberdayaan masyarakat dengan bermacam-macam program yang didesain pemerintah, seperti Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dan program lainnya sudah saatnya dimanfaatkan masyarakat sebaik mungkin. Menelisik Kemandirian Ekonomi Masyarakat Kemandirian ekonomi masyarakat sejak awal sebenarnya telah ada jauh sebelumnya, hampir seumur dengan kehadiran manusia dimuka bumi, jika pemaknaan kemandirian ekonomi diartikan dalam pemahaman yang konvensional, berarti ketika masyarakat cukup memperoleh rumah, makan-minum, dan pakaian (kebutuhan primer), maka mereka sudah dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang mandiri secara ekonomi.
Dari perspektif lain, kemandirian ekonomi sangat memiliki kaitan erat dengan kenyamanan dan rasa aman dari masyarakat, dari skema tafsiran seperti itu kiranya berlebihan manakala ada kelompok masyarakat yang menyimpulkan kebijakan pemerintah menaikkan BBM bakal mengancam kehidupan masyarakat, terlalu over dan politis sepertinya.
Menaikkan harga BBM, juga bukan semata-mata kesalahan pemerintah, namun lebihnya juga adalah menjadi tanggung jawab para wakil rakyat DPR RI) dalam melakukan pressure. Sebab konstitusi negara kita menjelaskan yang dimaksud pemerintah yaitu eksekutif dan legislatif, kelembagaan DPR juga merupakan penyelenggara pemerintahan. Terlalu dini, bahkan keliru apabila presiden yang dituding sebagai dalang tunggal dalam menaikkan harga BBM. Dalam rangka revitalisasi disektor ekonomi, masyarakat sepantasnya diajarkan untuk mandiri, masyarakat harus mampu mandiri tanpa subsidi, sumber daya (resource) masyarakat Indonesia relatif menjadi modal bagi masyarakat kita.
Baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang ada, kedua-duanya menjadi dasar yang kokoh bagi masyarakat, jika masyarakat kita produktif, kerja keras, optimis, tak bergantung pada kebijakan pemerintah, dan pantang menyerah dengan keadaan, dengan sikap itu, sudah pasti masyarakat Indonesia akan hidup mandiri tanpa menggantungkan diri pada subsidi pemerintah.(*)
Penulis: Mantan Ketua Umum HMI Cabang Manado
(Refleksi Detik-Detik Terakhir Kenaikan BBM)
Oleh: Amas Mahmud SIP
PERDEBATAN terkait rencana kebijakan pemerintah beberapa minggu terakhir, sudah tak bisa dibendung lagi karena kerap kali perdebatan menyangkut arah keselamatan ekonomi masyarakat, terus dikait-kaitkan dengan kepentingan politik yang lebih bersifat sektoral.
Bila ditarik kebelakang, bagaimana keberadaan masyarakat akibat resiko kebijakan pemerintah yang berkorelasi dengan kenaikan harga barang, kadang tidak sekronis yang ditanggapi para elit politik dan kelompok kepentingan (interest group). Menariknya, ada sebagian kelompok masyarakat (elit politik) sengaja melakukan pemanfaatan terhap cela kebijakan pemerintah dengan cara mendramatisir efek dari kebijakan pemerintah, menggiring kebijakan pemerintah pada arena politisasi program pemerintah, sehingga sering digeneralisir dan terlahirlah salah tafsir bahwa semua kebijakan pemerintah adalah tidak pro-rakyat (tidak populis).
Makin dominan dalam upaya mengkonstruksi opini masyarakat, manakala kebijakan pemerintah sengaja disandera dalam ruang gelap kepentingan sesaat (vested interest) yang sengaja dinilai secara parsial, alhasil posisi pemerintah menjadi serba salah. Padahal, tidak semua kebijakan pemerintah itu bertujuan menyengsarakan masyarakat, ketika dikaji dan dikomparasikan rencana pemerintah untuk menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM), seperti yang dikatakan presiden dalam pidatonya, rencana kenaikan BBM sudah didasarkan pada dalih dan logika ekonomi yang rasional, hal tersebut perlu menjadi referensi masyarakat.
Upaya penyelamatan negara dari ancaman krisis ekonomi seperti yang diantisipasi pemerintah, patut dijadikan perhatian bersama. Mencegah devisit keuangan negara sebagaimana yang ditempuh pemerintah tak bisa diabaikan oleh publik begitu saja, alasan tersebut. Harusnya masyarakat mampu hidup ‘’mandiri tanpa subsidi’’. Menjadi fakta yang telah diakui, kini masyarakat dijejali dengan berbagai doktrin kelompok yang selalu melakukan oposisi dan berkonfrontasi terhadap segala kebijakan pemerintah, tanpa melihat dampak positifnya bagi pertumbuhan dan pembangunan derajat perekonomian hidup masyarakat Indonesia.
Pemahaman ekonomi kemsyarakatan seolah terdistorsi dengan adanya kebijakan pemerintah yang sebenarnya tidak signifikan mengancam perkembangan ekonomi masyarakat kecil, paradigma serta persepsi publik saat ini, meski sedikit, selalu saja bernada menyalahkan pemerintah (presiden). Sewajarnya tanggapan negatif, sinisme, dan berbagai prasangka publik atas kebijakan pemerintah perlu diminimalisir, lebih realistis, direkonstruksi, pada sisi yang lain perlu ada penjernihan pemahaman dan pencerahan kepada masyarakat bahwa ada sekelompok masyarakat yang doyan menghambat atau mengganggu kebijakan pemerintah dengan target merusak citra pemerintah. Kita berharap masyarakat bisa selektif dalam membaca manuver maupun tuduhan sekelompok orang terhadap pemerintah, untuk kemudian diluruskan atau dinetralisir.
Tanpa ada kenaikan BBM misalnya, kemandirian ekonomi masyarakat tetap mampu kita bangun. Masyarakat tak boleh pasif, berharap lebih pada pemerintah, apalagi putus asa akibat provokasi sekelompok orang yang bermaksud mengganggu stabilitas negara. Bila dilirik, kali ini masyarakat telah diberikan solusi cerdas dari pemerintah, adanya dispensasi melalui kebijakan kenaikan BBM yang disertakan dengan program kompensasi disektor yang lain merupakan cara yang patut diapresiasi.
Perlukah masyarakat diposisikan sebagai instrumen yang terus-menerus kita jadikan alasan pembenaran dan pelindung dalam rangka meloloskan kepentingan busuk kelompok tertentu? Melalui konspirasi kepentingan pihak-pihak yang berkeinginan mengganggu stabilitas ekonomi negara, masyarakat memang selalu saja dikorbankan serta tidak diuntungkan dalam konteks ini.
Model konspirasi jahat yang diterapkan sudah seharusnya diakhiri, mari kita didik masyarakat dengan cara-cara yang benar, kita ajarkan masyarakat untuk menolak sesuatu yang benar-benar menyingsarakan hidup mereka, jangan mencoba untuk mencampur-adukkan persoalan publik dengan hal privat. Kalau pun, dalam konteks kenaikan BBM yang dalam kesempatan terakhir ini terus diperbincangkan, tidak sepantasnya rencana tersebut terus dilebih-lebihkan, coba kita lakukan kilas balik, beberapa kali pergantian presiden, kebijakan menaikkan BBM menjadi solusi yang diambil semua presiden guna menciptakan perimbangan ekonomi.
Kini, presiden Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih rasional dan bijaksana dalam rencana menaikkan harga BBM yang saat ini belum resmi dinaikkan, patut menjadi perhatian karena SBY menelorkan kebijakan seperti memberikan Kartu Perlindungan Sosial (KPS), Bantuan Masyarakat Sementara (BMS), paket kebijakan pemerintah lainnya yang menstimulasi terlahirnya partisipasi dan kemandirian ekonomi masyarakat. Jika kita lihat, pemerintah telah berupaya keras untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia, dengan tetap berdiri diatas kepentingan semua golongan, tanpa melakukan diskriminasi kepada kelompok masyarakat mana pun.
Konsepsi dan gagasan ekonomi yakni berdikari dibidang ekonomi harusnya bisa dimanifestasikan, diadaptasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, berdaulat dibidang ekonomi, dan berusaha hidup mandiri tanpa didikte oleh kepentingan maupun kebijakan pemerintah, hal itu perlu dibuktikan masyarakat, dengan tidak harus meninggalkan beban sedikit pun.
Dilain pihak, pemberdayaan masyarakat dengan bermacam-macam program yang didesain pemerintah, seperti Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dan program lainnya sudah saatnya dimanfaatkan masyarakat sebaik mungkin. Menelisik Kemandirian Ekonomi Masyarakat Kemandirian ekonomi masyarakat sejak awal sebenarnya telah ada jauh sebelumnya, hampir seumur dengan kehadiran manusia dimuka bumi, jika pemaknaan kemandirian ekonomi diartikan dalam pemahaman yang konvensional, berarti ketika masyarakat cukup memperoleh rumah, makan-minum, dan pakaian (kebutuhan primer), maka mereka sudah dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang mandiri secara ekonomi.
Dari perspektif lain, kemandirian ekonomi sangat memiliki kaitan erat dengan kenyamanan dan rasa aman dari masyarakat, dari skema tafsiran seperti itu kiranya berlebihan manakala ada kelompok masyarakat yang menyimpulkan kebijakan pemerintah menaikkan BBM bakal mengancam kehidupan masyarakat, terlalu over dan politis sepertinya.
Menaikkan harga BBM, juga bukan semata-mata kesalahan pemerintah, namun lebihnya juga adalah menjadi tanggung jawab para wakil rakyat DPR RI) dalam melakukan pressure. Sebab konstitusi negara kita menjelaskan yang dimaksud pemerintah yaitu eksekutif dan legislatif, kelembagaan DPR juga merupakan penyelenggara pemerintahan. Terlalu dini, bahkan keliru apabila presiden yang dituding sebagai dalang tunggal dalam menaikkan harga BBM. Dalam rangka revitalisasi disektor ekonomi, masyarakat sepantasnya diajarkan untuk mandiri, masyarakat harus mampu mandiri tanpa subsidi, sumber daya (resource) masyarakat Indonesia relatif menjadi modal bagi masyarakat kita.
Baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang ada, kedua-duanya menjadi dasar yang kokoh bagi masyarakat, jika masyarakat kita produktif, kerja keras, optimis, tak bergantung pada kebijakan pemerintah, dan pantang menyerah dengan keadaan, dengan sikap itu, sudah pasti masyarakat Indonesia akan hidup mandiri tanpa menggantungkan diri pada subsidi pemerintah.(*)
Penulis: Mantan Ketua Umum HMI Cabang Manado