Jakarta, BeritaManado.com – Setelah lebih dari 3 dekade (30 tahun), Paus sebagai epmimpin tertinggi Gereja Katolik kembali menginjakkan kakinya di bumi Indonesia.
Kali ini yang adatang adalah Paus Fransiskus melalui agenda kunjungan apostolik ke 4 negara yaitu Indonesia, Papua New Guinea, Timor Leste dan Singapura.
Memaknai kunjungan apostolik terpanjang sepanjang tahun 2024 ini, Pastor Johanis Mangkey MSC memberikan beberapa penjelasan berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Dari aspek sejarah pastor Johanis Mangkey mengatakan bahwa Paus Fransiskus merupana Paus ketiga yang mengunjungi Indonesia setelah Paus Yohanes Paulus II pada 8-12 Oktober 1989 (Jakarta, Yogyakarta, Medan dan Maumere) dan Paus Paulus IV pada 3-4 Desember 1970 (Jakarta).
Paus Fransiskus Fransiskus datang untuk meneguhkan dan mempertebal iman umatnya yang memiliki kerinduan yang kuat untuk berjumpa dengan pemimpin mereka.
“Ia juga ingin menjadi lebih dekat dengan umatnya melalui perjumpaan. Kedekatan dan perjumpaan menjadi tema dasar dari kepemimpinannya. Paus ingin menunjukkan hal ini kepada umatnya, yaitu dalam keterbatasan fisik karena usia, ia maih mau datang dari Italia ke Indonesia, Papua New Guinea, Timir Leste dan Singapura,” ungkap Pastor Johanis Mangkey MSC.
Beliau juga adalah tokoh moral yang menjadi suara dari mereka yang terbungkamkan oleh ketakutan, ketidakadilan, penindasan, kekerasan, konflik dan perang.
Beliau juga adalah tokoh moral yang menjadi suara dari mereka yang terbungkamkan oleh ketakutan, ketidakadilan, penindasan, kekerasan, konflik dan perang, karena bagi beliau perang bukan solusi tapi kekalahan kemanusiaan.
Ia bukan tokoh politik yang punya kepentingan-kepentingan tertentu untuk kelompoknya, karena ia terutama tidak hentinya menyuarakan kemanusiaan, persaudaraan dan perdamai.
Pada Februari 2019 ia datang ke Abu Dhabi dan berjumpa dengan Imam Besar Al-Azhar, Ahmed Al-Tayeb.
Mereka menandatangani dokumen penting yang biasa disebut dokumen Abu Dhabi (Februari 2019), yakni “Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama” (The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together).
Kemudian pada 3 Oktober 2020 Paus Fransiskus mengeluarkan dokumen Fratelli Tutti (Kita semua adalah saudara) tentang pentingnya membangun Persaudaraan dan Persahabatan Sosial, karena ia selalu gelisah ketika menyaksikan hal-hal ini diabaikan.
Pemerintah Abu Dhabi kemudian mengkonkritkan hasil perjumpaan ini dengan membangun tiga rumah ibadat yang dinamai “Abrahamic Family House” (Rumah Keluarga Abraham) yang terdiri dari Masjid, Gereja dan Sinagoga dengan tagline “Diverse in our Faiths, Common in our Humanity, Together in Peace” (Berbeda dalam iman kita, Bersama dalam Kemanusiaan kita, Bersama dalam Perdamaian).
Dalam koteks kunjungna apostolik ke Indonesia, secara konkrit Paus Fransiskus akan mengunjungi dan mengadakan pertemuan lintas agama di Masjid Istiqlal dan keberadaan Terowongan Silaturahmi yang melambangkan persahabatan dan persatuan.
Ia juga menyerukan pentingnya membangun bumi sebagai rumah bersama atau tentang lingkungan hidup yang nyaman, seperti yang tertuang dalam dokumen ‘Laudato Si’ (Terpujilah Allah) berbicara tentang hal bumi sebagai rumah bersama.
Ia prihatin tentang pemanasan bumi akibat perubahan iklim.
Dari segi hubungan diplomatic Indonesia dan Vatikan, ada beberapa poin penting yang perlu diketahui bersama, bagi Vatikan Indonesia spesial khususnya dalam hal kerukunan antar umat beriman, toleransi dan hidup berdampingan secara harmonis.
Sepertinya Vatikan ingin belajar dari Indonesia bagaimana kerukunan dan toleransi dapat diciptakan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk atau beraneragam suku, tradisi, agama.
Pemerintah sedang menggalakkan program Moderasi Hidup Beragama, apalagi Indonesia mempunyai umat Muslim terbanyak di dunia dibandingkan penganut-penganut agama-agama lain.
Misalnya dalam pelbagai pertemuan internasional, terutama yang diadakan dalam kerja sama antara Indonesia dan Vatikan, topik ini biasanya menjadi pokok bahasan.
Gereja Indonesia adalah Gereja yang hidup, terus bertumbuh dan umat dapat menjalankan hidup keagamaannya dengan bebas.
Gereja Indonesia juga menjadi pengirim atau pengutus misionaris ke luar negeri.
Ada ribuan misionaris Indonesia yang bertugas di luar Indonesia.
Mereka diutus bukan hanya untuk membina iman umat tetapi juga untuk misi kemanusiaan yakni meningkatkan harkat dan martabat warga yang dilayani melalui karya-karya social dan sebagainya.
Ada pesan yang ingin disampaikan Paus Fransiskus kepada umat Katolik Indonesia dalam pertemuan dengan Presiden RI Joko Widodo
“Saya kira pesan kuat yang ingin Paus sampaikan adalah rasa terima kasih atas nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan atas terciptanya kerukunan dan toleransi ini dan dialog antar iman. Juga agar Indonesia melalui para pemimpinnya untuk terus memupuk, memelihara, melindungi nilai-nilai luhur itu. Selalu ada saja bahaya atau ancaman terhadap nilai-nilai itu. Sayang kalau Indonesia terpecah-pecah hanya karena perbedaan-perbedaan yang diangkat ke permukaan,” jelas Pastor Johanis Mangkey MSC..
Selanjutnya ada juga pesan agar umat Katolik di Indonesia dapat dengan lapang hidup nyaman, hak-hak dan martabatnya terlindungi.
Soal peran Indonesia selama membangun hubungan baik dengan Vatik yang sudah terjalin lama sejak Vatikan mengakui eksistensi Indonesia sebagai negara berdaulat pada 6 Juli 1947.
Vatikan tercatat menjadi negara Eropa pertama yang mengakui kemerdakaan Republik Indonesia.
Pengakuan tersebut ditandai dengan didirikannya Apostolic Delegate yang kini adalah Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta.
Hubungan baik ini perlu dirawat, dijaga, dipererat dan ditingkatkan terus.
Indonesia memberikan contoh suatu negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia tetapi toleran, dapat menerima eksistensi agama-agama lain dengan mengakui kebebasan beragama.
Indonesia juga mau menyatakan bahwa nilai-nilai seperti kemanusiaan, persaudaraan dan perdamaian yang perlu diperjuangkan bersama.
Kerja sama penting bisa dijalin lebih erat lagi khususnya yang menyangkut umat Katolik dengan kehadiran Paus di Indonesia antara lain dalam dialog antara iman/agama, perlu saling menghormati, menghargai.
Kerja sama antar budaya emlalui upaya memperkenalkan Indonesia melalui keragaman budaya.
Kerja sama karya-karya kemanusiaan seperti pendidikan, kesehatan, social tercermin pada Kongregasi-kongregasi para biarawan-biarawati terlibat dalam karya pendidikan (sekolah-sekolah dasar sampai perguruan tinggi).
Dalam hal ini Vatikan tidak hanya memberi beasiswa para imam, biarawan-wati, awam katolik Indonesia tetapi juga kepada mahasiswa Muslim untuk belajar di Universitas-universitas katolik di Roma.
Juga karya kesehatan (balai kesehatan, rumah sakit dans ebagainya) dan pendidikan melalui sekolah-sekolah sampai universitas dan karya-karya karitatif (Karitas Indonesia – Karina).
Kerja sama dalam karya misi Gereja Indonesia ke luar, terutama tentang personel, dimana hal ini terkait dengan sifat universal dari Gereja Katolik, ada ribuan misionaris Indonesia yang ditugaskan berkarya di negara-negara lain.
Di sana mereka tidak hanya bertugas untuk membina iman umat, tetapi juga untuk kepentingan kemanusiaan seperti pendidikan, kesehatan, meningkatkan taraf hidup dan martabat manusia dan sebagainya.
Soal toleransi antar umat beragama, di Indonesia selalu menjadi menarik untuk dibahas, karena Indonesia memiliki kelebihan itu.
Isu tentang toleransi, kerukunan dan dialog antar iman saya kira akan menjadi salah satu poin penting dalam pembahasan kedua tokoh, Paus Fransiskus dan Presiden Jokowi.
Poin ini perlu dipertegas dan diperjuangan bersama, lagipula Indonesia dapat menyampaikan kepada Sri Paus tentang upaya-upaya yang dilakukan dalam hal moderasi hidup beragama.
Momentum bersejarah ini tentu punya harapan umat Katolik sendiri khususnya pertemuan antara Paus Fransiskus dengan Presiden Joko Widodo.
Pemerintah menjamin kebebasan beragama, seperti yang diungkapkan dalam Pancasila, dimana umat dapat hidup nyaman, aman, penuh sukacita tanpa tekanan karena jumlah yang kecil dan di tempat-tempat tertentu jumlah tidak signifikan atau sangat sedikit.
Hidup berdampingan secara harmonis, dialog antar iman, saling menghormati walaupun berbeda suku, agama, tradisi dan sebagainya dengan mengupayakan terus moderasi hidup beragama yang tengah digalang oleh pemerintah.
Bersama-sama menjadi agen kemanusiaan, persaudaraan dan perdamaian.
Harapan umat dari Kunjungan Paus ini terungkap dalam Doa untuk Perjalanan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia: “Semoga perjalanan ini menjadi pengalaman iman, yang mempererat persaudaraan dalam keanekaragaman, memperkuat bela rasa kepada saudari-saudara kami yang miskin, lemah, tersingkir dan menderita…. Semoga kehadirannya membawa sukacita Injil dan membangkitkan pengharapan bagi terciptanya kerukunan, kedamaian dan kebaikan bersama.”
Kunjungan Paus membawa pesan kesederhanaan di tengah gemerlap kemewahan.
Paus Fransiskus memiliki nama Jorge Bergoglio yang berasal dari keluarga Italia yang berimigrasi ke Argentina.
Pada usia 87 tahun terpilih menjadi Paus pada 13 Maret 2013 dalam usia 76, menggantikan Paus Benediktus XVI.
Tema kunjungan Paus Fransiskus yaitu Iman, Persaudaraan, Bela Rasa (Faith, Fraternity, Compassion) dengan tujuan untuk meneguhkan dan mempertebal iman umat, membangun persaudaraan demi perdamaian (misi kemanusiaan dan perdamaian) serta hidup berdampingan dengan nyaman dan mensharekan membagikan bela rasa yang tidak lain adalah solidaritas, serasa dan sepenanggungan dengan mereka yang membutuhkan bantuan seperti orang miskin, marginal, diperlakukan secara tidak adil; sama-sama menanggung beban kehidupan.
Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta yang berdiri berdampingan adalah simbol kehidupan harmonis di Indonesia.
Juga terowongan Silahturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta merupakan simbol persahabatan dan kerukunan.
Pancasila sebagai landasan atau pilar hidup bersama penting dan menarik perhatian Vatikan sejak lama.
Pada tahun 1947 Vatikan termasuk negara pertama yang mengakui kedaulatan dan kemerdekaan RI.
Pancasila memungkinkan kita untuk hidup secara harmonis dan damai satu dengan yang lain, memungkinkan keanekaragaman bertumbuh dan diwujudkan.
Nilai-nilai Pancasila menjadikan Indonesia suatu negara majemuk (multikultural, multietnis, multireligius) yang bersatu.
Kunjungan ini adalah menunjukkan kedekatan beliau tidak hanya dengan umat Katolik tetapi juga dengan seluruh masyarakat Indonesia
Motto yang diambil untuk kepemimpinan sebagai Paus, Kepala Gereja Katolik sedunia/universal adalah “Miserando atque Eligendo” (Patut diberi belas kasih namun dipilih).
“Kita memandang beliau sebagai tokoh iman serta tokoh kemanusiaan dan perdamaian, atau lebih tepat pelayan iman serta pelayan kemanusiaan dan perdamaian,” kata Pastor Mangkey.
Visi beliau sebagai Paus berkaitan dengan Gereja yang terbuka, inklusif dan bergerak ke luar, tidak tertutup pada diri sendiri.
“Saya lebih menyukai Gereja yang memar, terluka dan kotor karena telah keluar ke jalan-jalan, daripada Gereja yang sakit karena menutup diri dan nyaman dengan diri sendiri,” (Evangelii Gaudium No. 49).
(Frangki Wullur)