Minut, BeritaManado.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Advokasi Paralegal Tanah Air (GAPTA) mengkritisi tuntuan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kasus Norris Tirayoh atas Bupati Minahasa Utara (Minut) Vonnie Anneke Panambunan.
Ketua LSM GAPTA Richard William menilai, tuntutan JPU memberi sanksi pidana Pornografi dengan bersandar pada Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE, terlalu berlebihan.
“Bahwa setelah memperhatikan ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP terhadap dakwaan dan/atau Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Minahasa Utara tentunya jelas sangatlah fatal dan sangat mengada-ngada, dan sepatutnya batal demi hukum,” tegas William, Jumat (13/3/2020).
Bahkan, William berpandangan bahwa Majelis Hakim haru jeli dalam menilai perkara ini sebelum mengambil keputusan.
“Kami berkesimpulan, hakim tidak boleh menghukum orang yang bersalah hanya berdasarkan keyakinannya, melainkan harus didukung oleh minimal dua alat bukti yang sah. Dari alat bukti itulah ia memperoleh keyakinan tentang bersalah atau tidaknya seseorang (Norris Tirayoh, red) yang didakwa dan dituntut dengan sanksi pidana pencemaran nama baik, dan dituntut dengan dengan sanksi pidana pornografi,” tanggapnya.
Lebih dari itu, William menegaskan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan Pasal 45 ayat (1) tidak memiliki kolerasi. Sehingga, sudah sepatutnya dibatalkan demi hukum oleh Majelis Hakim.
Dan mengingatkan Majelis Hakim untuk tidak salah dalam mengambil keputusan, yang ke depan sangat berdampak pada kebebasan berpendapat, seperti tertuang dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.
“Akhir kata kami berpendapat sesuai adigium hukum yang terkenal, lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah,” tutup William.
(***/Finda Muhtar)