Manado, BeritaManado.com – Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Prof Drs Purwo Santoso MA PhD, Kamis (15/2/2018, melaksanakan kuliah umum di Universitas Sam Ratulangi Manado.
Di hadapan para mahasiswa Prof Purwo Santoso, memberikan kuliah umum tentang Populisme, Social Justice dan masa depan demokrasi.
Ditemui awak media Prof Purwo Santoso menjelaskan beberapa pokok penting disampaikan dalam kuliah umum, dimana membahas gejala yang sedang populer saat ini yakni populisme terkait proses elektoral merebut dukungan publik atas nama demokrasi sebagai upaya mendapat popularitas.
Menurutnya, perjalanan demokrasi saat ini masih jauh dari yang diharapkan karena rakyat belum didaulat atau tidak punya kendali siapa yang akan menjadi pemimpin.
“Oleh karena itu kami dari UGM dan jejaring sipil soceaty menyimpulkan bahwa gagasan popular kontrol atau orang banyak terhadap pemerintahan itu masih jauh dari tuntas. Kalau kita merasa sudah selesai berdemokrasi maka disitu bahayanya, karena rakyat tidak punya kontrol efektif terhadap siapa yang memiliki kekuasaan dan polanya masih sama yaitu elit punya uang memainkan imajinasi masyarakat,” terang mantan Dekan Fisipol UGM ini.
“Kalau kita mendefinisikan demokrasi sebagai ekspresi dari popular kontrol maka kita jauh selesai, tapi yang ironis dan tragis yaitu mandeknya demokrasi tidak menjadi kesadaran rakyat, sebab sejak dari dulu partai mengendalikan pemilih bukan sebaliknya,” sambungnya.
Dirinya pun menekankan tiga detail penting terkait demokrasi yakni dari segi kewarganegaraan, demokrasi mensejahterakan dan demokratisasi atas ke bawah.
“Pertama segi kewarganegaraan, kita bicara demokrasi memberikan jaminan hak pilih kepada warga negara, tapi warga negara belum diberikan kesiapan. Mengelolah kewarganegaraan adalah agenda supaya demokrasi yang mandek bisa ditembus,” jelasnya.
“Yang kedua membicarakan demokrasi lebih dari sekedar hak politik, tapi demokrasi yang mensejahterakan. Sehingga demokrasi yang selama ini hanya dijabarkan sebagai penjaminan hak individual itu harus diimajinasikan sebagai upaya mensejahterakan rakyat. Itu sudah menjadi pidato para pejabat, tapi belum konkritnya” tuturnya.
“Yang ketiga, proses demokrasi kita itu “Top Down”, pemberlakuan undang-undang dari atas kebawah. Seperti pencalonan DPRD dan Kepala Daerah, semuanya itu dikendalikan dari pusat,” pungkas Prof Purwo Santoso.
(***/JerryPalohoon)
Manado, BeritaManado.com – Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Prof Drs Purwo Santoso MA PhD, Kamis (15/2/2018, melaksanakan kuliah umum di Universitas Sam Ratulangi Manado.
Di hadapan para mahasiswa Prof Purwo Santoso, memberikan kuliah umum tentang Populisme, Social Justice dan masa depan demokrasi.
Ditemui awak media Prof Purwo Santoso menjelaskan beberapa pokok penting disampaikan dalam kuliah umum, dimana membahas gejala yang sedang populer saat ini yakni populisme terkait proses elektoral merebut dukungan publik atas nama demokrasi sebagai upaya mendapat popularitas.
Menurutnya, perjalanan demokrasi saat ini masih jauh dari yang diharapkan karena rakyat belum didaulat atau tidak punya kendali siapa yang akan menjadi pemimpin.
“Oleh karena itu kami dari UGM dan jejaring sipil soceaty menyimpulkan bahwa gagasan popular kontrol atau orang banyak terhadap pemerintahan itu masih jauh dari tuntas. Kalau kita merasa sudah selesai berdemokrasi maka disitu bahayanya, karena rakyat tidak punya kontrol efektif terhadap siapa yang memiliki kekuasaan dan polanya masih sama yaitu elit punya uang memainkan imajinasi masyarakat,” terang mantan Dekan Fisipol UGM ini.
“Kalau kita mendefinisikan demokrasi sebagai ekspresi dari popular kontrol maka kita jauh selesai, tapi yang ironis dan tragis yaitu mandeknya demokrasi tidak menjadi kesadaran rakyat, sebab sejak dari dulu partai mengendalikan pemilih bukan sebaliknya,” sambungnya.
Dirinya pun menekankan tiga detail penting terkait demokrasi yakni dari segi kewarganegaraan, demokrasi mensejahterakan dan demokratisasi atas ke bawah.
“Pertama segi kewarganegaraan, kita bicara demokrasi memberikan jaminan hak pilih kepada warga negara, tapi warga negara belum diberikan kesiapan. Mengelolah kewarganegaraan adalah agenda supaya demokrasi yang mandek bisa ditembus,” jelasnya.
“Yang kedua membicarakan demokrasi lebih dari sekedar hak politik, tapi demokrasi yang mensejahterakan. Sehingga demokrasi yang selama ini hanya dijabarkan sebagai penjaminan hak individual itu harus diimajinasikan sebagai upaya mensejahterakan rakyat. Itu sudah menjadi pidato para pejabat, tapi belum konkritnya” tuturnya.
“Yang ketiga, proses demokrasi kita itu “Top Down”, pemberlakuan undang-undang dari atas kebawah. Seperti pencalonan DPRD dan Kepala Daerah, semuanya itu dikendalikan dari pusat,” pungkas Prof Purwo Santoso.
(***/JerryPalohoon)