Bitung—“Kita tako bunda,” (Saya takut bunda) kalimat ini terlontar dari mulut PTK alias Pus (14) warga kompleks Kusu-kusu Kelurahan Bitung Barat 1 Kecamatan Maesa yang menjadi korban penganiayaan lapangan Inkuasco Kelurahan Bitung Barat II, Kamis (12/7) lalu. Ia kemudian membenamkan kepala dan memeluk Ibu Merry Supit yang ia sapa dengan sebutan “bunda” dari LSM Pusat Penanggulangan Informasi KDRT, Trafficking dan Perlindungan Anak (Puspikta) Kota Bitung.
“Sudah ndak usah tako. Pus bilang samua apa yang dorang ada beking,” kata Supit sambil mengusap-usap kepala Pus.
Ketakutan Pus ini wajar adanya. Pasalnya semenjak kejadian penganiayaan yang dilakukan SAP alias Orin (14), MP alias Sandra (32) warga Kelurahan Bitung Barat I, SL alias Sendy (24) dan IY alias Ivon (29) warga Kelurahan Pateten Kecamatan Maesa terhadap dirinya, baru Kamis (13/9) ia kembali dipertemukan dengan para pelaku.
“Pus masih takut dan trauma. Apalagi melihat para pelaku ia sangat kekatkutan sehingga perlu pendampingan selama proses sidang,” kata Supit.
Supit sendiri menuturkan, Pus pada hari itu sempat meminta untuk tidak hadir dalam sidang dengan alasan takut bertemu para pelaku. Namun Supit bersama kelaurga membujuk dan meyakinkan Pus agar hadir, mengingat agenda sidang adalah meminta kesaksian dari tiga pelaku atas sidang salah satu tersangka yakni Orin.
“Trauma yang diderita Pus akibat kejadian itu sangat berat, mengingat para pelaku menganiaya sambil menelanjanginya didepan umum. Bahkan direkam menggunakan camera handphone dan kini sudah tersebar luas,” katanya.
Ia sendiri mengaku terus berkoordinasi dengan Komnas Perlindungan Anak (KPA), Kak Seto soal langkah-langkah hukum dan penyembuhan trauma Pus. “Setiap perkembangan proses hukum dan kondisi Pus kita laporkan ke Kak Seto, mengingat ia terus memantau kasus ini,” katanya.(enk)
Bitung—“Kita tako bunda,” (Saya takut bunda) kalimat ini terlontar dari mulut PTK alias Pus (14) warga kompleks Kusu-kusu Kelurahan Bitung Barat 1 Kecamatan Maesa yang menjadi korban penganiayaan lapangan Inkuasco Kelurahan Bitung Barat II, Kamis (12/7) lalu. Ia kemudian membenamkan kepala dan memeluk Ibu Merry Supit yang ia sapa dengan sebutan “bunda” dari LSM Pusat Penanggulangan Informasi KDRT, Trafficking dan Perlindungan Anak (Puspikta) Kota Bitung.
“Sudah ndak usah tako. Pus bilang samua apa yang dorang ada beking,” kata Supit sambil mengusap-usap kepala Pus.
Ketakutan Pus ini wajar adanya. Pasalnya semenjak kejadian penganiayaan yang dilakukan SAP alias Orin (14), MP alias Sandra (32) warga Kelurahan Bitung Barat I, SL alias Sendy (24) dan IY alias Ivon (29) warga Kelurahan Pateten Kecamatan Maesa terhadap dirinya, baru Kamis (13/9) ia kembali dipertemukan dengan para pelaku.
“Pus masih takut dan trauma. Apalagi melihat para pelaku ia sangat kekatkutan sehingga perlu pendampingan selama proses sidang,” kata Supit.
Supit sendiri menuturkan, Pus pada hari itu sempat meminta untuk tidak hadir dalam sidang dengan alasan takut bertemu para pelaku. Namun Supit bersama kelaurga membujuk dan meyakinkan Pus agar hadir, mengingat agenda sidang adalah meminta kesaksian dari tiga pelaku atas sidang salah satu tersangka yakni Orin.
“Trauma yang diderita Pus akibat kejadian itu sangat berat, mengingat para pelaku menganiaya sambil menelanjanginya didepan umum. Bahkan direkam menggunakan camera handphone dan kini sudah tersebar luas,” katanya.
Ia sendiri mengaku terus berkoordinasi dengan Komnas Perlindungan Anak (KPA), Kak Seto soal langkah-langkah hukum dan penyembuhan trauma Pus. “Setiap perkembangan proses hukum dan kondisi Pus kita laporkan ke Kak Seto, mengingat ia terus memantau kasus ini,” katanya.(enk)