Oleh : Drs. Darmo Paputungan
Untuk kesekian kalinya masyarakat membaca pernyataan, penyampaian ataupun keluhan seorang pemimpin yakni Wakil Walikota Kota Kotamobagu Ir. Hj. Tatong Bara yang dimuat di sebuah media cetak tanggal 20 Januari 2012. Menanggapi keluhan Pemimpin seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya, berbagai tanggapan muncul pasti dalam dua versi , yakni ada yang pro dan ada yang kontra. Pro artinya membela Ibu Wakil Walikota yang seolah – olah tidak diberi tugas dan kewenangan apapun dalam roda pemerintahan Kota Kotamobagu.
Masyarakat yang berfikiran awam pasti beranggapan Ibu Wawali seperti sengaja tidak diberi peran atau sengaja disisihkan dalam peran birokrasi dan ini kurang menguntungkan bagi kredibilitas kepemimpinan beliau. Andaikan masyarakat sedang menunggu pertarungan tinju, maka sekarang ini konsep pencitraan sedang berlangsung dengan intensitas tinggi tidak lain dengan tujuan agar karcis akan habis terjual dan penonton akan menjagokan seorang petinju dibanding yang lain.
Dalam kondisi seperti ini, maka berbagai persiapan dan peran seharusnya dilakukan secara maksimal dan bukan keluhan yang lebih berkonotasi pesimistik serta tidak menguntungkan. Masyarakat lainnya yang Pro berpihak pada Ibu Tatong Bara pasti menyayangkan mengapa Walikota sebagai Top Leader tidak membagi sebagian fungsi dan tugas yang ada kepada Wakil Walikota yang notabene sudah di atur dan di kemas oleh Undang-undang dalam satu paket Kepemimpinan Kota Kotamobagu periode 2008-2013.
Disisi lain pihak yang Kontra pasti menyalahkan sikap Ibu Wakil Walikota yang suka mengeluh. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Drs. A.R. Mokoginta Birokrat Senior yang pernah menjabat Kabag. Perencanaan Kanwil Pertambangan dan Energi Prop. Sulut, Kadis Pertambangan dan Energi Bolmong , Kadis Perindag Bolmong, Asisten I Bolsel dan terakhir sebagai penjabat Bupati Bolsel, dan aktif di keorganisasian sebagai mantan Wakil Ketua KNPI Sulut tahun 1982.
Menurut beliau beberapa alasan sehingga Wakil Walikota tidak pantas mengeluh. Pertama, Wakil Walikota adalah Pemimpin Kota Kotamobagu dalam pengertian “ Satu paket ” sesuai Undang-undang. Apapun yang terjadi Wakil Walikota harus terus menjalankan fungsi kepemimpinan secara efektif dan berhasil. Opsi tersebut menjadi semakin penting bahkan menjadi suatu keharusan pada saat kita sadar bahwa sebagai pemimpin yang dipilih dan dipercaya oleh rakyat berarti anda mengemban “ Amanah “ yang harus dijalankan sebaik mungkin sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban anda kepada rakyat. Pandangan masyarakat pemerhati lainnya melihatnya dari fungsi kepemimpinan menurut mereka ukuran seorang pemimpin yang baik antara lain adalah mampu menerapkan unsur kerja sama didalam kepemimpinannya melalui pembagian Tugas, Pokok dan Fungsi (Tupoksi) yang jelas dan teratur dengan tujuan agar setiap kebijakan atau program berjalan dengan lancar dan berhasil.
Dilihat dari fungsi kepemimpinan, Ibu Wawali sebagai seorang pemimpin memiliki fungsi komando, fungsi organisasi dan evaluasi sehingga berhak mengatur, mengarahkan ataupun memerintahkan serta mengawasi sesuai batasan fungsi dan tugas yang sudah diatur Undang-undang. Persoalannya adalah apakah kita mau dan mampu menjalankan kewenangan serta fungsi itu. Jika ada hambatan yang sengaja dilakukan oleh Walikota, maka Wakil Walikota harus mengkonsultasi ataupun membahasnya secara terbuka, kalau perlu menginformasikan secara tegas melalui Mass media tentang ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam tubuh pemerintahan, karena fungsi-fungsi tertentu yang seharusnya dilakukan oleh Wakil tidak dapat berjalan.
Namun demikian kreatifitas, inisiatif dan keberanian bahkan sifat pro aktif harus terus dikembangkan oleh Wawali melalui diskusi, pendataan di lapangan, analisa dan kajian yang kemudian dikonsultasikan ataupu dibahas dengan Walikota. Hasilnya secara terbuka diinformasikan kepada masyarakat agar masyarakat tidak menebak-menebak siapa yang salah dan sampai dimana kemampuan seorang pemimpin yang sudah dipilih rakyat. Wakil Walikota tidak harus memposisikan diri sebagai yang “ terabaikan “ padahal Wawali adalah pemimpin. Kita mungkin dapat mencontoh keberanian seorang Jusuf Kalla dalam kasus Century yang berani mengambil keputusan sebagai seorang Presiden karena waktu itu SBY berada diluar negeri. Saya juga mengagumi keberanian, kejujuran dan keterbukaan seorang Yasti Soepredjo Mokoagow yang mampu mengkomunikasikan berbagai jerih payah yang sudah dilakukan dalam membantu masyarakat sehingga rakyat tahu bahwa beliau sudah bekerja dengan baik.
Dalam kepemimpinan “ satu paket “ yang sama-sama dipilih rakyat, maka yang ingin dilihat oleh rakyat adalah kemampuan bekerja sama dan membagi tugas serta kemampuan masing-masing menjalankan dan mengembangkannya. Masyarakat tentu tidak menginginkan pemimpin yang merasa jago sendiri, arogan dan one man show serta tidak suka bermusyawarah.
Kami mungkin perlu mengingatkan bahwa menjalankan roda pemerintahan tunduk pada administrasi pemerintahan dan bukan seperti mengurus rumah tangga dimana harus sepenuhnya tunduk pada subjektifitas yang punya rumah.
Jalankan saja Tugas dan Fungsi yang sudah diatur oleh Undang-undang secara maksimal dan berhasil dan informasikan agar masyarakat mengetahui program-program yang sudah dilakukan , keberhasilan atatupun ketidak berhasilan karena ada sumbatan-sumabatan. Diperlukan pula kreatifitas, inisiatif, keberanian, konsultasi, koordinasi, kepercayaan diri, pro aktif dan informasi akan menopang keberhasilan pelaksanaan tugas. Selamat Berjuang, Anda Bisa. (*)
Penulis adalah Alumnus Fekon – Unsrat 1979, Alumnus Program Perencanaan LPEM – UI 1989, Mantan Kadis Perindag Bolmong
Oleh : Drs. Darmo Paputungan
Untuk kesekian kalinya masyarakat membaca pernyataan, penyampaian ataupun keluhan seorang pemimpin yakni Wakil Walikota Kota Kotamobagu Ir. Hj. Tatong Bara yang dimuat di sebuah media cetak tanggal 20 Januari 2012. Menanggapi keluhan Pemimpin seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya, berbagai tanggapan muncul pasti dalam dua versi , yakni ada yang pro dan ada yang kontra. Pro artinya membela Ibu Wakil Walikota yang seolah – olah tidak diberi tugas dan kewenangan apapun dalam roda pemerintahan Kota Kotamobagu.
Masyarakat yang berfikiran awam pasti beranggapan Ibu Wawali seperti sengaja tidak diberi peran atau sengaja disisihkan dalam peran birokrasi dan ini kurang menguntungkan bagi kredibilitas kepemimpinan beliau. Andaikan masyarakat sedang menunggu pertarungan tinju, maka sekarang ini konsep pencitraan sedang berlangsung dengan intensitas tinggi tidak lain dengan tujuan agar karcis akan habis terjual dan penonton akan menjagokan seorang petinju dibanding yang lain.
Dalam kondisi seperti ini, maka berbagai persiapan dan peran seharusnya dilakukan secara maksimal dan bukan keluhan yang lebih berkonotasi pesimistik serta tidak menguntungkan. Masyarakat lainnya yang Pro berpihak pada Ibu Tatong Bara pasti menyayangkan mengapa Walikota sebagai Top Leader tidak membagi sebagian fungsi dan tugas yang ada kepada Wakil Walikota yang notabene sudah di atur dan di kemas oleh Undang-undang dalam satu paket Kepemimpinan Kota Kotamobagu periode 2008-2013.
Disisi lain pihak yang Kontra pasti menyalahkan sikap Ibu Wakil Walikota yang suka mengeluh. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Drs. A.R. Mokoginta Birokrat Senior yang pernah menjabat Kabag. Perencanaan Kanwil Pertambangan dan Energi Prop. Sulut, Kadis Pertambangan dan Energi Bolmong , Kadis Perindag Bolmong, Asisten I Bolsel dan terakhir sebagai penjabat Bupati Bolsel, dan aktif di keorganisasian sebagai mantan Wakil Ketua KNPI Sulut tahun 1982.
Menurut beliau beberapa alasan sehingga Wakil Walikota tidak pantas mengeluh. Pertama, Wakil Walikota adalah Pemimpin Kota Kotamobagu dalam pengertian “ Satu paket ” sesuai Undang-undang. Apapun yang terjadi Wakil Walikota harus terus menjalankan fungsi kepemimpinan secara efektif dan berhasil. Opsi tersebut menjadi semakin penting bahkan menjadi suatu keharusan pada saat kita sadar bahwa sebagai pemimpin yang dipilih dan dipercaya oleh rakyat berarti anda mengemban “ Amanah “ yang harus dijalankan sebaik mungkin sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban anda kepada rakyat. Pandangan masyarakat pemerhati lainnya melihatnya dari fungsi kepemimpinan menurut mereka ukuran seorang pemimpin yang baik antara lain adalah mampu menerapkan unsur kerja sama didalam kepemimpinannya melalui pembagian Tugas, Pokok dan Fungsi (Tupoksi) yang jelas dan teratur dengan tujuan agar setiap kebijakan atau program berjalan dengan lancar dan berhasil.
Dilihat dari fungsi kepemimpinan, Ibu Wawali sebagai seorang pemimpin memiliki fungsi komando, fungsi organisasi dan evaluasi sehingga berhak mengatur, mengarahkan ataupun memerintahkan serta mengawasi sesuai batasan fungsi dan tugas yang sudah diatur Undang-undang. Persoalannya adalah apakah kita mau dan mampu menjalankan kewenangan serta fungsi itu. Jika ada hambatan yang sengaja dilakukan oleh Walikota, maka Wakil Walikota harus mengkonsultasi ataupun membahasnya secara terbuka, kalau perlu menginformasikan secara tegas melalui Mass media tentang ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam tubuh pemerintahan, karena fungsi-fungsi tertentu yang seharusnya dilakukan oleh Wakil tidak dapat berjalan.
Namun demikian kreatifitas, inisiatif dan keberanian bahkan sifat pro aktif harus terus dikembangkan oleh Wawali melalui diskusi, pendataan di lapangan, analisa dan kajian yang kemudian dikonsultasikan ataupu dibahas dengan Walikota. Hasilnya secara terbuka diinformasikan kepada masyarakat agar masyarakat tidak menebak-menebak siapa yang salah dan sampai dimana kemampuan seorang pemimpin yang sudah dipilih rakyat. Wakil Walikota tidak harus memposisikan diri sebagai yang “ terabaikan “ padahal Wawali adalah pemimpin. Kita mungkin dapat mencontoh keberanian seorang Jusuf Kalla dalam kasus Century yang berani mengambil keputusan sebagai seorang Presiden karena waktu itu SBY berada diluar negeri. Saya juga mengagumi keberanian, kejujuran dan keterbukaan seorang Yasti Soepredjo Mokoagow yang mampu mengkomunikasikan berbagai jerih payah yang sudah dilakukan dalam membantu masyarakat sehingga rakyat tahu bahwa beliau sudah bekerja dengan baik.
Dalam kepemimpinan “ satu paket “ yang sama-sama dipilih rakyat, maka yang ingin dilihat oleh rakyat adalah kemampuan bekerja sama dan membagi tugas serta kemampuan masing-masing menjalankan dan mengembangkannya. Masyarakat tentu tidak menginginkan pemimpin yang merasa jago sendiri, arogan dan one man show serta tidak suka bermusyawarah.
Kami mungkin perlu mengingatkan bahwa menjalankan roda pemerintahan tunduk pada administrasi pemerintahan dan bukan seperti mengurus rumah tangga dimana harus sepenuhnya tunduk pada subjektifitas yang punya rumah.
Jalankan saja Tugas dan Fungsi yang sudah diatur oleh Undang-undang secara maksimal dan berhasil dan informasikan agar masyarakat mengetahui program-program yang sudah dilakukan , keberhasilan atatupun ketidak berhasilan karena ada sumbatan-sumabatan. Diperlukan pula kreatifitas, inisiatif, keberanian, konsultasi, koordinasi, kepercayaan diri, pro aktif dan informasi akan menopang keberhasilan pelaksanaan tugas. Selamat Berjuang, Anda Bisa. (*)
Penulis adalah Alumnus Fekon – Unsrat 1979, Alumnus Program Perencanaan LPEM – UI 1989, Mantan Kadis Perindag Bolmong