Ratahan – Banyak orang punya keinginan besar untuk bisa duduk sebagai wakil rakyat dilembaga terhormat DPR baik itu pusat maupun daerah. Dan jebolan sekolah menengah atas (SMA) sederajat, sesuai ketentuan perundang-undangan memiliki hak untuk mencalonkan diri dan dicalonkan oleh partai politik (Parpol) tertentu lewat pemilihan umum legislatif (Pileg) yang dilaksanakan setiap lima tahunnya.
Menjadi anggota legislatif tentu punya tanggung jawab yang besar untuk rakyat. Termasuk berkewajiban melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana aturan yang berlaku. Karena itu, anggota DPR harus memiliki kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang cukup. Artinya, anggota dewan jangan otak kosong dan bermodalkan tampang saja, tetapi benar-benar punya kualitas.
Menurut ketua AGIS Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) Sonny Kawalo, lantar belakang pendidikan bagi calon anggota DPR sangat penting. Karena, maju mundurnya suatu negara termasuk didalamnnya sebuah daerah ikut ditentukan oleh para wakil rakyat dilembaga DPR dalam mengambil sebuah keputusan.
“Dan bagi saya, lulusan SMA sederajat tidaklah cukup untuk kemudian diusung dan mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Minimal Caleg itu standarnya harus sarjana (S1, red). Dengan begitu, maka akan terjadi balance (keseimbangan) antara eksekutif dan legislatif. Karena posisi anggota DPR itu sederajat dengan birokrat yang memegang jabatan eselon II,” ujar Kawalo kepada wartawan, Kamis (17/4).
Diungkapkannya, realita saat ini sering sangat tidak elok ketika seorang anggota DPR dengan pendidikan hanya lulusan SMA, kemudian ‘mengatur-ngatur’ pejabat pemerintah dengan gelar S1, S2, DR dan lain sebagainya. Oleh sebab itu kata Kawalo, kedepan sebaiknya UU yang mengatur tentang Pemilu Legislatif perlu direvisi kembali.
“Jika sekarang didalam undang-undang memungkinkan lulusan SMA sederajat mencalonkan diri, kedepan sebaiknya sudah harus punya standar minimal S1. Ini penting sehingga Caleg yang disiapkan parpol untuk diusung benar-benar memiliki kompetensi dan pendidikan yang tidak kalah dari seorang birokrat,” tukas Kawalo. *
Ratahan – Banyak orang punya keinginan besar untuk bisa duduk sebagai wakil rakyat dilembaga terhormat DPR baik itu pusat maupun daerah. Dan jebolan sekolah menengah atas (SMA) sederajat, sesuai ketentuan perundang-undangan memiliki hak untuk mencalonkan diri dan dicalonkan oleh partai politik (Parpol) tertentu lewat pemilihan umum legislatif (Pileg) yang dilaksanakan setiap lima tahunnya.
Menjadi anggota legislatif tentu punya tanggung jawab yang besar untuk rakyat. Termasuk berkewajiban melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana aturan yang berlaku. Karena itu, anggota DPR harus memiliki kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang cukup. Artinya, anggota dewan jangan otak kosong dan bermodalkan tampang saja, tetapi benar-benar punya kualitas.
Menurut ketua AGIS Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) Sonny Kawalo, lantar belakang pendidikan bagi calon anggota DPR sangat penting. Karena, maju mundurnya suatu negara termasuk didalamnnya sebuah daerah ikut ditentukan oleh para wakil rakyat dilembaga DPR dalam mengambil sebuah keputusan.
“Dan bagi saya, lulusan SMA sederajat tidaklah cukup untuk kemudian diusung dan mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Minimal Caleg itu standarnya harus sarjana (S1, red). Dengan begitu, maka akan terjadi balance (keseimbangan) antara eksekutif dan legislatif. Karena posisi anggota DPR itu sederajat dengan birokrat yang memegang jabatan eselon II,” ujar Kawalo kepada wartawan, Kamis (17/4).
Diungkapkannya, realita saat ini sering sangat tidak elok ketika seorang anggota DPR dengan pendidikan hanya lulusan SMA, kemudian ‘mengatur-ngatur’ pejabat pemerintah dengan gelar S1, S2, DR dan lain sebagainya. Oleh sebab itu kata Kawalo, kedepan sebaiknya UU yang mengatur tentang Pemilu Legislatif perlu direvisi kembali.
“Jika sekarang didalam undang-undang memungkinkan lulusan SMA sederajat mencalonkan diri, kedepan sebaiknya sudah harus punya standar minimal S1. Ini penting sehingga Caleg yang disiapkan parpol untuk diusung benar-benar memiliki kompetensi dan pendidikan yang tidak kalah dari seorang birokrat,” tukas Kawalo. *