Manado, BeritaManado.com – Di balik kesuksesan RSUP Prof Dr R D Kandou mencatatkan sejarah baru, usai sukses menggelar transplantasi ginjal yang pertama di Indonesia Timur, terselip sepenggal kisah nyata besarnya kasih sayang ibu bagi sang buah hati.
Pasalnya, seperti pernyataan Direktur Utama RSUP Kandou, Dr dr Jimmy Panelewen SpB-KBD, pendonor dan resipien (Penerima Donor, red) dalam operasi ini adalah warga Sulawesi Utara, di mana pendonor merupakan orang tua atau tepatnya Ibu dari resipien.
“Jadi pendonor adalah Ibu dari pasien yang berusia 50 tahun, sedangkan putrinya berusia 22 tahun,” ungkap Dirut Jimmy Panelewen, Sabtu (18/3/2023).
Adapun berkaitan dengan donor ginjal, RSUP Kandou untuk saat ini memang fokus kepada donor transplantasi ginjal dari anggota keluarga sendiri.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko penolakan yang mungkin timbul saat transplantasi.
Sementara biaya operasi kali ini pun sepenuhnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Hal ini tentunya sangat membantu keluarga, sebab biaya untuk pasien umum ada di kisaran Rp450 juta.
Lepas dari kesuksesan tersebut, dirinya berharap agar jajarannya dapat memaknai niat dan semangat, serta roh kegiatan ini, yakni untuk membantu masyarakat.
“Operasi sudah selesai, tapi kegiatan masih belum selesai. Karena itu saya mohon doa bagi pasien,” ujarnya.
Di lain pihak Dr dr Maruhum Bonar H Marbun SpPD-KGH dari tim Transplantasi Ginjal RSCM selaku Rumah Sakit Pengampuh mengakui bahwa operasi telah berjalan dengan lancar.
“Saat ini kita anggap sudah terlihat hal yang positif, tolong bagi teman-teman dilanjutkan,” katanya.
Salah satu tandanya adalah hingga saat ini urin pasien sudah keluar sekitar 1.800 CC.
Namun dikatakannya, untuk beberapa waktu ke depan, kondisi pendonor dan pasien akan tetap dimonitor oleh tim.
“Semua tim harus bekerja sama untuk monitoring karena ada saat tertentu yang sulit maka semua tim harus terlibat dan datang, kapan pun itu,” pungkasnya.
Selanjutnya untuk kegiatan monitoring ini, pendonor biasanya lebih cepat dari resipien yang membutuhkan waktu lebih lama atau bisa sampai dua minggu, jika tak ada komplikasi.
“Setelah stabil dari kurun waktu tiga bulan hingga satu tahun dosis obat akan diturunkan secara bertahap,” katanya.
(jenlywenur)