Manado – Untuk sementara Kapten (Sus) Michiko Moningkey harus meninggalkan tugas kesehariannya sebagai Kepala Urusan Penerangan Pasukan dan Umum Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma.
Dia terpaksa pulang ke kampung halaman, Desa Tataaran I Kecamatan Tondano Selatan, Minahasa, gara-gara anggota keluarganya diteror preman. Ibunya, Sophia (70-an) pernah diancam dengan parang. Lebih sadis lagi, sang adik Yanni digebuk hingga babak belur oleh kelompok begundal di kampung itu.
Masalah yang dihadapi Kapten Michiko bermula dari persoalan sawah seluas 5400 M2 yang gugatannya dimenangkan keluarganya. Tapi pihak penggugat rupanya tidak terima dan menyewa preman untuk menyerobot tanah tersebut.
“Adik saya dihadang kemudian dipukuli sampai babak belur, mama juga sempat diancam akan diparang oleh para preman,” sebut perwira bernama lengkap Michiko Sanra Moningkey SSos itu, Jumat (15/2) kepada wartawan.
Menghadapi masalah seperti itu, Michiko lantas sempat menghadap sejumlah perwira tinggi kepolisian, Angkatan Darat termasuk komandannya di AU daerah ini. Namun sayangnya belum ada penyelesaian pasti, sehingga dia kian khawatir akan keselamatan anggota keluarga.
“Aparat kepolisian Polres Minahasa dan Babinsa belum menuntaskan masalah ini padahal kami sudah melapor, saya khawatir ibu dan adik dalam bahaya oleh preman yang mengaku akan dibayari Rp 75 juta kalau bisa menyingkirkan kami dari lahan itu,” terangnya.
Tak habis akal, Kapten Michiko akhirnya memilih berbicara ke media. Dibantu Sekretaris Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Manado, Ishak Kusrant, sang kapten akhirnya bertemu dengan sejumlah wartawan, termasuk BeritaManado.com, Jumat siang. (alf)
Manado – Untuk sementara Kapten (Sus) Michiko Moningkey harus meninggalkan tugas kesehariannya sebagai Kepala Urusan Penerangan Pasukan dan Umum Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma.
Dia terpaksa pulang ke kampung halaman, Desa Tataaran I Kecamatan Tondano Selatan, Minahasa, gara-gara anggota keluarganya diteror preman. Ibunya, Sophia (70-an) pernah diancam dengan parang. Lebih sadis lagi, sang adik Yanni digebuk hingga babak belur oleh kelompok begundal di kampung itu.
Masalah yang dihadapi Kapten Michiko bermula dari persoalan sawah seluas 5400 M2 yang gugatannya dimenangkan keluarganya. Tapi pihak penggugat rupanya tidak terima dan menyewa preman untuk menyerobot tanah tersebut.
“Adik saya dihadang kemudian dipukuli sampai babak belur, mama juga sempat diancam akan diparang oleh para preman,” sebut perwira bernama lengkap Michiko Sanra Moningkey SSos itu, Jumat (15/2) kepada wartawan.
Menghadapi masalah seperti itu, Michiko lantas sempat menghadap sejumlah perwira tinggi kepolisian, Angkatan Darat termasuk komandannya di AU daerah ini. Namun sayangnya belum ada penyelesaian pasti, sehingga dia kian khawatir akan keselamatan anggota keluarga.
“Aparat kepolisian Polres Minahasa dan Babinsa belum menuntaskan masalah ini padahal kami sudah melapor, saya khawatir ibu dan adik dalam bahaya oleh preman yang mengaku akan dibayari Rp 75 juta kalau bisa menyingkirkan kami dari lahan itu,” terangnya.
Tak habis akal, Kapten Michiko akhirnya memilih berbicara ke media. Dibantu Sekretaris Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Manado, Ishak Kusrant, sang kapten akhirnya bertemu dengan sejumlah wartawan, termasuk BeritaManado.com, Jumat siang. (alf)