Airmadidi-Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XI Manado terus melakukan pelebaran Girian-Kema-Rumbia (MYC), yang menghubungkan Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa Utara (Minut).
Sayangnya, meski rancangan proyek jalan nasional tersebut harusnya melintasi Desa Lansot dan Desa Kema III, namun jalan di dua desa ini justru tak tersentuh pembangunan.
Hal ini disebabkan adanya tuntutan masyarakat terkait biaya ganti rugi pelebaran jalan, sekalipun pihak BPJN XI Manado memastikan tidak tertata biaya ganti rugi untuk pelebaran jalan tersebut.
Hukum Tua Kema III Rasyid Yahya menyayangkan adanya penolakan warga untuk pembangunan jalan tersebut.
“Padahal, kalau jalan nasional itu jadi maka nilai investasi tanah di pinggiranya jadi sangat tinggi. Pelebaran jalan nasional ini adalah kesempatan emas bagi masyarakat untuk mendapat keuntungan lebih besar,” kata Yahya, ditemui BeritaManado.com, Kamis (24/8/2017).
Namun demikian, Yahya menyerahkan keputusan di tangan masyarakat pemilik lahan.
“Saya hanya bisa mengingatkan masyarakat bahwa pelebaran ini untuk kepentingan kita bersama. Karena objek tanah disitu akan lebih meningkat setelah ada pelebaran jalan. Tetapi kalau masyarakat ingin mencari haknya silahkan,” ungkap Yahya.
Sementara itu, buntut permasalahan di Kema III ikut merembes ke Desa Lansot.
Pasalnya, meskipun jalan yang akan diperlebar masuk wilayah Desa Lansot, namun pemilik lahan adalah penduduk Desa Kema III.
“Kalau masyarakat Desa Lansot tidak masalah. Kami menerima adanya pembangunan jalan nasional disini. Tapi tanah-tanah yang bersengketa itu kan milik warga Kema III,” ujar Hukum Tua Desa Lansot Ibrahim Mingkid.
Mingkid tak menepis bahwa jalan di desanya sudah rusak parah karena selalu dilalui kendaraan roda 10 serta alat berat lainnya.
“Sejak awal saya sudah sampaikan kepada masyarakat bahwa disitu tidak ada ganti rugi, jadi tidak ada masyarakat yang komplain. Semoga masalah ini cepat selesai,” harap Mingkid.
Sebelumnya, sebanyak 12 warga terus menuntut ganti rugi lahan yang sudah diambil untuk membangun jalan yang telah dimulai sejak tahun 2015 pada masa pemerintahan Bupati Sompie Singal dan Wabup Yulisa Baramuli.
Menurut Karsuma Donis, salah satu warga pemilik lahan, tuntutan warga timbul setelah meoihat bahwa tanah yang diambil sudah melebihi kesepakatan awal.
“Tadinya kan minta dihibahkan 1,5 meter per orang tapi setelah kami lihat, sudah diambil justru lebih dari itu, ada yang 6 meter sampai 8 meter. Totalnya ada 1 hektar lebih. Makanya kami minta, yang sisanya itu dibayar,” kata Donis beberapa waktu lalu.(findamuhtar)
Airmadidi-Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XI Manado terus melakukan pelebaran Girian-Kema-Rumbia (MYC), yang menghubungkan Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa Utara (Minut).
Sayangnya, meski rancangan proyek jalan nasional tersebut harusnya melintasi Desa Lansot dan Desa Kema III, namun jalan di dua desa ini justru tak tersentuh pembangunan.
Hal ini disebabkan adanya tuntutan masyarakat terkait biaya ganti rugi pelebaran jalan, sekalipun pihak BPJN XI Manado memastikan tidak tertata biaya ganti rugi untuk pelebaran jalan tersebut.
Hukum Tua Kema III Rasyid Yahya menyayangkan adanya penolakan warga untuk pembangunan jalan tersebut.
“Padahal, kalau jalan nasional itu jadi maka nilai investasi tanah di pinggiranya jadi sangat tinggi. Pelebaran jalan nasional ini adalah kesempatan emas bagi masyarakat untuk mendapat keuntungan lebih besar,” kata Yahya, ditemui BeritaManado.com, Kamis (24/8/2017).
Namun demikian, Yahya menyerahkan keputusan di tangan masyarakat pemilik lahan.
“Saya hanya bisa mengingatkan masyarakat bahwa pelebaran ini untuk kepentingan kita bersama. Karena objek tanah disitu akan lebih meningkat setelah ada pelebaran jalan. Tetapi kalau masyarakat ingin mencari haknya silahkan,” ungkap Yahya.
Sementara itu, buntut permasalahan di Kema III ikut merembes ke Desa Lansot.
Pasalnya, meskipun jalan yang akan diperlebar masuk wilayah Desa Lansot, namun pemilik lahan adalah penduduk Desa Kema III.
“Kalau masyarakat Desa Lansot tidak masalah. Kami menerima adanya pembangunan jalan nasional disini. Tapi tanah-tanah yang bersengketa itu kan milik warga Kema III,” ujar Hukum Tua Desa Lansot Ibrahim Mingkid.
Mingkid tak menepis bahwa jalan di desanya sudah rusak parah karena selalu dilalui kendaraan roda 10 serta alat berat lainnya.
“Sejak awal saya sudah sampaikan kepada masyarakat bahwa disitu tidak ada ganti rugi, jadi tidak ada masyarakat yang komplain. Semoga masalah ini cepat selesai,” harap Mingkid.
Sebelumnya, sebanyak 12 warga terus menuntut ganti rugi lahan yang sudah diambil untuk membangun jalan yang telah dimulai sejak tahun 2015 pada masa pemerintahan Bupati Sompie Singal dan Wabup Yulisa Baramuli.
Menurut Karsuma Donis, salah satu warga pemilik lahan, tuntutan warga timbul setelah meoihat bahwa tanah yang diambil sudah melebihi kesepakatan awal.
“Tadinya kan minta dihibahkan 1,5 meter per orang tapi setelah kami lihat, sudah diambil justru lebih dari itu, ada yang 6 meter sampai 8 meter. Totalnya ada 1 hektar lebih. Makanya kami minta, yang sisanya itu dibayar,” kata Donis beberapa waktu lalu.(findamuhtar)