Jakarta, BeritaManado.com — Menteri BUMN Erick Thohir mendapat perhatian dan tanggapan positif dari masyarakat terkait rencananya untuk membeli peternakan di Belgia.
Hal tersebut dinilai cerdas terlebih karena dilakukan Erick untuk menanggulangi ketergantungan impor daging sapi.
Untuk diketahui, selama ini Indonesia selalu melakukan impor daging sapi karena kebutuhan akan daging sapi mencapai 700.000 ton setiap tahunnya.
Sementara ketersediaan di dalam negeri hanya 400.000 ton, sehingga harus mengimpor 300.000 ton setiap tahun.
Untuk memenuhi kekurangan ini, jika mau menambah sapi, dibutuhkan hampir 2 juta sapi dan ini butuh waktu lama karena harus mempersiapkan lahan peternakan serta semua prosedur peternakan sapi.
“Saya melihat ketergantungan kita akan impor sangat tinggi karena kebutuhan yang tidak terpenuhi di dalam negeri. Sementara jika membangun peternakan sendiri butuh waktu lama, maka langkah cepat yang bisa diambil adalah dengan membeli peternakan yang sudah jadi dan besar di luar negeri. Nantinya, Indonesia akan impor daging sapi dari perusahaan BUMN sendiri,” jelas Erick Thohir.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo setuju dengan ide Erick Thohir ini.
Menurut Agus, kenyataannya memang setiap tahun Indonesia harus import daging sapi karena produksi daging sapi nasional belum mencukupi.
“Banyak kendala untuk membangun peternakan sapi potong. Dalam hal pakan ternak misalnya, untuk menghasilkan sapi potong yang diterima oleh industri, pakannya tidak sembarangan, begitu juga usia potong sapi. Petani akan terkendala dalam membesarkan sapi karena harga pakan ternak mahal karena tidak disubsidi oleh APBN,” kata Agus Pambagyo.
Lebih jauh Agus menambahkan, situasi ini membuat peternak memberi pakan rumput atau pakan lain yang membuat sapi tidak tumbuh sesuai standard industri, atau lebih jelek lagi, sapi terpaksa dipotong sebelum waktunya.
Terkait ide BUMN untuk membeli peternakan di luar negeri, Agus Pambagyo menyebut itu bukan ide baru.
Tahun 2013 Dahlan Iskan pernah mengeluarkan ide serupa, namun tidak sempat dilaksanakan, apalagi untuk pelaksanaannya perlu kehati-hatian dan perlu dilakukan dengan perhitungan yang matang.
Lembaga pengawasan misalnya BPK dan KPK pun perlu dilibatkan terutama tentang due dilligence atas peternakan yang akan dibeli apakah sudah dilakukan atau belum.
Hal senada datang dari mantan pimpinan KPK yang juga aktivis anti korupsi, Erry Riyana Hardjapamekas.
Menurut Erry, sepanjang proses penyusunan kebijakannya dilakukan berdasarkan data yang akurat dan sahih, serta mengikuti prinsip-prinsip tata kelola yang baik, hal itu dapat dilakukan.
“Apalagi kebijakan tersebut diambil demi memenuhi kebutuhan rakyat banyak,” ucap Erry.
Ide pembelian peternakan sapi di luar negeri ini sebetulnya sudah lebih dulu dilakukan negara tetangga Malaysia dan Brunei.
Salah satu contoh, pada Mei 2019 SEDC (Sarawak Economic Development Corporation) membeli peternakan besar di Australia dan berhasil menjadi pemimpin pasar pemasok daging di ASEAN, Timur Tengah serta Australia sendiri.
(***/srisurya)