Oleh
Henry Roy Somba, ST*
Beberapa tahun terakhir ini, sejumlah titik di Kota Bitung terendam air saat hujan (banjir). Pemandangan yang miris saat dilaksanakan kegiatan gerak jalan pada awal Agustus lalu sementara jalan-jalan terendam air.
Terakhir terjadi pemandangan yang menjadi perhatian saat Walikota Bitung hadir pada kegiatan yang digagas oleh Pemerintah Kecamatan Maesa pagi tadi di pusat Kota Bitung.
Masalah ini harus segera dipecahkan oleh Pemkot Bitung untuk dicari penyelesaiannya. Ini masalah serius yang perlu penanganan cepat karena kejadian seperti ini sudah sering terjadi, apalagi musim yang sulit kita duga sekarang ini.
Menurut saya, hal ini disebabkan infrastruktur drainase yang buruk di dalam kota dan berkurangnya area resapan air baik di dalam kota karena perluasan pembangunan maupun di wilayah dataran yang lebih tinggi karena rusaknya sistem alam.
Sebagai contoh perumahan-perumahan yang ada di sepanjang jalan 46 tidak memiliki drainase yang memadai namun mengirim air dalam volume yang cukup besar karena kiriman air dari seputaran kaki Gunung Duasudara.
Sebaiknya ada sistem drainase yang mampu menampung volume air yang besar untuk diteruskan ke laut. Karena daya tampung yang kurang ditambah kerusakan drainase dalam kota maka menyebabkan air meluap dan menggenangi wilayah sekitar.
Selain itu perlu ada upaya nyata Pemkot untuk melestarikan wilayah belakang permukiman sepanjang jalan 46 dan daerah dataran tinggi lainnya agar bisa berfungsi sebagai daerah resapan air yang bisa mengurangi volume air yang terkirim ke kota dan hal ini harus diperkuat dengan regulasi penetapan wilayah-wilayah resapan air dalam revisi perda RTRW nanti selain itu perlu juga adanya tindakan nyata untuk penegakan hukum bagi para perusak alam sebagaimana diatur dalam UU Lingkungan Hidup.
Apalagi baru-baru ini pemkot mendapatkan gelar Adipura 2017 yang bukan sekedar kota bersih namun kota yang seharusnya lestari alamnya sesuai kriteria penilaian Adipura 2017.(***)
*Pemerhati Tata Kota & Lingkungan
Oleh
Henry Roy Somba, ST*
Beberapa tahun terakhir ini, sejumlah titik di Kota Bitung terendam air saat hujan (banjir). Pemandangan yang miris saat dilaksanakan kegiatan gerak jalan pada awal Agustus lalu sementara jalan-jalan terendam air.
Terakhir terjadi pemandangan yang menjadi perhatian saat Walikota Bitung hadir pada kegiatan yang digagas oleh Pemerintah Kecamatan Maesa pagi tadi di pusat Kota Bitung.
Masalah ini harus segera dipecahkan oleh Pemkot Bitung untuk dicari penyelesaiannya. Ini masalah serius yang perlu penanganan cepat karena kejadian seperti ini sudah sering terjadi, apalagi musim yang sulit kita duga sekarang ini.
Menurut saya, hal ini disebabkan infrastruktur drainase yang buruk di dalam kota dan berkurangnya area resapan air baik di dalam kota karena perluasan pembangunan maupun di wilayah dataran yang lebih tinggi karena rusaknya sistem alam.
Sebagai contoh perumahan-perumahan yang ada di sepanjang jalan 46 tidak memiliki drainase yang memadai namun mengirim air dalam volume yang cukup besar karena kiriman air dari seputaran kaki Gunung Duasudara.
Sebaiknya ada sistem drainase yang mampu menampung volume air yang besar untuk diteruskan ke laut. Karena daya tampung yang kurang ditambah kerusakan drainase dalam kota maka menyebabkan air meluap dan menggenangi wilayah sekitar.
Selain itu perlu ada upaya nyata Pemkot untuk melestarikan wilayah belakang permukiman sepanjang jalan 46 dan daerah dataran tinggi lainnya agar bisa berfungsi sebagai daerah resapan air yang bisa mengurangi volume air yang terkirim ke kota dan hal ini harus diperkuat dengan regulasi penetapan wilayah-wilayah resapan air dalam revisi perda RTRW nanti selain itu perlu juga adanya tindakan nyata untuk penegakan hukum bagi para perusak alam sebagaimana diatur dalam UU Lingkungan Hidup.
Apalagi baru-baru ini pemkot mendapatkan gelar Adipura 2017 yang bukan sekedar kota bersih namun kota yang seharusnya lestari alamnya sesuai kriteria penilaian Adipura 2017.(***)
*Pemerhati Tata Kota & Lingkungan