Rantai Birokrasi BPN Njelimet
Jakarta – Penanganan perkara pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) masih lambat. Mayoritas birokrat di BPN masih memiliki cara pandang usang dalam menyelesaikan sebuah masalah. Rantai birokrasi panjang dan njelimet makin memerparah keadaan. Kondisi ini menumbuhkembangkan calo dan mafia tanah. Akselarasi BPN dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) harus lebih kencang lagi.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen KPA) Iwan Nurdin menilai, kinerja lembaga pimpinan Hendarman Supandji seperti mobil mogok. Beragam persoalan yang mengelayuti BPN disebabkan masih tertanamnya paradigma lama. Seperti penyelesaian sebuah perkara membutukan waktu lama.
“Paradigma birokrat harus dirubah. Ini harus dilakukan karena tuntutan zaman,” kata Nurdin di Jakarta, Minggu (12/05)
Sebagai contoh, dalam sertifikasi tanah milik warga, setiap kantor BPN memerlukan waktu yang berbeda-beda dalam menyelesaikannya. Ada yang membutuhkan waktu lima hingga 12 bulan. Bahkan, dalam sejumlah kasus, warga sudah mengajukan permohonan dan biaya yang diperlukan sudah dilunasi jauh hari sebelumnya. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan terus menerus.
Tidak itu saja. Upaya BPN dalam meningkatkan kinerja tidak berjalan lurus dengan program yang ada. Seperti upaya percepatan pengukuran tanah di setiap kantor BPN berbeda. Ini disebabkan tidak semua kantor BPN memiliki Cors—sebuah alat pengukuran tanah yang menggunakan metode pengukuran digital. “Padahal, BPN berulangkali berjanji fokus dalam merealisasikan percepatan pelayanan administrasi pertanahan bagi masyarakat,” tambah Nurdin.
Karena kondisi tersebut, masih banyak masyarakat yang belum secara langsung datang ke BPN. Mereka masih mempercayakan penyelesaian masalahnya dengan BPN menggunakan jasa orang lain. Artinya, dengan begitu program Mobil Larasita yang dijual BPN belum mampu bekerja maksimal. “Bila tidak ada penanganan maka dikhawatirkan akan dimanfaatkan calo dan mafia tanah,” tegas Nurdin. (**/jerry)
Rantai Birokrasi BPN Njelimet
Jakarta – Penanganan perkara pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) masih lambat. Mayoritas birokrat di BPN masih memiliki cara pandang usang dalam menyelesaikan sebuah masalah. Rantai birokrasi panjang dan njelimet makin memerparah keadaan. Kondisi ini menumbuhkembangkan calo dan mafia tanah. Akselarasi BPN dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) harus lebih kencang lagi.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen KPA) Iwan Nurdin menilai, kinerja lembaga pimpinan Hendarman Supandji seperti mobil mogok. Beragam persoalan yang mengelayuti BPN disebabkan masih tertanamnya paradigma lama. Seperti penyelesaian sebuah perkara membutukan waktu lama.
“Paradigma birokrat harus dirubah. Ini harus dilakukan karena tuntutan zaman,” kata Nurdin di Jakarta, Minggu (12/05)
Sebagai contoh, dalam sertifikasi tanah milik warga, setiap kantor BPN memerlukan waktu yang berbeda-beda dalam menyelesaikannya. Ada yang membutuhkan waktu lima hingga 12 bulan. Bahkan, dalam sejumlah kasus, warga sudah mengajukan permohonan dan biaya yang diperlukan sudah dilunasi jauh hari sebelumnya. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan terus menerus.
Tidak itu saja. Upaya BPN dalam meningkatkan kinerja tidak berjalan lurus dengan program yang ada. Seperti upaya percepatan pengukuran tanah di setiap kantor BPN berbeda. Ini disebabkan tidak semua kantor BPN memiliki Cors—sebuah alat pengukuran tanah yang menggunakan metode pengukuran digital. “Padahal, BPN berulangkali berjanji fokus dalam merealisasikan percepatan pelayanan administrasi pertanahan bagi masyarakat,” tambah Nurdin.
Karena kondisi tersebut, masih banyak masyarakat yang belum secara langsung datang ke BPN. Mereka masih mempercayakan penyelesaian masalahnya dengan BPN menggunakan jasa orang lain. Artinya, dengan begitu program Mobil Larasita yang dijual BPN belum mampu bekerja maksimal. “Bila tidak ada penanganan maka dikhawatirkan akan dimanfaatkan calo dan mafia tanah,” tegas Nurdin. (**/jerry)