Manado, BeritaManado.com — Kepala Kejaksaan Negeri Manado Maryono SH, MH menjelaskan penanganan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) 2018 telah dilakukan secara profesional.
Menurutnya, semula memang Kejari sudah menetapkan tersangka tetapi seiring berjalannya waktu, tersangka keberatan.
Karena dari hasil audit ternyata bukan hasil dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) sebagai lembaga yang berwenang.
“Tapi audit itu dibikin oleh Jaksa bersama Politeknik dan audit internal Kejaksaan. Waktu itu ketemu kerugian sekitar Rp300 juta oleh karena itu kami expose ulang di internal, kami sepakat supaya berimbang dan obyektif kami minta tolong audit ke lembaga yang resmi yaitu BPKP,” ungkapnya.
Kemudian oleh BPKP ditindaklanjuti dengan turun lapangan bersama Politeknik, Jaksa Penyidik, rekanan, PPK dan lain-lain.
Ternyata apa yang tadinya tidak ditemukan oleh rekan penyidik, sebenarnya barang itu ada.
“Seperti contohnya taman. Taman di situ ada bunga, palem, tanah, pot, waktu diperiksa karena penyidik kami hanya melihat kondisi sekarang barang itu memang sudah ada. Tapi waktu penyerahan 100% ada dokumen-dokumennya barang itu ada, bunganya ada, tanahnya ada, potnya ada,” beber Kajari.
Namun memang masih ada sebagian yang kurang sehingga kemudian ditemukan kerugiannya sekitar Rp75 juta.
Dari jumlah itu ternyata oleh para tersangka ditindaklanjuti dengan membayar dititip ke kas negara.
“Mungkin dalam membayar ini mereka (tersangka) patungan untuk membayarnya. Ini mungkin yang diduga ada rekening itu,” jelasnya.
Dari kondisi seperti ini, pihak Kejari telah laporkan ke pimpinan yang namanya laporan perkembangan penyidikan.
Intinya dari hasil perkembangan audit pertama ada perbaikan audit.
Karena ternyata ada keputusan dari Mahkamah Agung, lembaga resmi yang boleh mengaudit itu BPK atau BPKP.
Sedangkan Politeknik berdasarkan keputusan MA itu dilarang.
“Itu ada putusannya di Sulawesi Selatan,” tegasnya
Karena nilai kerugiannya relatif kecil sehingga ada petunjuk dari pimpinan yang membolehkan dilakukan kebijakan dengan alasan kerugian negara sudah tidak ada lagi.
“Maka atas kesepakatan expose perkara kami hentikan dan tindakan kami ini telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi. Setelah dilaporkan biasanya bisa jadi Kejati minta di expose ulang tapi karena ini didiamkan kami anggap karena tidak di expose ulang sehingga perkara ini kami hentikan,” terangnya.
Jadi menurut Maryono perkara ini murni profesional dan tidak ada unsur lain.
(BennyManoppo)