Manado – Pemberitaan sebelumnya, Pemprov Sulut melalui Kabag Humas Christian Iroth menyatakan bahwa batalnya pelantikan Elly Engelbert Lasut dan Mochtar Parapaga diawali dengan ketidakjujuran.
Caleg DPR RI terpilih Hillary Brigitta Lasut SH, LLM, menyayangkan pernyataan tersebut karena dinilai tidak substansial.
“Penilaiannya simple saja, mungkin dia kurang membaca, tidak fokus dan butuh liburan,” jelas Hillary melalui pesan tertulis kepada BeritaManado.com, Selasa (6/8/2019).
“Jangan sampai masyarakat malah kehilangan kepercayaan karena humas Pemprov malah jadi corong yang asal bunyi bersusah payah menggiring opini publik kepada pertanyaan dan permasalahan yang terkesan dibuat-buat,” tambah kandidat doktor hukum ini.
Lanjut Hillary, pernyataan seperti itu merupakan penghinaan besar kepada Mahkamah Konstitusi, KPU, Bawaslu, Kejaksaan Talaud (yang turut memverifikasi keabsahan dokumen) dan Kementrian Dalam Negeri (yang secara tidak langsung sudah menyatakan E2L siap dilantik dengan menerbitkan SK Pelantikan).
“Ini sikap yang sangat meremehkan Mendagri seakan menganggap semua lembaga yang sudah terlibat dan mengesahkan itu orang-orang bodoh yang tidak mengerti aturan. Tindakan yang sangat keliru untuk karirnya ke depan,” ujar alumnus SMAN 1 Manado ini.
Mengenai keputusan MA, Hillary Lasut balik bertanya apakah pihak Pemprov Sulut sudah membaca dengan saksama putusan tersebut? Karena MA menolak gugatan TUN Elly Lasut terhadap SK Mendagri yang menyatakan Elly Lasut diberhentikan setelah selesai masa jabatan yaitu tahun 2014.
Faktanya, Elly Lasut sudah menerima keputusan inkrah tahun 2011 dan Undang-Undang Pemda menyatakan bahwa kepala daerah harus diberhentikan dari jabatannya jika sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Bahwa setiap tindakan/keputusan yang diambil oleh pejabat tata usaha negara harus ada DASAR HUKUM nya.
“Ingat! SK Mendagri tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang Pemerintahan Daerah Pasal 83. Penolakan MA terhadap gugatan Elly Lasut sama sekali tidak mempertimbangkan materi hukum dan keputusannya tidak merubah materi atau sifat dari SK Mendagri itu,” jelas Hillary.
Lanjut Hillary Lasut, merubah SK Mendagri itu (asas contrarius actus ) kewenangannya ada pada Mendagri dan ternyata kemudian Mendagri merevisi/membetulkan SK Pemberhentian Elly Lasut menjadi tahun 2011 sudah sesuai dengan ketentuan kewenangan pejabat tata usaha negara.
“Otomatis SK yang baru sudah diterbitkan, SK lama yang telah digugat di PT TUN sampai kasasi MA tidak lagi digunakan, pada peraturan sederajat seperti SK Mendagri, peraturan yang baru melumpuhkan peraturan yang lama. Jadi, peraturan yang lama tidak berlaku lagi jika sudah diterbitkan peraturan yang baru (asas Lex Posterior Derogat Legi Priori),” jelas Hillary.
Sehingga menurut Hillary Lasut, membatalkan atau mengubah SK Mendagri menjadi kewenangan Mendagri dan adanya keputusan terbaru menjadikan keputusan lama tidak berlaku lagi.
“Sehingga jika dihitung dari SK pemberhentian 2011 masa periode Elly Lasut baru 2 tahun 1 bulan. Artinya belum mencapai 2 periode. Semoga ini bisa menjadi informasi hukum untuk tidak lagi menunda pelantikan,” jelas Hillary.
Sebelumnya diberitakan media, kasus batalnya pelantikan Elly Englebert Lasut (E2L) dan Mochtar Parapaga sebagai bupati dan wakil bupati kabupaten kepulauan Talaud sebenarnya telah diawali dengan ketidakjujuran.
Menurut Kepala Bagian Humas Pemprov Sulut, Christian Iroth, bukan tanpa alasan kasus ini diawali ketidakjujuran.
Pertama, sudah ada SK Kemendagri tahun 2014 yang menyatakan E2L sudah menjabat bupati 2 periode.
Namun E2L tidak menerima sehingga menggugat ke Mahkamah Agung (MA).
Christian Iroth menyebut di sinilah letak permasalahan, karena dalam proses hukum gugatan SK, keluar SK tahun 2017 yang menyatakan Elly Lasut belum 2 periode menjabat Bupati Talaud yang ditandatangani Sekretaris Dirjen, atau pejabat 2 tingkat di bawah menteri dan menggunakan cap dirjen, SK harusnya dicap menteri.
“Sebenarnya dalam proses gugatan, harusnya tidak ada tindakan atau aktivitas lain sebelum ada putusan yang sah kecuali gugatan dicabut,” ujar Christian kepada media, Minggu (4/8/2019).
Sementara proses gugatan, keluar SK perubahan pada bulan Juni 2017 yang digunakan E2L untuk mendaftar sebagai calon bupati.
Sekitar dua bulan berikutnya, bulan Agustus, MA mengeluarkan putusan menolak gugatan, karena kasusnya sudah kedaluwarsa yang secara otomatis SK menteri (2014) yang menyatakan Elly Lasut dua periode masih sah.
“Saya katakan ada ketidakjujuran, pertama yang bersangkutan tahu bahwa SK Menteri yang menyatakan dua periode masih sah,” kata Christian.
Kedua, kenapa masih dalam status gugatan di MA, Elly Lasut mengajukan perubahan SK dan juga tidak dikonsultasikan ke Pemprov Sulut?
Inilah yang kemudian dipertanyakan Pemprov Sulut ke Kementerian Dalam Negeri yang sampai saat ini belum dijawab. Padahal mungkin kalau sudah dijawab Kemendagri, pelantikan kepala daerah Talaud sudah dilaksanakan.
“Tapi pertanyaan kenapa belum di jawab (Kemendagri)? Siapa bilang Gubernur melawan undang-undang?” Pungkas alumnus IPDN ini.
(***/JerryPalohoon)