Manado, BeritaManado.com – Transplantasi ginjal tentunya masih merupakan hal yang asing di telinga masyarakat Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Kekinian, hal itu mulai santer terdengar usai RSUP Prof Dr R D Kandou Manado menjadi yang pertama di wilayah Indonesia Timur menggelar operasi ini, pada Maret 2023 lalu.
Namun di mata masyarakat, masih banyak hal yang belum dimengerti yang hingga mempengaruhi tingkat kepercayaan akan langkah ini.
Salah satu polemik yang ada adalah soal tingkat harapan hidup dari pasien, baik itu resipien maupun donor.
Selain itu, aktivitas donor maupun resipien yang tentunya sama-sama hanya memiliki satu ginjal pasca transplantasi turut menjadi perhatian.
Lantas, bagaimana kata para ahli dari Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) selaku rumah sakit pengampuh yang belum lama ini melakukan pendampingan untuk tim transplantasi dari RS Kandou Manado?
Tingkat Harapan Hidup
Berbicara soal transplantasi ginjal, Dr dr Maruhum Bonar H Marbun SpPD-KGH mengatakan, Indonesia konon telah memiliki pengalaman transplantasi lebih dari 50 tahun.
Hanya saja pencatatan yang kurang baik menyebabkan data yang ada hanya untuk 10 tahun terakhir.
Kata dia, prinsipnya transplant adalah satu-satunya tindakan yang harus transparan.
Artinya, tegas dia, donor yang dikerjakan tidak boleh dikomersialisasi.
“Jadi apa yang dikerjakan harus tercatat secara luas. Sebab trasnplant pasti tersorot dunia internasional, itu tak bisa ditutup-tutupi,” ungkap Dr Bonar, pasca transplantasi ginjal di RS Kandou Manado, Minggu (28/7/2024).
Lanjut Dr Bonar juga menyoroti soal harapan hidup pasien, baik resipien dan donor.
Kata dia, harapan hidup di Indonesia hampir sama dengan yang ada negara lain.
“Dari data kami selama 10 tahun itu, harapan hidup ada di angka 92-93 persen,” pungkasnya.
Aktivitas Pasien Pasca Operasi
Ahli dari RSCM lainnya, Prof Dr dr Nur Rasyid SpU(K), memberikan catatan menarik terkait apa yang bisa dilakukan oleh donor atau resipien setelah transplantasi ginjal.
Dirinya menyoroti soal stigma negatif yang menyebut bahwa seorang yang hanya memiliki satu ginjal tidak bisa lagi bekerja keras.
“Itu salah! Yang benar setelah jadi donor adalah hidup sehat,” kata dia.
Menurutnya, hal yang paling utama adalah donor maupun resipien harus disiplin mengutamakan hidup sehat.
Semisal kata dia, pasien pasca operasi jangan tambah gemuk, jangan malas bergerak, dan lainnya.
“Bahkan saya bilang kalau Anda awalnya kuli bangunan, jadi kuli lagi nda apa-apa. Jadi aktivitas berat pun oke dilakukan,”
Walau demikian, dirinya tetap menekankan kepada para pasien untuk tetap berhati-hati.
Kata dia, karena hanya memiliki satu ginjal maka pasien diingatkan untuk tidak melakukan aktivitas yang berisiko menyebabkan ginjal terbentur keras.
“Jadi jangan berolahraga yang bisa menyebabkan ginjal yang satu terpukul, misalnya karate. Apalagi untuk penerima karena ginjalnya nanti ada di perut bagian depan,” jelasnya.
Jika hal itu bisa dilakukan, kata dia, pasien tidak perlu khawatir untuk beraktivitas layaknya orang normal.
“Dari data yang ada menyebut bahwa setelah 10 tahun, dari 100 orang maka ada 92 orang yang masih sehat. Ini angka yang sama dengan internasional, tapi ini hanya bisa berhasil karena kerja sama semua pihak, termasuk pihak keluarga,” pungkasnya.
(jenlywenur)