TANGGAL 28 Oktober 2011 lalu sangat bersejarah untuk dikenang dan baiknya diperingati ke depan hari. Mengapa? Karena pada tanggal ini mulai terbangun landasan kebijakan dan landasan hukum upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tanggal ini pantasnya diusulkan menjadi Hari Kesejahteran Sosial Indonesia. Ini tentu jelas sekadar usulan semata, karena pada tanggal ini, 559 anggota DPR-RI periode 2009-2014 sepakat meluluskan produk perundangan strategis yaitu yang terkait dengan jaminan sosial, yaitu Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU-BPJS).
Saya jelas bangga bisa turut serta dalam perjuangan membentuk UU itu, yaitu sejak di Badan Legislasi, Komisi IX dan Panitia Kerja BPJS serta akhirnya pada sidang paripurna DPR-RI. UU itu tak pelak memang sangat strategis, karena perundangan ini akan menjadi ‘payung’ bagi upaya pemerintah ke depan dalam mewujudkan salah satu perintah hakiki dari dasar negara kita Pancasila, serta tugas fungsi negara dalam konstitusi kita.
UU bestari itupun akhinrya ditandatangani Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhitung tak lebih dari waktu sebulan sesudah disepakati DPR, tepatnya pada 25 November 2011. Produk DPR itu secara administratif diklasifikasikan sebagai Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Populernya disebut ringkas sebagai ‘UU BPJS’.
Dalam runutan sejarahnya, UU BPJS ini adalah perwujudan dari amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial nasional (UU SJSN). Dua UU yang saling berkait ini pantas disebut sebagai produk perundangan strategis dalam upaya ‘melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum’. Sebuah frase imperatif bagi negara RI yang dapat kita baca dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Dua UU itupun tak berlebuhan jika disebut cukup untuk diajukan sebagai bukti bahwa para aparatus negara sungguh berupaya untuk membuat negara RI ini berfungsi dan terhindar dari takdir bayag-bayang suram negara gagal (failed state).
Dengan UU SJSN ini, seluruh rakyat Indonesia sejak lahir hingga meninggal sejatinya akan dijamin memperoleh 5 (lima) jaminan sosial dasar, yaitu: Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian.
Adapun UU BPJS menetapkan 2 (dua) buah BPJS, yaitu: Pertama, BPJS Kesehatan, yang akan beroperasi per 1 Januari 2014. Badan inilah akan bertugas menyelenggarakan dan mewujudkan program jaminan kesehatan. Sedang, Kedua, BPJS Ketenagakerjaan yang juga akan hadir terhitung per 1 Januari 2014 nanti, namun nantinya secara resmi nanti beroperasi penuh paling lambat 1 Juli 2015. Badan kedua ini yang akan menyelenggarakan Program Jaminan Hari Tua, Program Jaminan Pensiun, Program Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Program Jaminan Kematian.
Saat ikut menyetujui RUU BPJS menjadi UU, saya sangat sadar bahwa pengesahan UU-BPJS bukan akhir dari perjuangan mewujudkan jaminan sosial nasional, namun sekadar awal saja dari upaya memastikan seluruh rakyat Indonesia mendapatkan jaminan sosial, khususnya jaminan kesehatan sejak lahir sampai ke liang lahat.
Transformasi PT. ASKES menjadi BPJS Kesehatan dan PT. JAMSOSTEK menjadi BPJS adalah langkah mempersiapkan kelembagaan yang kuat. Kesehatan dan Ketenagakerjaan jelas bukan pekerjaan mudah. Karena itu, hakikinya, transformasi kelembagaan itu memerlukan perencanaan dan perhitungan matang, baik kesiapan sarana dan prasarana penunjang, maupun sosialisasi kepada masyarakat luas.
Saya bersyukur bisa ditempatkan Partai Golkar di Komisi IX DPR RI yang membidangi masalah kesehatan dan tenaga kerja. Karena posisi ini, saya bisa ikut berperan mengawasi secara langsung program pemerintah untuk mempersiapkan beroperasinya BPJS Kesehatan per 1 Januari 2014 mendatang. Sebagai anggota Komisi IX DPR-RI, sesudah itu, saya secara kolektif dengan anggota DPR lainnya akan mengawasi setiap tahapan persiapan beroperasinya BPJS Kesehatan yang dilaksanakan Pemerintah.
Selain itu, sebagai anggota Komisi IX DPR RI sekaligus anggota Panja BPJS, saya mendorong dan mendukung pemerintah dalam upayanya menambah infrastruktur layanan kesehatan dasar, khususnya layanan kelas tiga. Upaya Pemerintah tersebut antara lain, adalah membangun dan memperbaiki puskesmas, rumah sakit, penguatan SDM, dan pembangunan rumah sakit tanpa kelas di wilayah-wilayah terpencil yang belum memiliki puskesmas rawat inap.
Sisa waktu kerja, sekitar 5 bulan ke depan, jelas akan saya manfaatkan semaksimal mungkin untuk memantapkan persiapan beroperasinya BPJS kesehatan. Pemerintah harus didorong agar pelayanan kesehatan di dalam sistem jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan BPJS dapat berjalan semulus mungkin, sehingga seluruh rakyat menikmati pelayanan kesehatan.
Dalam kaitan itulah akhirnya, saya mengajak seluruh pihak, bersama DPR RI, aktif melakukan upaya-upaya pengawasan setiap tahapan persiapan beroperasinya BPJS Kesehatan sembari memberikan masukan – masukan konstruktif. (Aditya Anugrah Moha)