Manado, BeritaManado.com — Para periode libur natal dan tahun baru (Nataru) 2024-2025, kasus uang palsu dalam jumlah besar sempat menghebohkan publik.
Namun, penanganan yang cepat dari pihak terkait membuat dampak dari kasus tersebut tidak makin meluas.
Keberadaan Rupiah sebagai mata uang resmi Negara Indonesia juga tidak diragukan dan hingga kini tidak ada laporan resmi tentang hal itu di Sulawesi Utara.
Meski ada upaya dari pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memalsukan Rupiah, namun, masyarakat pun di minta untuk tidak terpengaruh.
Masyarakat perlu tahu bahwa kualitas uang palsu yang diproduksi selama ini masih relatif sangat rendah.
Orang awam atau masyarakat biasa pun dapat memastikan keasliannya dengan metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) yang selama ini dikampanyekan Bank Indonesia, yaitu Cinta , Bangga, Paham (CBP) Rupiah.
Mengapa demikian? Perlu diketahui, Bank Indonesia terus berupaya melakukan penguatan kualitas uang Rupiah.
Itu adalah salah satu cara agar uang Rupiah jadi lebih mudah dikenali dan jadi makin sulit untuk dipalsukan.
Kualitas uang Rupiah bahkan sudah diakui oleh dunia, di mana uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2022 terpilih sebagai Seri Uang Terbaik (Best New Banknote Series) pada IACA Currency Awards 2023 dan penghargaan untuk Uang Rupiah kertas pecahan Rp50.000 TE 2022 pada bulan November 2024 meraih peringkat ke-2 dunia untuk pecahan yang paling aman dan yang paling sulit dipalsukan di dunia (World’s Most Secure Currencies) dengan 17 unsur pengaman canggih versi BestBrokers.
Penghargaan ini merupakan pengakuan dunia internasional atas keunggulan fitur keamanan dan desain Uang Rupiah.
Lebih dalam, Renold Asri, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulut menegaskan, dengan kualitas uang yang dimiliki saat ini, maka tindakan yang membuktikan keaslian uang adalah dengan metode sederhana, 3D, yaitu dilihat, diraba, diterawang.
Masyarakat tidak perlu melakukan tindakan lainnya yang dapat merusak uang, seperti membelah uang.
Sebagaimana barang yang memiliki ketebalan, uang Rupiah kertas dalam kondisi apapun (baik masih layak edar ataupun sudah lusuh) juga dapat dibelah menggunakan teknik atau metode tertentu.
Membelah uang Rupiah juga merupakan salah satu tindakan yang dapat dikategorikan dalam merusak uang dan merupakan pelanggaran dengan sanksi pidana.
Pasal 35 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, masyarakat juga dapat menggunakan alat bantu berupa lampu ultraviolet (UV) untuk mengidentifikasi ciri keaslian uang Rupiah kertas yang memendar dalam beberapa warna.
Diketahui bahwa uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu UV berkualitas sangat rendah dan memiliki pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang Rupiah asli.
Selain itu, secara visual uang palsu dimaksud sangat mudah diidentifikasi tanpa perlu menggunakan bantuan lampu UV.
“Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk tidak perlu khawatir dalam bertransaksi menggunakan uang Rupiah dan tetap berhati-hati dengan mengecek keaslian uang cukup melalui metode 3D,” ujar Reynold.
Bank Indonesia juga senantiasa mengingatkan masyarakat mengenai hukuman terhadap tindak pidana Uang Rupiah.
Sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang Pasal 36, setiap orang yang memalsu Rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Selain itu, setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Bank Indonesia secara berkala berkoordinasi dengan seluruh unsur Botasupal (BIN, Polri, Kejaksaan, DJBC), perbankan, dan instansi terkait lainnya dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan uang palsu.
Selain itu, melalui edukasi yang dilakukan dalam program CBP Rupiah, Bank Indonesia senantiasa melakukan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah serta menghimbau masyarakat untuk memastikan keaslian uang Rupiah.
Bank Indonesia juga turut menghimbau masyarakat untuk senantiasa menjaga dan merawat uang Rupiah dengan baik guna memudahkan masyarakat dalam mengenali keaslian uang rupiah.
“Untuk itu, masyarakat agar senantiasa menerapkan 5 Jangan: Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Diremas, dan Jangan Dibasahi,” kata Reynold.
Diseminasi informasi ciri keaslian uang Rupiah secara kontinu dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi publik, konten media sosial, dan website Bank Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia, temuan uang palsu menunjukkan tren yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya kualitas uang (bahan uang, teknologi cetak, dan unsur pengaman) yang semakin modern dan terkini, di samping adanya literasi CBP Rupiah nasional secara masif dan koordinasi rutin dengan seluruh unsur Botasupal.
Sepanjang tahun 2024 rasio uang palsu tercatat sebesar 4 ppm (piece per million atau 4 lembar dalam setiap 1 juta uang yang beredar), atau lebih rendah dari tahun 2022 dan 2023 pada 5 ppm, 2021 pada 7 ppm, dan 2020 pada 9 ppm.
Selanjutnya, sebagai upaya represif Bank Indonesia mendorong pengenaan sanksi yang lebih tinggi kepada pelaku tindak pidana uang palsu sebagaimana amanat UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
(srisurya)