
Jakarta, BeritaManado.com — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengingatkan masyarakat mengenai potensi risiko penyerobotan lahan bagi pemilik sertifikat tanah yang diterbitkan antara tahun 1961 hingga 1997.
Pasalnya, sertifikat tanah yang diterbitkan pada periode tersebut sering kali tidak dilengkapi dengan peta kadastral yang jelas sehingga menyebabkan sulitnya mengetahui lokasi dan batas kepemilikan tanah.
Menurut Nusron, ketiadaan peta kadastral pada sertifikat tanah tersebut membuat batas-batas kepemilikan tanah menjadi kabur dan sering kali tidak diketahui secara pasti.
Hal ini berisiko tinggi karena memudahkan pihak lain untuk mengklaim atau bahkan menyerobot tanah yang seharusnya menjadi hak pemiliknya.
Nusron menegaskan bahwa transformasi sertifikat tanah yang diterbitkan pada periode 1961-1997 ke bentuk elektronik menjadi langkah penting untuk menghindari risiko penyerobotan.
Sertifikat elektronik tidak hanya akan memudahkan pemilik tanah dalam mengakses informasi terkait tanah mereka, tetapi juga dilengkapi dengan peta kadastral yang menunjukkan batas-batas kepemilikan tanah dengan jelas.
“Ada sertifikatnya, di belakangnya tidak ada peta kadastral sehingga itu potensi tidak diketahui di mana lokasinya dan potensi bisa diserobot orang,” kata Nusron saat diskusi dengan awak media di Jakarta, dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com, Rabu (19/3/2025).
Nusron mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan momentum Idul Fitri 2025/1446 Hijriah sebagai kesempatan untuk mengubah sertifikat tanah mereka yang diterbitkan pada 1961-1997 menjadi sertifikat elektronik.
Di tengah kesibukan berkumpul dengan keluarga di kampung halaman, masyarakat diharapkan dapat segera memproses transformasi sertifikat tanah mereka.
BPN pun telah menyebut jenis sertifikat ini sebagai sertifikat KW-456 dan menawarkan kemudahan dalam proses konversi ke sertifikat elektronik yang dilengkapi dengan peta kadastral.
“Mumpung momentum Idul Fitri, ngumpul keluarga di kampung masing-masing, kalau bisa dimigrasi/ditransformasi ke sertifikat elektronik supaya langsung ada peta kadastralnya,” ujar Nusron.
Langkah ini sangat penting untuk memastikan pemilik tanah mengetahui dengan pasti lokasi dan batas tanah yang mereka miliki.
Dengan adanya sertifikat elektronik dan peta kadastral yang jelas, risiko penyerobotan tanah dapat diminimalkan, serta hak kepemilikan tanah lebih terlindungi.
Meskipun selama Lebaran banyak kantor tutup, Nusron memastikan bahwa kantor BPN di beberapa wilayah tertentu tetap membuka pelayanan dasar untuk membantu masyarakat yang ingin memproses perubahan sertifikat tanah mereka.
Pelayanan dasar yang diberikan meliputi proses balik nama sertifikat serta pengecekan dan pemadanan data sertifikat yang masih menggunakan format lama agar segera diproses ke format elektronik.
Menurut Nusron, masalah pertanahan di Indonesia sangat kompleks, dan tanah menjadi cermin dari masalah sosial. Sertifikat tanah yang terbit pada masa lalu sering kali mengalami tumpang tindih, terutama di kawasan-kawasan padat penduduk seperti Jabodetabek.
Di daerah seperti Jakarta, banyak orang yang tidak mengetahui riwayat tanah mereka, sehingga dapat terjadi perselisihan atau klaim yang saling bertentangan antara pemilik tanah yang satu dengan yang lain.
Oleh karena itu, dengan teknologi yang ada sekarang, seperti aplikasi BHUMI ATR/BPN dan sistem koordinat, diharapkan dapat mempermudah penyelesaian sengketa pertanahan, yang dulu sulit diselesaikan akibat terbatasnya informasi dan teknologi yang ada.
Nusron menyebut saat ini jumlah sertifikat KW-456 mencapai 13,8 juta bidang tanah dan banyak masalah tumpang tindih terjadi di kawasan Jabodetabek, karena banyak warga yang tidak mengetahui batas-batas dan riwayat tanah mereka.
Sementara di daerah-daerah, masalah serupa tidak terjadi karena tetua-tetua masih tinggal di sana, mereka lebih memahami lokasi dan batas-batas tanah, serta memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang sejarah dan riwayat tanah tersebut.
“Tapi kalau di Jabodetabek orangnya sudah pada pindah, ada orang Kemang, Jakarta sudah pindah ke Bogor ke Bekasi. Yang datang ke situ orang pendatang semua yang nggak tahu tentang riwayat tanah tersebut,” kata Nusron.
Nusron juga memastikan bahwa kantor BPN akan tetap membuka pelayanan selama kebijakan work from anywhere (WFA) hingga saat libur Lebaran Idul Fitri 2025/1446 Hijriah.
Pelayanan libur Lebaran akan berlangsung dari tanggal 2 hingga 7 April 2025 di kantor-kantor BPN yang berada di daerah tujuan mudik seperti Jawa, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan beberapa daerah lainnya, kecuali Jakarta dan Tangerang Selatan.
(jenlywenur)