Ratahan – Kisruh honorer kategori II (Honda K2) Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) terus berlanjut. Selasa (29/4/2014) puluhan honorer mendatangi kantor Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Mitra. Kedatangan para honorer ini untuk meminta kejelasan dari pihak BKD soal nasib mereka yang hingga kini masih terkatung-katung.
“Memang sebagaimana bocoran yang kami dengar termasuk pemberitaan di media, hanya 30 persen yang memenuhi syarat. Soal ini kami meminta kalau memang harus demikia, kami minta Pemkab transparan dan mengumumkan secara terbuka hasil tersebut,” ujar salah satu honorer yang enggan namanya dipublikasikan.
Yang membingungkan lagi menurut para honor, yakni salah satu kriteria dari tujuh kriteria yang ditetapkan untuk bisa lolos verifikasi adalah penghasilan tidak dibiayai oleh APBN maupun APBD. “Ini yang membingungkan, kami yang sudah bekerja sebagai honorer sebelum Mitra dibentuk memang tidak dibiayai oleh APBN dan APBD, tetapi sejak Mitra dibentuk upah dari honorer sudah tertata dan dibiayai lewat APBD. Jika memang demikian, maka kami yakin semua tidak memenuhi syarat berdasarkan kreteria yang disebut,” sembur para honorer.
Kesal dengan berbagai persyaratan yang kesannya mengganjal nasib mereka, para honorer ini pun menuding aturan yang diberlakukan pemerintah tumpang tindih dan merugikan. Kepala BKD Mitra Robert Rogahang SE saat dikonfirmasi mengatakan, prinsipnya Pemkab Mitra tetap mengacu pada aturan sebagaimana ditetapkannya tujuh kriteria sebagai acuan memenuhi syarat atau tidaknya honorer K2. “Kan sejak awal kita sudah sampaikan kita hanya mengacu pada aturan. Hal tersebut juga telah disampaikan bupati. Prinsipnya kita tetap konsisten akan hal itu,” tegas Rogahang.
Rogahang mengakui, sesuai hasil verifikasi dan validasi data yang dilakukan, dari 327 hanya ada 50 persen yang dinyatakan layak lulus. “Pemkab tentu tidak ingin kalau para Honda ini nantinya tak diluluskan. Sebab kita sendiri masih membutuhkan pegawai. Hanya saja semua harus dijalankan berdasarkan aturan yang berlaku,” tukasnya. (rulandsandag)
Ratahan – Kisruh honorer kategori II (Honda K2) Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) terus berlanjut. Selasa (29/4/2014) puluhan honorer mendatangi kantor Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Mitra. Kedatangan para honorer ini untuk meminta kejelasan dari pihak BKD soal nasib mereka yang hingga kini masih terkatung-katung.
“Memang sebagaimana bocoran yang kami dengar termasuk pemberitaan di media, hanya 30 persen yang memenuhi syarat. Soal ini kami meminta kalau memang harus demikia, kami minta Pemkab transparan dan mengumumkan secara terbuka hasil tersebut,” ujar salah satu honorer yang enggan namanya dipublikasikan.
Yang membingungkan lagi menurut para honor, yakni salah satu kriteria dari tujuh kriteria yang ditetapkan untuk bisa lolos verifikasi adalah penghasilan tidak dibiayai oleh APBN maupun APBD. “Ini yang membingungkan, kami yang sudah bekerja sebagai honorer sebelum Mitra dibentuk memang tidak dibiayai oleh APBN dan APBD, tetapi sejak Mitra dibentuk upah dari honorer sudah tertata dan dibiayai lewat APBD. Jika memang demikian, maka kami yakin semua tidak memenuhi syarat berdasarkan kreteria yang disebut,” sembur para honorer.
Kesal dengan berbagai persyaratan yang kesannya mengganjal nasib mereka, para honorer ini pun menuding aturan yang diberlakukan pemerintah tumpang tindih dan merugikan. Kepala BKD Mitra Robert Rogahang SE saat dikonfirmasi mengatakan, prinsipnya Pemkab Mitra tetap mengacu pada aturan sebagaimana ditetapkannya tujuh kriteria sebagai acuan memenuhi syarat atau tidaknya honorer K2. “Kan sejak awal kita sudah sampaikan kita hanya mengacu pada aturan. Hal tersebut juga telah disampaikan bupati. Prinsipnya kita tetap konsisten akan hal itu,” tegas Rogahang.
Rogahang mengakui, sesuai hasil verifikasi dan validasi data yang dilakukan, dari 327 hanya ada 50 persen yang dinyatakan layak lulus. “Pemkab tentu tidak ingin kalau para Honda ini nantinya tak diluluskan. Sebab kita sendiri masih membutuhkan pegawai. Hanya saja semua harus dijalankan berdasarkan aturan yang berlaku,” tukasnya. (rulandsandag)