Masalah data pemilih dan kependudukan selalu saja menjadi sebuah persoalan di setiap pemilu dan pemilihan kepala daerah.
Meskipun ada sejumlah tahapan perbaikan menuju tahapan daftar pemilih tetap atau DPT, namun tetap saja muncul masalah saat hari pemungutan suara tiba.
Permasalahan daftar pemilih ini antaranya:
- Pemilih ganda
- Orang meninggal masih terdaftar
- Orang sudah diatas 17 tahun tidak terdata
- TNI Polri masih terdaftar
- Pensiunan TNI Polri tidak terdafar.
- Tidak ada KTP El
- Tidak memiliki KArtu Keluarga
- Dll
Terkait dengan persoalan ini KPU serta Bawaslu dan jajaran ditugaskan untuk memastikan orang yang memenuhi syarat harus masuk dalam daftar pemilih dan orang yang tidak memenuhi syarat harus dikelurkan dari daftar pemilih.
Selain masalah diatas hal yang paling prinsip dilakukan pemutahiran data untuk mengontrol dan mengendalikan pencetakan surat suara.
Artinya surat suara harus dicetak sebanyak DPT ditambah 2,5 persen cadangan.
Munculnya persoalan persoalan data pemilih dan kependudukan tentu saja pihak KPU dan Bawaslu selaku penyelengara pemilu yang menjadi kambing hitam, padahal masalah ini adalah persoalan kompleks dimana bila di tarik garis lurus ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan permaaalahan data pemilih dan kependudukan yang seperti benang kusut.
Selain penyelenggara pemilu, faktor tersebut juga diakibatkan oleh beberapa hal antaranya:
- Lemahnya Regulasi
- Lambanya kinerja pemerintah
- Masa bodohnya masyarakat
- Cueknya peserta pemilu atau partai politik
- Sistem aplikasi yang buruk
REGULASI
Kenapa regulasi? Muncul pertanyaan seperti ini diakibatkan karena lemahnya UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang tidak mengatur keseimbangan jumlah personel pengawasan dengan jumlah petugas pemutahiran data pemilih (Pantarlih atau PPDP) yang di setiap TPS ada Pantarlih atau PPDP.
Sedangkan pengawas pemilu yang mengawasi tugas tugas Pantarlih atau PPDP hanyah pengawas desa/kelurahan yang hanya ada satu orang di setiap desa/kelurahan.
Akibat personel pengawasan yang tidak seimbang dengan Pantarlih atau PPDP, konsekuensinya hasil pemutahiran data atau pencocokan dan penelitian coklit banyak yang tidak akurat.
PENYELENGGARA PEMILU
Aspek yang paling disudutkan ketika muncul persoalan tidak lepas peran dari sumber daya manusianya yakni para penyengara pemilu baik KPU dan jajaran atau Bawaslu dan jajarannya.
Mengapa? Disebabkan para penyelenggara pemilu tidak optimal dalam menjalankan tugas mereka. Dan hal ini condong terjadi di lingkup edhok mulai dari tingkat kecamatan desa dan pihak Pantarlih atau PPDP.
Temuan temuan dilapangan para Pantarlih ataupun PPDP kerap tidak prosesural dalam melakukan Coklit.
Contoh mereka terkadang tidak naik turun rumah melakukan faktual tapi mereka reka dari rumah sendiri. Padahal normatifnya harus naik turun rumah.
Dalam kondisi normal saja situasi ini banyak kali terjadi apalagi di tengah Pandemi Covid 19. Ada teror ketakutan terjangkit Covid yang menghantu petugas.
Sangat dilematis memang antara pertarungan hidup mati dan kelangsungan demokrasi Indonesia.
Apalagi honor yang kecil bagi tenaga adhok sementara tugas besar yg penuh tanggungbjawab harus dilaksanakan meskipun penuh konsekuensi.
Pihak pengawas pemilu desa juga tidak luput, sebab banyak juga yang tidak pro aktif.
Inipun ada kaitan dengan jumlah personel kurang sehingga tak mampu untuk mengawasi banyak Pantarlih atau PPDP di lapangam sebagaimana yang saya uraikan diatas.
Belum lagi lembaga adhok baik KPU dan Bawaslu yang keliru menerjemahkan Tupoksi serta instruksi yang berimplikasi pada benturan
PEMERINTAH
Urusan kependudukan sebenarnya adalah urusan pemerintah yang ditangani secara vertikal oleh Kementerian Kependudukan dan Dinas Catatan sipil serta kepala desa.
Sebab yang memiliki otoritas mengeluarkan KTP dan kartu keluarga mengetahui ada warga meninggal dunia dan nikah adalah Dinas Capil dengan rentetan proaedur dari kepala dasa.
Belum lagi ada Badan Statistik. Dan pemutahiran data pemilih pada Pemilu atupun Pilkada diawali penyerahan data kependudukan oleh Kementrian Data Kependudukan dan Catatan Sipil ke KPU RI.
Data ini disinkronisasikan dengan pemilu terakhir dan selanjutnya diturunkan KPU kabupaten kota untuk dilakukan pemutahiran data dan perbaikan perbaikan oleh lembaga adhok yang dibentuk termasuk Pantarlih atau PPDP serta diawasi oleh Panwas desa atau PKD sebutan dalam Pilkada.
MASYARAKAT
Kenapa komponen ini bagian dari persoalan yang muncul, sebab masyarakat ada yang memiliki sikap masa bodoh atau tidak ingin mencari tahu apakah dia sudah didaftar sebagai pemilih atau tidak.
Mereka ngamuk saat namanya tidak ada dalam DPT, padahal setiap kunjungan petugas pemutahiran data Untuk dilakukan pencocokan dan penelitian selalu tidak ada di rumah.
Belum lagi ada yang malas buat KTP El dan kartu keluarga ataupun enggan melaporkan status keanggotaan keluarga.
Sebab ada warga yang sudah bertahun tahun tinggal di daerah lain namun masih mau berstatus warga setempat. Dan ada juga sudah hidup berumah tangga bertahun tahun namun bahkan sudah punya anak cucu namun tidak menikah secara formal.
PARPOL
Pihak parpol juga sebenarnya diharapkan ikut mendorong konsituennya agar mengecek apakah warga terdaftar atau belum dalam DPT, namun hal tersebut jarang terjadi.
Bahkan parpol terkadang cuek dan tidak mensosialisasikan masalah data pemilih dan kependudukan.
Kecendrungan parpol menyudutkan penyelenggara pemilu saja.
Padahal dengan sosialisasi dan ajakan dan dorongan pada masyarakat atau konsituen dapat menekan persoalan kependudukan dan data pemilih.
SISTEM APLIKASI ONLINE BERMASALAH
Salah satu komponen yang dibentuk untuk mengontrol dan mengendalikan masalah daftar pemilih adalah Sistem Daftar Pemilih atau disebut SIDALIH yang diluncurkan KPU.
Sistem ini adalah format digital untuk mengontrol dan mengendalikan masalah data pemilih yanf terkoneksi di semua kabupaten kota.
Hanya saja terkadang mengalami ganguan server dan koneksi jaringan yang membuat eror data yang dikirim.
Belum lagi daya tampung yang tidak memadai, hingga mengakibatkan data perubahan yang dilakukan secara manual di lapangan masih muncul di Aplikasi SIDALIH.
contohnya orang orang yang di coret dalam kegiatan manual lapangan justru saat diinput dalam sistem dan hasilnya nama nama tersebut masih muncul atau gagal dikeluarkan termasuk munculnya data data ganda atau terjadi penggandaan data secara berkelompok.
Penulis:
Alfred TF Sengkey SE SH
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa Selatan