JAKARTA – Sidang lanjutan Sengketa Pilkada Bolmong makin menyudutkan Pasangan ADM-Norma. Pasalnya, dalam persidangan terakhir, beberapa saksi memberikan keterangan yang menguntungkan pasangan Salihi-Yani, dan KPU Bolmong, selaku termohon, kemarin.
Satu di antaranya, saat Kasat Reskrim Polres Bolmong AKP Astika yang diberi kesempatan paling terakhir justru memberikan keterangan yang sangat menetukan menyangkut ijazah calon Bupati Bolmong terpilih Salihi Mokodongan.
Kepada majelis hakim yang diketuai Hakim Harjono dan anggota Ahmad Fadlil dan Muhammad Alim, saksi Astika membeberkan hasil penyelidikan serta barang bukti yang didapatkan menunjukan keabsahan ijazah Salihi.
Menurutnya, penyidik sudah melakukan klarifikasi kepada saksi ahli Prof Edy Tribaskoro anggota Badan Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan yang dimaksudkan dengan 2 tahun itu adalah tahun ajaran akademik bukan batasan maksimal.
“Atas bukti dan keterangan berbagai saksi yang ada maka kami simpulkan tidak cukup bukti pidana untuk melanjutkan penyelidikan karena ijazah Salihi sah,” tandas Astika.
Sebelumnya, sejumlah saksi yang dihadirkan pihak pemohon pasangan Aditya ‘Didi’ Moha dan Norma Makalalag (ADM-NM) menyebutkan ijazah Salihi diperoleh tidak sesuai standar nasional. Kadis Diknas Bolmong Ulfa Paputungan yang kembali dihadirkan mengatakan, berdasarkan profil SDN 1 Moinit tempat sekolah Salihi, itu berdiri tahun 1968 sedangkan Salihi masuk tahun 1965.
Kepala Seksi Diknas Bolmong, Raula juga membantah keterangan saksi pihak terkait Hampri Manopo bahwa syarat 2 tahun sebagai peserta ujian paket C tidak selamanya berlaku sebetulnya adalah pelangaran aturan dan bisa dipidana dan ijazah Salihi harus dibatalkan. Dedi, PNS di RS Datubinangkang juga membantah keterangan Manopo bahwa Salihi yang duduk di belakang saat ujian tidak benar karena di kursi itu ditempati Linda dan pesertanya hanya 12 orang bukan 20.
Luhut yang kembali dihadirkan juga membantah kesaksian Mariani Masagu kemarin bahwa yang duduk dalam pengawas adalah Iskandar Modeong. “Ibu Mariani malah yang meminta saya untuk menggantikan Modeong.
Dan Mariani bersama Hanifah datang ke tempat ujian bersama dengan mobil saya begitupun kembali. Jadi tidak benar mereka tidak melihat saya,” ung-kapnya. Salihi yang diberi kesempatan majelis hakim langsung membantah keterangan Ulfa. “Saya sekolah di SDN Lolak tahun 1963 dan naik kelas dua pindah di Moinit tahun 1964 dan pindah di SDN Motabang tahun 65. Saya juga ikut ujian paket B dan C,” kata Salihi.
Sementara itu saksi perkara nomor 38 yang diajukan pihak pemohon pasangan Suharjo dan Hasna pada umumnya mempertanyakan alasan KPU Bolmong mencoret pencalonannya pada Pilkada Bolmong. Seperti Hanan Ditu, Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Bolmong mengaku pihaknya sudah memenuhi ketentuan mengajukan calon pasangan Suharjo dan Hasnah tapi oleh KPU dinyatakan tidak sah karena ada kepengurusan ganda. Padahal menurutnya, ketika pendaftaran tidak ada masalah dan dinyatakan sah.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Sharul Mamonto mengatakan, setelah diklarifikasi di pusat, yang harus menandatangani pengajuan calon adalah ketua dan sekretaris tapi faktanya ketua dan wakil sekretaris. Saksi dari pimpinan parpol lainnya juga membeberkan keberatan atas pencoretan nama pasangan Suharjo dan Hasnah yang diajukannya.
Atas keterangan saksi tersebut Mamonto juga langsung mengajukan bukti bantahannya berdasarkan klarifikasi di tingkat pusat. (abm)
JAKARTA – Sidang lanjutan Sengketa Pilkada Bolmong makin menyudutkan Pasangan ADM-Norma. Pasalnya, dalam persidangan terakhir, beberapa saksi memberikan keterangan yang menguntungkan pasangan Salihi-Yani, dan KPU Bolmong, selaku termohon, kemarin.
Satu di antaranya, saat Kasat Reskrim Polres Bolmong AKP Astika yang diberi kesempatan paling terakhir justru memberikan keterangan yang sangat menetukan menyangkut ijazah calon Bupati Bolmong terpilih Salihi Mokodongan.
Kepada majelis hakim yang diketuai Hakim Harjono dan anggota Ahmad Fadlil dan Muhammad Alim, saksi Astika membeberkan hasil penyelidikan serta barang bukti yang didapatkan menunjukan keabsahan ijazah Salihi.
Menurutnya, penyidik sudah melakukan klarifikasi kepada saksi ahli Prof Edy Tribaskoro anggota Badan Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan yang dimaksudkan dengan 2 tahun itu adalah tahun ajaran akademik bukan batasan maksimal.
“Atas bukti dan keterangan berbagai saksi yang ada maka kami simpulkan tidak cukup bukti pidana untuk melanjutkan penyelidikan karena ijazah Salihi sah,” tandas Astika.
Sebelumnya, sejumlah saksi yang dihadirkan pihak pemohon pasangan Aditya ‘Didi’ Moha dan Norma Makalalag (ADM-NM) menyebutkan ijazah Salihi diperoleh tidak sesuai standar nasional. Kadis Diknas Bolmong Ulfa Paputungan yang kembali dihadirkan mengatakan, berdasarkan profil SDN 1 Moinit tempat sekolah Salihi, itu berdiri tahun 1968 sedangkan Salihi masuk tahun 1965.
Kepala Seksi Diknas Bolmong, Raula juga membantah keterangan saksi pihak terkait Hampri Manopo bahwa syarat 2 tahun sebagai peserta ujian paket C tidak selamanya berlaku sebetulnya adalah pelangaran aturan dan bisa dipidana dan ijazah Salihi harus dibatalkan. Dedi, PNS di RS Datubinangkang juga membantah keterangan Manopo bahwa Salihi yang duduk di belakang saat ujian tidak benar karena di kursi itu ditempati Linda dan pesertanya hanya 12 orang bukan 20.
Luhut yang kembali dihadirkan juga membantah kesaksian Mariani Masagu kemarin bahwa yang duduk dalam pengawas adalah Iskandar Modeong. “Ibu Mariani malah yang meminta saya untuk menggantikan Modeong.
Dan Mariani bersama Hanifah datang ke tempat ujian bersama dengan mobil saya begitupun kembali. Jadi tidak benar mereka tidak melihat saya,” ung-kapnya. Salihi yang diberi kesempatan majelis hakim langsung membantah keterangan Ulfa. “Saya sekolah di SDN Lolak tahun 1963 dan naik kelas dua pindah di Moinit tahun 1964 dan pindah di SDN Motabang tahun 65. Saya juga ikut ujian paket B dan C,” kata Salihi.
Sementara itu saksi perkara nomor 38 yang diajukan pihak pemohon pasangan Suharjo dan Hasna pada umumnya mempertanyakan alasan KPU Bolmong mencoret pencalonannya pada Pilkada Bolmong. Seperti Hanan Ditu, Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Bolmong mengaku pihaknya sudah memenuhi ketentuan mengajukan calon pasangan Suharjo dan Hasnah tapi oleh KPU dinyatakan tidak sah karena ada kepengurusan ganda. Padahal menurutnya, ketika pendaftaran tidak ada masalah dan dinyatakan sah.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Sharul Mamonto mengatakan, setelah diklarifikasi di pusat, yang harus menandatangani pengajuan calon adalah ketua dan sekretaris tapi faktanya ketua dan wakil sekretaris. Saksi dari pimpinan parpol lainnya juga membeberkan keberatan atas pencoretan nama pasangan Suharjo dan Hasnah yang diajukannya.
Atas keterangan saksi tersebut Mamonto juga langsung mengajukan bukti bantahannya berdasarkan klarifikasi di tingkat pusat. (abm)