Tanggal 15 Februari 2020 Partai Golkar Sulut akan melaksanakan Musyawarah Daerah (Musda).
Pada dasarnya Musda itu adalah amanat konstitusi partai atau lebih dikenal sebagai implementasi AD/ART partai dalam hal ini partai Golkar tentunya.
Biasanya agenda Musda terdiri dari Evaluasi program, penyusunan program partai dan puncaknya pada pemilihan ketua partai.
Hampir seluruh partai yang melaksanakan Musda konsentrasinya tertuju pada siapa yang akan dipilih dan terpilih sebagai ketua.
Dalam konteks dan kekinian ketua partai menjadi model feodalisme baru.
Artinya ketua menjadi segala-galanya bagi sebuah partai, tidak terkecuali partai Golkar yg baik dari aspek historis maupun kiprahnya sampai saat ini adalah partai yang paling Egaliter, tidak seperti yang lain yang menyandang slogan demokratis tapi dalam kiprahnya cenderung feodalistik dimana eksistensinya ditentukan oleh ketua umumnya.
Namun demikian beberapa tahun terakhir, Partai Golkar juga sudah mulai bergeser dari partai Egaliter ke partai dinasti yang ini merupakan ciri feodalisme partai politik.
Golkar adalah sebuah partai besar dengan setumpuk pengalaman baik sebagau the rulling partai maupun tinggal menjadi partai pendukung.
Sejarah perjalanan politik bangsa ini banyak diwarnai oleh sejauh mana kiprah partai Golkar.
Stigma bahwa Golkar adalah partai Orde baru sedikit demi sedikit mulai terkikis dengan hadirnya para kader Golkar dipentas politik nasional maupun dalam peran di pemerintahan.
Golkar jugalah yang memiliki sebuah mekanisme kaderasi yang jelas dan berjenjang sehingga melahirkan kader dengan kualitas yang hebat serta integritas yang baik.
Tapi juga tidak bisa dipungkiri akhir-akhir ini partai Golkar sudah terbawa atau keluar dari marwahnya sebagai partai yang egaliter.
Akibat pengaruh paham feodalisme politik, maka politik dinasti juga merebak dalam konteks manajemen politik partai Golkar.
Penentuan caleg, cagub, cawali dan cabup tidaklah ditentukan lewat mekanisme penjenjangan tapi lebih ditentukan lewat faktor kedekatan dengan ketua atau kerabat dari elit Golkar.
Banyak para calon pemimpin baik dieksekutif tidak berasal dari proses politik yang paripurna, tapi lebih pada faktor kerabat ataupun kedekatan tertentu baik dengan funsionaris partai ataupun dengan ketua partai.
Pola pragmatis dan transaksional telah mewarnai kiprah partai Golkar saat ini dan ini merupakan tanda awas bagi seluruh kader partai Golkar kususnya di Sulut menjelang pilkada serentak.
Memang tidak lazim sebuah Musda dilaksanakan bersamaan dengan perhelatan pilkada.
Sesuatu yang riskan bagi partai Golkar yang sedang mempersiapkan para kadernya yang potensial untuk bertarung dalam perhelatan pilkada kemudian juga energinya harus terkuras dalam perhelatan Musda.
Kita juga tau bersama bahwa Christiany Eugenia Paruntu sebagai ketua partai Golkar Sulut tentunya dengan segala kewajaran akan ikut dalam kontestasi pemilihan Gubernur Sulut, bagi saya seharusnya partai Golkar Sulut lebih berkonsentrasi pada konsolidasi memenangkan kontestasi pilkada daripada memilih melaksanakan Musda.
Kita tidak menafikan bahwa dalan setiap pelaksanaan Musda akan muncul berbagai faksi dan tidak akan berakhir dengan berakhirnya perhelatan Musda tetapi ini akan terus melahirkan efek domino bagi mereka atau faksi yang kalah dalam Musda dan yang pasti juga akan melemahkan posisi Golkar dalam kontestas pilkada nanti.
Tapi sikap sudah diambil, layar sudah dikembangkan surut kita berpantang.
Selamat berMusda partai Golkar Sulut.
Oleh: Drs Karel Najoan
Penulis mantan Ketua Biro OKK Partai Golkar Sulut