Boroko, BeritaManado.com – Dua hari lagi tepatnya Minggu 23 Mei 2021, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) genap berusia 14 tahun.
Di tahun yang sama pula, jembatan Goyo menginjak usia ke 16 tahun, tak bisa di pungkiri umur jembatan tersebut nyatanya sudah melebihi usia dari Kabupaten Bolmut.
Tak terbayangkan bila jembatan permanen itu sudah dibangun saat ini, tentu sudah menjadi kado istimewah bagi masyarakat Bolmut di momen HUT Kabupaten.
Terlebih tema yang diangkat pada peringatan HUT kali ini berkaitan erat dengan pembangunan infrastruktur yakni “Aparatur Berkompetensi, Masyarakat Berkarakter, Infrastruktur Mapan Untuk Bolmut Sejahtera”.
Namun pada kenyataannya tema itu tak berbanding lurus dengan keberadaan pembangunan jembatan goyo yang mangkrak hingga belasan tahun.
Hanya terdapat dua tiang sisa dari pembangunan yang berdiri kokoh dipinggiran sungai tersebut.
Kondisi jembatan darurat yang sering digunakan masyarakat
Masyarakat sekitar menganggap 16 tahun bukanlah waktu yang pendek menantikan jembatan permanen dibangun oleh pemerintah.
Sebab bagi mereka jembatan yang terletak di Desa Keimanga, Kecamatan Bolangitang Barat itu merupakan jalan satu-satunya penghubung menuju ke wilayah UPT Transmigrasi Goyo.
Dengan kondisi itu, masyarakat sekitar yang hanya mengantungkan hidup dari bertani rela berkorban nyawa mengunakan perahu darurat yang terbuat dari bambu untuk mengeluarkan hasil tani.
Petani setempat sedang mengeluarkan hasil pertanian dengan mengunakan perahu darurat dari bambu
Menurut penuturan warga sekitar, apabila hujan deras, terkadang mereka kesulitan lewat bahkan keseringan tidak bisa menyeberang jika muka air sungai semakin deras.
“Untuk tiba di sebrang, jika muka air semakin deras, kami harus menunggu redah lebih dulu, baru bisa ke sebrang,” kata Ridwan Ege (29) dilokasi.
Kadang kala tidak sedikit warga yang bernyali besar nekat menerobos sungai besar tersebut untuk sampai ke sebrang.
“Tentu harapan terbesar masyarakat ketika pemerintah bisa mewujudkan keinginan petani dalam hal ini pembangunan jembatan permanen,” katanya lagi.
Sebab, menurut Iwan, warga disini sudah belasan tahun mengunakan perahu yang terbuat dari bambu untuk menyebrang.
“Perahu bambu yang kami gunakan ini dikenakan tarif Rp.5000 per orang, besaran itu sudah merupakan biaya pulang balik,” sebutnya, sembari melanjutkan perjalanan dengan perahu bambu itu.
Kondisi jembatan goyo yang tak kunjung mendapat kejelasan kapan dibangun oleh pemerintah itu pun pernah disuarakan anggota komisi III DPRD Bolmut Suriansyah Korompot.
“Pemkab Bolmut dalam hal ini Dinas PUPR yang merupakan dinas teknis seharusnya dapat memberikan kontribusi lebih agar jembatan Goyo ini tidak seolah-olah dibiarkan pembangunannya,” bebernya, saat pelaksanaan Rapat Kerja (Raker) bersama dinas PUPR Bolmut beberapa waktu lalu.
Dia mengangap begitu pentinya keberadaan jembatan goyo saat ini untuk dibangun demi kepentingan masyarakat Bolmut.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Bolmut Rudini Masuara melalui Kepala Bidang Bina Marga Surhartini Talibo menjelaskan, bahwa sebelumnya Pemkab Bolmut bersama PUPR sudah pernah melakukan kunjungan ke Balai pelaksanaan jalan nasional di Manado.
“Pada kunjungan itu, kami membawah sejumlah proposal, dan mempresentasikan beberapa kegiatan, termasuk jembatan goyo yang kami usulkan,” jelasnya.
Namun, kata Suhartini, dari penyampaian Balai mereka hanya bisa melaksanakannya, tapi untuk penganggaran itu kewenangan penuh Kementrian PUPR.
“Pada prinsipnya kami terus melakukan upaya lobi-lobi agar pembangunan jembatan goyo tersebut secepatnya dapat dibangun, namun lagi-lagi soal kendala kewenangan penuh yang berada di Kementrian,” pungkasnya.
(Nofriandi Van Gobel)