SANGIHE, BeritaManado.com — Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Utara (Sulut), Jull Takaliuang dan LPA Kabupaten Kepulauan Sangihe menggelar ‘Seminar Perlindungan Anak’ bekerjasama dengan Sekolah Lentera Harapan (SLH) Tahuna, pada Selasa, (25/02/20) di Aula Sekolah, yang bertujuan untuk mengedukasi orang tua siswa di SLH terkait penanganan secara fisik dan psikologi anak dirumah.
Bertindak sebagai pemateri dalam kegiatan tersebut, Ketua LPA Sulut, Jull Takaliuang, ketika ditemui awak media disela-sela kegiatan, menjelaskan jika kegiatan ini seharusnya menjadi cambuk bagi sekolah-sekolah lain di Sangihe, mengingat pentingnya perlakuan orang tua terhadap perkembangan anak di rumah.
“Bagi saya ini adalah Pilot Project yang wajib ditiru oleh sekolah-sekolah lain.
Selama ini ada persepsi bahwa perkembangan psikis anak merupakan tanggung jawab sekolah, dan itu jelas salah,” tegas Takaliuang
Takaliuang menjelaskan, rumah bukan sekedar tempat tinggal bagi semua penghuni, tapi harus menjadi pusat pengembangan keluarga, baik membangun harmonisnya kehidupan orang tua, maupun dengan anak.
Dicontohkannya, ada banyak kasus dimana rumah sekedar jadi tempat persinggahan dikarenakan kesibukan orang tua, sehingga secara tidak langsung tercipta jarak dengan anak.
“Hasilnya jelas. Anak kehilangan figur orang tua dan berusaha mencari jalan kehidupannya diluar, yang terkadang malah menjerumuskan anak ke jalan yang salah,” tegasnya lagi
Lanjutnya, bahkan dengan perkembangan teknologi daring yang kian pesat, kiranya langkah proteksi terhadap anak bisa makin ditekankan untuk melindungi anak dari pengaruh-pengaruh negatif yang turut hadir di dunia maya.
“Jangan orang tua malah melakukan pembiaran. Orang tua harus terus hadir, bukan untuk melarang anak-anak beraktifitas di dunia maya yang memang dunia mereka sekarang, tapi bagaimana mereka terus mengedukasi mana yang sekiranya benar, dan mana yang membahayakan diri mereka, dengan cara yang tepat” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Sekolah TK-SD SLH, Wira S.
Menurutnya, banyak orang tua yang mengaku mendapatkan pelajaran baru lewat seminar yang ada.
“Ada yang tadi mengatakan jika terkadang dia malah mengikat anaknya sebagai langkah pendisiplinan. Dan meski cara itu berhasil, tapi diakuinya ada sisi negatif yang dirasakan dari anaknya, yakni trauma. Dan pada akhirnya dengan edukasi yang ada, Akhirnya diakui bahwa cara itu jelas salah” Ungkap Wira.
Iapun berharap kegiatan-kegiatan perlindungan anak seperti ini akan bisa terus ditingkatkan, tidak hanya di SLH, tapi disekolah-sekolah lain.
“Langkah perlindungan anak, merupakan tanggung jawab semua sekolah juga. Jadi sekiranya ada kolaborasi antara sekolah dengan orang tua dan lingkungan, untuk bisa menciptakan suasana yang aman dan nyaman sebagai tempat anak-anak bermain dan berkembang, baik secara fisik, maupun psikis,” tutupnya
(Erick Sahabat)