Manado – Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono saat berkunjung ke Manado menyatakan Undang-Undang Tipikor memungkinkan seseorang di hukum mati. hal itu disampaikannya saat berkunjung ke kantor gubernur Rabu (3/10).
“Kalau tersangka yah tidak mungkin dihukum mati, terpidana baru dihukum, syaratnya korupsi terkait dengan bencana alam, misalnya uang untuk bantu orang susah (tertimpah bencana) itu bisa (dihukum mati) tapi kalau kondisinya tidak seperti tadi itu bisa seumur hidup,” ujarnya.
Diapun mengakui ada juga blok-blok yang menyetujui dan menolak terhadap wacana itu, tetapi terlepas dari itu ada hal atau pilihan yang lebih bagus menurut dia.
“Karena kalau koruptor itu hanya dihukum (penjara) dia tidak jerah, tetapi kalau dibikin miskin dia itu jera, karena sudah miskin masuk penjara, beli kamar sudah tidak bisa, menyuap penegak hukum nda bisa, menciptakan kejahatan baru seperti menyuap hakim, mengancam penegak hukum sudah tidak bisa,” tuturnya.
Menurut dia, ini merupakan bentuk penjarahan terbalik, dan ternyata memiskinkan dengan cara pencucian uang tadi tidak sekedar hartanya hilang, ada hukuman namanya social punishment di dalamnya, walaupun memang harus diakui orang Indonesia sering mengabaikan orang-orang yang terlibat dalam kasus korupsi berbeda dengan kasus sosial lainnya.
“Namanya social punshment ketahuan aset ini yang punya siapa ketahuanlah semuanya kebobrokan dia secara sosial, karena Republik ini, masyarakat Indonesia ngak mudah lupa kalau urusannya asusila, urusan sosial. Tapi kalau urusan korupsi mudah lupa,” tegasnya.
“Orang tersangka disebut dipengadilan balik terpilih jadi Bupati jadi Walikota, itu masih terjadi. Tapi jangan harap kalau itu berkaitan dengan asusila,” terangnya. (Rizath Polii)