BITUNG—Terkait peringatan hari pahlawan yang mulai dilupakan sebagian warga Kota Bitung, Jongfajar Klub menilai itu dikerenakan kurang merakyatnya elite penyelenggara pemerintahan. Akibatnya menurut salah satu aktivis Jongfajar Klub, Budi Susilo masyarakat merasa tidak peduli karena sejumlah pejabat juga tidak peduli dengan kondisi yang dialama selama ini.
“Kita ketahui bersama, pendahulu kita berjuang mempertaruhkan nyawa merebut kekuasaan penjajah yang zhalim dari pemerintahan kolonialisme. Namun sekarang ini telah menjadi pertanyaan, apakah sikap perjuangan yang ditunjukan oleh elite penyelenggara pemerintahan sama dengan apa yang dilakukan ketika orang pejuang dahulu, mempertahankan kedaulatan dan memerdekakan rakyat dari negara imperlialisme,” ujar Susilo.
Menurutnya, sekarang ini kadar kepahlawanan elite penyelenggara negara sudah luntur. Diberikan mandat masyarakat tapi tidak dapat dipercaya. Contohnya pejabat elite penyelenggara pemerintahan di Kota Bitung ada yang tersandung dengan masalah hukum dugaan korupsi dan ada pula penempatan jabatan tidak sesuai dengan profesionalitas dan integritas.
“Rasa kebangsaan yang mementingkan kepentingan publik luas tidak ditunjukan, semua beradegan mementingkan pribadi dan golongan saja. Melihat kondisi ini, tentu masyarakat pun akhirnya pesimis, sudah tidak ada lagi yang bisa dipercaya. Rasa kebangsaan pun ikut meluntur karena tidak ada panutan. Seolah kehidupan berbangsa dan negara itu, hanyalah sandiwara belaka,” jelasnya.
Akibatnya, pemerintahan sebagai bagian bentuk negara dianggap sebagai alat penindas dari para penguasa kepada masyarakat yang lemah. Kunci sebenarnya adalah saat ini, bagaimana para penyelenggara negara terutama elite politik, memperhatikan upaya peningkatan kepentingan publik.
“Berlomba-lombalah menunjukan rasa kepahlawanan maka rakyat akan bersimpati, mencontohnya demi kemajuan bersama. Apabila masih dibiarkan sikap meminggirkan kepentingan publik maka berdampak buruk pada kokohnya pondasi bangunan nasionalisme negeri ini. Rakyat akan melupakan eksistensi Republik ini. Merasa putus asa dan malu jadi warga negara Indonesia, hilang rasa kecintaan kepada bangsa dan negara ini,” katanya.(en)