Manado -Bulan desember ini menjadi kesempatan bagi para calon legislatif (caleg) berbaik hati kepada masyarakat. Bahkan tingkah laku calon wakil rakyat layaknya senterklas yang bagi-bagi kado. “Ya, fenomena ini ada benarnya. Karena caleg akan menggunakan kesempatan emas itu untuk berbagi dengan masyarakat. Kalau perlu biar duit tinggal hutang yang penting masyarakat lihat bisa memberikan sesuatu kepada mereka,” ujar pengamat politik dan masyarakat, Donald Jakobus SSos.
Dia menambahkan sayangnya ala senterklas itu hanya berlaku pada moment hari raya keagamaan karena ketika mereka duduk di dewan nanti mereka (caleg) lupa dengan konstituen yang telah memilih mereka. “Artinya mereka hanya mengukur masyarakat dengan satu krat cocacola atau fanta. Giliran mereka terpilih nanti, ketemu di jalan saja pasti dicuekin. Ini fenomena yang terjadi dari tahun ke tahun. Tidak ada pendidikan politik yang terjadi. Mereka hanya butuh masyarakat ketika pemilu setelah itu masyarakat ditinggalkan,” imbuh lelaki yang dikenal juga sebagai aktivis buruh ini.
Dia pun mengingatkan kepada masyarakat harus pintar memilih caleg. Jangan terjebak dengan uang atau pemberian tertentu, karena mereka hanya mengukur masyarakat dengan hadiah tersebut. “Padahal sebagai wakil rakyat jika kelak terpilih, mereka harus benar-benar memperjuangkan kepentingan masyarakat. Misalnya, listrik yang sering padam. Mana ada anggota dewan yang tergerak hati mempertanyakan kinerja PLN? Makanya masyarakat jangan salah pilih nanti,” kuncinya. (Agust Hari)
Manado -Bulan desember ini menjadi kesempatan bagi para calon legislatif (caleg) berbaik hati kepada masyarakat. Bahkan tingkah laku calon wakil rakyat layaknya senterklas yang bagi-bagi kado. “Ya, fenomena ini ada benarnya. Karena caleg akan menggunakan kesempatan emas itu untuk berbagi dengan masyarakat. Kalau perlu biar duit tinggal hutang yang penting masyarakat lihat bisa memberikan sesuatu kepada mereka,” ujar pengamat politik dan masyarakat, Donald Jakobus SSos.
Dia menambahkan sayangnya ala senterklas itu hanya berlaku pada moment hari raya keagamaan karena ketika mereka duduk di dewan nanti mereka (caleg) lupa dengan konstituen yang telah memilih mereka. “Artinya mereka hanya mengukur masyarakat dengan satu krat cocacola atau fanta. Giliran mereka terpilih nanti, ketemu di jalan saja pasti dicuekin. Ini fenomena yang terjadi dari tahun ke tahun. Tidak ada pendidikan politik yang terjadi. Mereka hanya butuh masyarakat ketika pemilu setelah itu masyarakat ditinggalkan,” imbuh lelaki yang dikenal juga sebagai aktivis buruh ini.
Dia pun mengingatkan kepada masyarakat harus pintar memilih caleg. Jangan terjebak dengan uang atau pemberian tertentu, karena mereka hanya mengukur masyarakat dengan hadiah tersebut. “Padahal sebagai wakil rakyat jika kelak terpilih, mereka harus benar-benar memperjuangkan kepentingan masyarakat. Misalnya, listrik yang sering padam. Mana ada anggota dewan yang tergerak hati mempertanyakan kinerja PLN? Makanya masyarakat jangan salah pilih nanti,” kuncinya. (Agust Hari)