Manado, BeritaManado.com — Penetapan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja masih terus menjadi perbincangan hangat terutama bagi kaum buruh dan mahasiswa.
Tidak hanya itu, para peneliti terus melakukan kajian terhadap dampak yang ditimbulkan dari UU dimaksud.
Tak ayal, pendapat akan kerugian buruh diprediksi bakal terjadi.
Salah satu yang memiliki fokus mengkaji hal itu adalah Rumah Nusantara Sulut.
Peneliti Rumah Nusantara Magdalena Wullur berujar Omnibus Law UU Cipta Kerja ini penting.
Alasannya, berdasarkan data yang ada bahwa perlambatan ekonomi dan ketidakpastian perekonomian global dan gejolak geopolitik dunia mempengaruhi perekonomian nasional Indonesia dan perubahan yang sangat cepat di bidang teknologi informasi dan ekonomi digital.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 5 tahun terakhir berkisar di angka 5 persen. Karena itu perlu pertumbuhan yang lebih tinggi untuk mencapai visi Indonesia tahun 2045,” ujar Magdalena Wullur, Senin (19/10/2020) hari ini
Namun persoalannya sekarang, kata Wullur adalah kebanyakan pekerja tidak mau keluar dari zona nyaman saat ini.
Ditambahkannya bahwa Omnibus Law dibuat guna penyederhanaan perizinan usaha di sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, energi dan sumber daya mineral, ketenaganukliran, perindustrian, perdagangan, pariwisata, pendidikan, kesehatan obat dan makanan, keagamaan, transportasi, PUPR, telekomunikasi dan penyiaran serta pertahanan dan keamanan.
“Di sini pemerintah melakukan pengawasan dan inspeksi yang ketat atas kegiatan usaha risiko tinggi. Dan persyaratan investasinya yang terutama menghapus ketentuan persyaratan investasi dalam UU sektor,” jelasnya.
Lanjutnya, untuk klaster 3 yaitu ketenagakerjaan bisa dilihat di upah minimum tidak turun dan tidak dapat ditangguhkan, serta kenaikan upah minimum memperhitungkan pertumbuhan eknomi masing-masing daerah.
“Kita pahami bersama untuk ketenagakerjaan kita lihat poin pentingnya adalah memberikan perlindungan bagi pekerja kontrak diberikan perlakuan dalam bentuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja. Nah selanjutnya bisa kita lihat dengan pemberian fleksibilitas waktu kerja dengan tetap mengedepankan hak dan perlindungan pekerja terutama pada pekerjaan sektor-sektor tertentu seperti migas yang memerlukan jam kerja yang lebih panjang dan jam kerja normal,” sebutnya.
Untuk itu, kata Wulur, penting dijaga pelaksanaannya di lapangan apakah para birokrat atau eksekutif yang melakukan ini dapat dan bisa dengan disiplin serta cerdas memahami ini.
Masyarakat atau mahasiwa penting mendukung pemerintah namun juga harus kritis jika terjadi ketidaksesuaian pada saat melaksanakannya.
“Kalau dilihat dari data ketenagakerjaan pengangguran berjumlah 7,05 juta orang dengan angkatan kerja baru sekitar 2 juta dan pekerja formal 55 juta orang dan informal 74,1 juta orang, sehingga kita perlu upaya untuk menciptakan tenaga kerja baru untuk menjaga kelangsungan kerja, apalagi realisasi investasi tahun 2019 masih ada di 601 triliun dan perlu effort mendorongnya,” katanya seraya menambahkan jika perubahan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih baik adalah melalui Omnibus Law.
Pemerintah telah melakuan upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja pada kartu prakerja dan peningkatan manfaat jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian serta penyediaaan perumahan untuk pekerja.
“Dari sini jelas pemerintah lebih fokus pada aspek perlinudngan dan perluasan lapangan kerja untuk menampung pekerja baru,” tutupnya.
(***/AnggawiryaMega)