Manado, BeritaManado.com — Sejumlah Kepala daerah yang kembali ikut dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 kini dilaporkan ke Bawaslu.
Pasalnya terdapat dugaan pelanggaran terhadap undang-undang pilkada yang dilakukan oleh para bakal calon petahana itu.
Seperti di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) khususnya di Kota Tomohon, wali kota yang kini masih aktif menjabat dan kembali mencalonkan diri sebagai calon wali kota Tomohon dilaporkan ke Bawaslu Kota Tomohon karena ada dugaan pelanggaran yang dilakukan.
Ketua LSM INAKOR Rolly Wenas sebelumnya telah melaporkan wali kota Tomohon aktif tersebut ke Bawaslu karena diduga melanggar undang-undang pilkada nomor nomor 10 tahun 2016 pasal 71 ayat 2.
“Gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dilarang mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri,” ungkap Rolly.
Diketahui, menurut Rolly, wali kota Tomohon telah melakukan rolling jabatan menjelang perhelatan pilkada di Kota Tomohon apalagi belum mendapat izin dari menteri dalam negeri.
Lantas, apa saja sanksi terhadap pelanggaran undang-undang nomor 10 tahun 2016?
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mengatur tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Sanksi terhadap pelanggaran undang-undang ini bervariasi tergantung pada jenis pelanggarannya. Berikut adalah beberapa sanksi yang diatur dalam undang-undang tersebut:
Sanksi Administratif
Pelanggaran administratif dalam pilkada dapat dikenakan sanksi administratif.
Sanksi ini bisa berupa teguran tertulis, pengurangan anggaran kampanye, atau pembatalan pasangan calon dari daftar peserta pilkada.
Sanksi Pidana
Ada beberapa pelanggaran yang diatur dengan sanksi pidana, seperti:
- Politik Uang (Money Politics) Pelanggaran ini dapat dikenakan pidana penjara dan denda.
Misalnya, setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih bisa dikenakan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar (Pasal 187A). - Pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
ASN yang terlibat dalam politik praktis atau tidak netral dalam pilkada juga bisa dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Diskualifikasi Pasangan Calon
Jika ditemukan pelanggaran berat, seperti kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), maka pasangan calon bisa didiskualifikasi atau dibatalkan pencalonannya.
Sanksi terhadap KPU atau Bawaslu
Jika anggota KPU atau Bawaslu melanggar kode etik atau melakukan tindakan yang melanggar hukum, mereka bisa dikenakan sanksi administratif, bahkan bisa diberhentikan dari jabatannya.
Dengan demikian, sanksi-sanksi tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa proses pemilihan berjalan secara adil, jujur, dan transparan.
Proses penegakan hukum terhadap pelanggaran pilkada melibatkan beberapa lembaga, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian, dan Kejaksaan.
Terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Wali kota tomohon tersebut ternyata sedang dalam penanganan Bawaslu Kota Tomohon, yang menurut Kerua Bawaslu Stenly Kowaas pihaknya terus bermkoordinasi dengan bawaslu orovinsi Sulawesi Utara.
(Erdysep Dirangga)