Manado, BeritaManado.com — Banteng kembali tunjukkan tanduknya yang tajam ketika rakyat kecil diperlakukan tidak adil.
Hal itu terjadi pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) bersama PT Pertamina yang berlangsung sangat alot.
Diskusi tanya jawab antara Komisi II DPRD dan PT Pertamina pun kian memanas ketika 10 pertanyaan srikandi banteng Jeane Laluyan, yang merupakan representasi rakyat di DPRD Sulut itu semuanya dijawab baik-baik saja oleh PT Pertamina, seolah Pertamina tak bersalah dengan mengklaim pengaturan yang dibuat sudah begitu baik.
Padahal di lapangan, para wakil rakyat telah menjadi sasaran kekecewaan masyarakat terhadap kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas.
“Kami anggota DPRD yang di lapangan, mendengar begitu banyak keluhan masyarakat. Kalau semuanya baik-baik saja, pengaturannya sudah baik, tidak ada penimbunan BBM di Sitaro sebanyak 3.600 liter, tidak ada penimbunan Solar di Tomohon 6 ton, dan LPG bersubsidi jadi langka,” Sorot Jeane Senin, (16/12/2024) di ruang rapat Komisi II sambil menggebrak meja sebagai tanda kekecewaannya.
Tak sampai di situ saja, Srikandi Banteng moncong putih itu juga membeberkan terjadinya kenaikan harga LPG yang dilakukan sepihak oleh penjual untuk mendapatkan keuntungan ditengah kelangkaan LPG.
“Kasiang masyarakat yang hanya berprofesi sebagai tukang, upahnya berapa, mo pigi beli gas berapa, mo beli beras berapa, so susah lagi. Jangan seperti itu! Maunya baik-baik saja,” sorot Jeane geram.
“Hadir di sini karo perekonomian, Pertamina, anggota DPRD, kalau tidak memberikan solusi konkret hari ini, maka akan seperti ini terus,” tegas Jeane.
Jeane mengusulkan agar Pertamina memberikan reward kepada masyarakat yang melaporkan terjadinya penimbunan baik BBM maupun gas LPG.
“Ini bertujuan agar supaya kita saling menjaga agar tidak terjadi tindakan melawan hukum,” jelas Jeane.
Meski demikian, Jeane kemudian mengoreksi diri bahwa dirinya agak tegang dengan suara yang keras.
Hal itu menunjukkan bagaimana srikandi banteng itu turut merasakan bagaimana masyarakat merasa kesulitan di lapangan.
Sebagai informasi, penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas subsidi termasuk pelanggaran serius yang diatur dalam beberapa undang-undang.
Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan, memastikan distribusi yang adil, dan melindungi masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi.
Berikut adalah peraturan yang mengatur tentang penimbunan BBM dan gas subsidi:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
- Pasal 53 mengatur bahwa setiap kegiatan usaha di sektor minyak dan gas bumi, termasuk penyimpanan atau penimbunan, harus memiliki izin resmi.
- Pasal 55 Menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM yang disubsidi pemerintah dapat dikenakan sanksi pidana.
Sanksi:
- Penjara maksimal 6 tahun.
- Denda maksimal Rp60 miliar.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Klaster Migas)
- Memperkuat pengaturan dalam UU Migas terkait penyaluran BBM dan gas bersubsidi dengan penekanan pada pengawasan distribusi agar tepat sasaran.
- Penimbunan yang menyebabkan kelangkaan dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap tata kelola energi nasional.
Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Mengatur tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga jual eceran BBM.
- Penimbunan BBM subsidi melanggar aturan distribusi yang diatur dalam Perpres ini.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
- Pasal 382 bis mengatur tentang penimbunan barang dengan maksud mengacaukan harga pasar.
Sanksi:
Penjara hingga 1 tahun 4 bulan atau denda.
Peraturan Menteri ESDM Menegaskan bahwa penyaluran BBM dan LPG bersubsidi harus sesuai peruntukannya, dan tindakan penimbunan dianggap sebagai pelanggaran distribusi resmi.
(Erdysep Dirangga)