Jakarta, BeritaManado.com — Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi disebut berisiko dikenang oleh rakyat Indonesia sebagai kepala negara yang serakah akan kekuasaan.
Hal itu tak lepas dari berbagai upaya politik dinasti yang diduga dilakukan untuk kepentingan anak-anak Jokowi.
Menurut pengamat politik Saidiman Ahmad, citra tersebut tidak hanya jadi tanggung jawab Jokowi seorang.
Citra itu harusnya juga menjadi tanggung jawab keluarganya, termasuk anak dan menantunya.
“Kalau Pak Jokowi tidak memperbaiki sikap atau keluarga ini tidak segera memperbaiki sikap, saya kira ini akan bermasalah kepada Pak Jokowi. Pak Jokowi bisa dianggap sebagai Presiden yang paling serakah di Indonesia,” kata Saidiman, dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com, Senin (26/8/2024).
Walau demikian, Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) itu tak menampik kalau politik dinasti juga turut dilakukan oleh sejumlah Presiden RI terdahulu.
Hanya saja, kata dia, cara yang dilakukan tidak seperti Jokowi yang diduga sampai mengubah undang-undang lewat lembaga hukum.
Presiden terdahulu, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati, kata dia, anak-anak mereka juga turut terjun ke politik, tapi melalui proses persiapan yang seharusnya.
“Kalau Presiden yang sebelumnya praktik politik dinasti itu nyaris tak terjadi. Misalnya Pak SBY, sebelum Pak Jokowi, itu kan AHY maju setelah Pak SBY tidak lagi Presiden. Ketika Pak SBY masih Presiden, dia tidak maju dalam Pilkada,” kata Saidiman.
“Megawati juga demikian, walaupun ada Puan di dalam partai politik, tapi terlihat dipersiapkan, tidak mentang-mentang berkuasa kemudian keluarga semuanya, yang bahkan belum cukup umur diatur-atur,” imbuhnya.
Citra Jokowi sebagai harapan baru seperti yang pernah disorot oleh media internasional majalah Times, dalam pandangan Saidiman akan luntur dengan sendirinya akibat politik dinasti yang dibangunnya sendiri.
Parahnya lagi, jelang akhir masa jabatannya, Jokowi dikritik telah membuat demokrasi di Indonesia justru berjalan mundur.
“Dan itu bukan cuma kita yang melihat kemunduran tapi para pemeringkat demokrasi di dunia juga melihat itu. Lima tahun terakhir demokrasi Indonesia mengalami kemunduran, salah satunya adalah karena istana ingin menguasai semua, melemahkan oposisi dan itu terjadi sampai sekarang,” pungkasnya.
(jenlywenur)