Manado – Aliansi Aktivis Anti Korupsi (A3K) Sulawesi Utara (Sulut) sementara menyiapkan bukti baru terkait Kurupsi yang terjadi di Dinas Kesehatan Minahasa Utara (Minut) yang sudah menjerat sejumlah tersangka yang saat ini menjadi terdakwa di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Manado.
Kasus korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Walanda Maramis tahun anggaran 2013 yang menyeret terdakwa DS alias Dadang (pihak perusahaan pemenang tender/ red) dan dua orang PNS Pemkab Minut itu disinyalir terjadi permainan yang mengakibatkan orang yang diduga menjadi dalang dalam kasus tersebut tidak terjerat.
“Kami menilai aparat penegak hukum begitu lemah melakukan pembuktian hukum terhadap dalang dari kasus tersebut. Ini contoh konkrit yang harus dicermati, kami menduga Kuasa Pengguna Anggarannya waktu itu mendapat tekanan sehingga mengundurkan diri dalam pelaksanaan proyek dan dialihkan ke Dinas Kesehatan dan orang yang paling bertanggung jawab harusnya oknum Kepala Dinas. Kami akan konsultasikan hal ini ke pihak Kejaksaan Agung dan menyertakan bukti baru dugaan keterlibatan seseorang yang menjadi dalang kasus ini,” Ujar Maykel Tielung SE SH selaku Koordinator A3K Sulut yang diiakan sejumlah rekannya Pierson Rambing, Jendry Mandey dan Stefanus Joy. Ketika dihubungi Jumat sore tadi.
A3K Sulut Menilai kasus yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Manado, sejak Senin (12/01/2015) tersebut ada konspirasi.
“Kendati ada yang di SP3kan dalam kasus semacam ini, jika ada alat bukti baru yang menguatkan, tentunya menjadi pertimbangan penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Siapapun dia yang terlibat harus ditindak. Penegakan hukum jangan tumpul keatas dan hanya tajam kebawah. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam sisi hukum,” tambah Tielung yang juga seorang Lawyer.
Seperti sempat terungkap dalam siding Tipikor, dalam Dakwaan JPU Jasmin Samahati SH, Dadang yang merupakan kon-traktor yang juga sebagai Direktur Utama PT Sarana Wira Perkasa didakwa meru-gikan negara Rp 2,9 miliar.
Dihadapan Majelis Hakim Darius Naftali SH MH, Arkanu SH Mhum, Nich Samara SH MH, Jaksa mengurai per-buatan terdakwa.
Berawal proses lelang yang digelar oleh kelompok kerja (pokja) ULP Kabupaten Minahasa Utara (Minut) yang tidak sesuai dengan ketentuan, di mana seharusnya PT Sarana Wira Perkasa tidak ditetap-kan sebagai pemenang le-lang pengadaaan Alkes. Se-harusnya juga bukan seba-gai pelaksana pekerjaan tersebut.
Di mana perusahaan tidak memenuhi persyaratan se-bagaimana yang ditetapkan sebagaimana ditentukan da-lam lembar data pemilih (LDP) dalam proses lelang yakni izin penyalur alat ke-sehatan (IPAK), namun calon terdakwa tetap memasuk-kan dokumen lelang yang tidak memenuhi persyaratan.
Dikarenakan dari keseluruhan dana yang diterima oleh terdakwa yakni nilai pembayaran sesuai SP2D (ti-dak termasuk pajak) sebesar Rp 8 miliar sedangkan biaya riil pekerjaan hanya sebesar Rp 4,9 yang terdiri dari harga riil alat kesehatan sebesar Rp4,9 Miyar biaya instalansi, uji fungsi dan training alat kesehatan sebesar Rp 20 juta, pengeiriman dari Ja-karta ke Airmadidi Rp 26 ju-ta ditambah dengan setoran pajak penghasil sebesar Rp 121 juta sehingga terdakwa diuntungkan.
Perlu diketahui dalam kasus tersebut dr Ronny Budiman selaku PPK, saksi Aristarkus Neil Merung selaku ketua pokja, telah menguntungkan terdakwa dan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,9 sesuai dengan hasil audit investigatif yang dilakukan oleh BPKP perwakilan Propinsi Sulut,seperti Jasmin Samahati SH, diuraikan JPU.
Terdakwa dijerat dalam pasal 2, pasal 3, pasal 15 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 yang telah dirubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Dari Kasus tersebut kami menarik kesimpulan, ada oknum lain yang belum terjerat dan kami akan komunikasikan hal ini dengan lembaga penegak hukum yang lebih tinggi agar terjerat dengan tambahan bukti-bukti yang ada,” tutup Tielung. (ads)