COVID-19 di Sulawesi Utara (Sulut) kian menjadi-jadi.
Pekan ini, penambahan terjadi signifikan hingga menyentuh ratusan setiap hari.
Sayang, ketakutan masyarakat Manado terhadap virus mematikan tersebut tidak terlihat lagi.
Berbelanja kebutuhan Natal menjadi agenda wajib, meski terkadang abai dalam perlindungan diri.
Laporan: Alfrits Semen
Rabu siang (23/12/2020), cuaca sangat terik.
Manado cerah dan menjadi kesempatan baik bagi masyarakat beraktifitas.
Akhir-akhir ini, arus lalu lintas sangat ramai.
Kemacetan nyaris tak terhindarkan di berbagai pusat keramaian.
Manado sangat sibuk.
Kalau dilihat, seperti tak sedang pandemi Covid-19.
Bayi Ikut Berbelanja
Seorang ibu terlihat memegang erat tangan anaknya.
Mungkin umurnya sekitar 6 tahun.
Tangan kanannya, memeluk bayi.
Masih kecil.
Tepatnya, di Pasar 45 Manado.
Sang ibu sigap mencari baju dengan model terkini.
Pasar 45 memang menjadi sasaran warga Manado saat menyambut Natal dan Tahun Baru.
Semua kebutuhan sandang dan pangan tersedia di sini.
Berbeda dengan pusat perbelanjaan modern, Pasar 45 harga lebih bersahabat dan bisa tawar-menawar.
Tetapi, anjuran pemerintah tidak lagi ketat.
Kerumunan terjadi di mana-mana.
Jalanan sempit membuat pembeli harus berdempet-dempetan.
Kontak badan pun menjadi hal biasa.
Mereka tanpa masker, gampang ditemui.
Apalagi masker penutup leher, itu lebih banyak.
Mirisnya, tak ada aparat pemerintah yang mengingatkan.
Atau minimal aktif memberikan imbauan soal protokol kesehatan pada proses jual-beli.
Anak-anak, manula, pedagang, semuanya, tumpah-ruah.
Aparat Mesti Ketat
Memang, tradisi belanja menyambut Natal sulit dibendung.
Itu diamini oleh Toar Palilingan, Pengamat Hukum di Sulut.
Menurut Toar Palilingan, kesadaran dan kedisiplinan masyarakat seharusnya menjadi solusi.
Protokol kesehatan mestinya wajib tanpa diperintah.
“Ingat tenaga kesehatan mulai kewalahan sekarang,” tegas Toar.
Ia minta aparat tegas.
Sebab pengendalian Covid-19 pasti jalan di tempat jika dukungan publik acuh tak acuh.
Menurut Toar, kondisi Sulut saat ini lebih mengkhawatirkan ketimbang awal pandemi.
Teman, tetangga, bahkan keluarga sudah dihinggapi korona.
“Kalau dulu yang kena kita tidak kenal. Tapi sekarang orang-orang terdekat ikut terpapar,” bebernya.
Fakta berbicara.
Zona merah penyebaran Covid-19 di Sulut semakin meluas.
Jika sebelumnya, hanya lima daerah dengan risiko tinggi, kini bertambah tiga sehingga menjadi delapan.
Peta Risiko per 20 Desember merilis Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Bolaang Mongondow Timur (Boltim) serta Bitung menyusul dengan status tersebut.
Sementara Kota Tomohon, Manado, Kabupaten Minahasa, Minahasa Utara dan Minahasa Tenggara tetap bertahan dengan zona merah.
Sisa kabupaten/kota lainnya, semuanya berisiko sedang dan tak ada lagi zona kuning dan hijau.
Natal Tanpa Open House
Terkini, Pemprov Sulut memerintahkan agar perayaan Natal dilegar tanpa open house.
Semua rangkaian ibadah juga dilakukan dalam jaringan (daring).
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Sulut, Pdt Lucky Rumopa, sepakat dengan kebijakan itu.
Namun menurut Ketua Jemaat GMIM Baitel Batusaiki Molas ini, memperketat ibadah Natal mesti seiring dengan penutupan pusat hiburan.
Sebab kata dia, beberapa tempat karaoke, pub, cafe bahkan restauran operasionalnya tidak memenuhi standar protokol kesehatan.
“Jangan membuat gereja dilarang ibadah, tapi lokasi kerumunan seperti toko dan pasar dibiarkan. Harus diawasi juga,” tegasnya.
Ia menambahkan, sangat tidak efektif jika ibadah Natal dan Tahun Baru diperketat sementara tempat hiburan bebas dibuka.
Tren Memburuk
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menitik beratkan pada kasus aktif.
Menurut dia, ini yang patut menjadi perhatian pemerintah daerah.
Apalagi, jumlahnya sudah menembus lebih dari 100 ribu .
“Ini tidak dapat ditoleransi,” kata Wiku Adisasmito saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/12/2020).
Dari grafik data, kenaikan kasus aktif di Indonesia menunjukkan tren memburuk.
Yang sangat disayangkan lagi, lanjut Wiku, terdapat penurunan kedisiplinan protokol kesehatan mendampingi grafik kenaikan kasus aktif ini.
“Grafik kasus ini bukan hanya sekedar angka, namun merefleksikan jumlah nyawa manusia. Naik atau turunnya grafik ada di tangan kita semua. Setiap kenaikan grafik berpotensi menimbulkan kematian,” tandasnya.
(***)