Manado, BeritaManado.com — Tahun ini, DPR-RI mengagendakan revisi Undang-undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai perbaikan UU Nomor 7 tahun 2017.
Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando melihat ada beberapa isu yang kemungkinan dibahas parlemen sebagaimana kepentingan partai politik (parpol) belakangan ini.
Menurut Ferry Liando, bisa saja UU Pilkada diintegrasikan dengan UU Pemilu.
Mengingat pilkada masih diatur terpisah pada UU Nomor 10 tahun 2016 yang direvisi terakhir dengan UU Nomor 6 tahun 2020.
“Jika pemilu dan pilkada menyatu dalam satu UU, maka berpotensi digelar serentak,” kata Ferry kepada BeritaManado.com, Kamis (7/1/2021).
Isu lainnya, lanjut Liando, adalah keserentakan memilih DPR dan Presiden secara bersamaan.
Apakah tetap seperti Pemilu 2019 atau dilakukan pemilihan terpisah.
“Kalau dipilih bersamaan lantas syarat ambang batas pencalonan presiden diperoleh dari pemilu yang mana?,” ujar dia.
Poin penting kata Ferry, soal pengalaman Pemilu 2019 dimana banyak petugas KPPS kolaps hingga meninggal karena kelelahan.
Andai dilakukan bersamaan, kemungkinan ada tujuh kotak suara dalam TPS lebih banyak dari 2019 yakni empat.
“Ini akan lebih menguras tenaga petugas pemungutan suara,” terangnya.
Selanjutnya, terkait sisitim pemilu apakah terbuka atau tertutup.
Dalam UU sekarang, kata Ferry, menggunakan sistim proporsional terbuka.
Aturan terbaru nanti, juga harus membahas perihal syarat treshold untuk DPR-RI, apakah tetap 4 persen, dinaikkan atau diturunkan.
Berikut, besaran kursi per dapil dan konversi suara parpol menjadi kursi.
Ferry menerangkan, Pemilu 2019 menunggunakan sainge lague.
Ada alternatif pilihan yaitu kuota hare.
Model ini pernah dipakai pada Pemilu 2014 dan sebelumnya.
“Apapun pilihan sistimnya, harus dipastikan demi kepentingan rakyat, bukan parpol apalagi dengan maksud mempertahankan kekuasaan,” tandasnya.
(Alfrits Semen)