Manado, BeritaManado.com – Rencana pengadaan fingerprint atau mesin absensi otomatis di SDN Winangun Manado berbuntut panjang.
Seorang wali murid Henny Soetrisno, memperkarakan oknum ketua komite SD Winangun karena dianggap telah menyerang kehormatan dan sengaja telah menimbulkan persangkaan palsu terhadap Henny Soetrisno.
Kasus ini bermula saat Henny Soetrisno memposting sebuah status di media sosial yang isinya mempertanyakan kebijakan kepala sekolah SDN Winangun yang diduga memaksa staf di sekolah untuk mengumpulkan uang untuk membeli Fingerprint.
“Saya bertanya bolehkah seorang kepala, pimpinan itu minta tanggung renteng atau memaksakan stafnya kumpul duit patungan untuk membeli mesin fingerprint karena sekarang sudah elektronik absensi,” jelas Henny tentang status FB-nya.
Henny, kepada BeritaManado.com, Jumat (18/10/2019) menjelaskan, status tersebut dia buat setelah mendengar keluhan seorang guru honorer SDN Winangun terkait pemotongan gaji untuk membeli fingerprint.
“Saat itu, ada seorang guru honorer masuk dikantin dengan muka kusut, lalu ditanya oleh ibu-ibu yang ada dikantin kenapa mukanya begitu, dijawab oleh guru honorer tersebut saya harus bayar pakai apa tuntutan kepsek tentang pembelian mesin fingerprint, sedangkan gaji honor saya cuma Rp900 ribu per tiga bulan,” ujar Henny yang menilai kebijakan kepala sekolah tidak sesuai aturan karena pembelian fingerprint dapat dianggarkan lewat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Alhasil, status tersebut diprotes Kepsek SDN Winangun Telly Rorintulus.
Rorintulus kemudian memanggil Henny untuk menjelaskan terkait status itu.
Disisi lain ketika Henny menghadap ke ruang kepala sekolah, di ruangan sudah hadir Ketua Komite SD Negeri Winangun.
Menurut Henny, diruangan tersebut dirinya diintimidasi oknum ketua komite.
“Saat itu ketua komite yang berseragam lengkap dinas perhubungan mengintimidasi saya, atas status di FB saya. Saya dituduh telah melakukan teror dan kekacauan di SD tersebut. Menurut saya, pertemuan itu sudah diatur untuk menekan dan menyudutkan dia, padahal undangannya hanya akan menghadap kepada kepsek. Karena itu saya mensomasi kepada Ketua Komite SD Negeri Winangun,” tandas Henny Soetrisno.
Diketahui dalam somasi yang telah dibuat oleh kuasa hukum Maulud Buchari SH dan rekan, Ketua Komite SD Winangun dituduh telah menyerang kehormatan dan sengaja telah menimbulkan persangkaan palsu terhadap Henny Soetrisno.
Atas perbuatan tersebut, telah memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam pasal 310 dan 318 KUPidana serta pasal 335 KUHPidana.
Sementara itu Kepsek SD Negeri Winangun, Telly Rorintulus, mengatakan tidak benar jika pertemuan itu sudah diatur untuk menekan Henny Soetrisno.
“Kebetulan hari itu ketua komite ada di sekolah, seperti biasa mengontrol kegiatan di sekolah,” tutur Telly Rorintulus saat dikonfirmasi BeritaManado.com di ruang kepala sekolah.
Telly Rorintulus juga menjelaskan tidak benar dirinya memaksa biaya pembelian mesin tersebut dibebankan kepada para guru.
“Memang benar saat itu mesin tersebut dibeli tidak menggunakan dana BOS, tapi ada inisiatif dari beberapa guru untuk patungan,” terang Telly Rorintulus.
Telly Rorintulus menjelaskan, karena kebutuhan akan mesin tersebut sudah mendesak, maka untuk kebersamaan telah mengambil kebijakan biaya pembelian untuk sementara ditanggung bersama.
Jika dana BOS cair, Rorintulus mengatakan akan mengembalikan semua uang para guru yang telah patungan membeli mesin absensi tersebut.
“Saya berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan tidak melanggar aturan,” pungkas Telly Rorintulus.
(BennyManoppo)