Penulis:
Ir. Pri Utami, M.Sc., Ph.D., IPM
Ketua Pusat Penelitian Panas Bumi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Vice President of International Geothermal Association, Bonn
SAYA seorang geologist yang tertarik meneliti Bumi Sulawesi Utara sejak tahun 2004.
Ketika itu saya mulai meneliti panas bumi di area Tomohon dan Minahasa untuk thesis doktoral saya di University of Auckland, New Zealand.
Setelah lulus, saya masih sering kembali ke Sulut untuk melanjutkan penelitian. Saya lalu mendengar bahwa Sulut telah memiliki Gubernur yang sangat visioner, dan berlatar belakang akademisi.
Maka, saya berniat untuk menyerahkan thesis doktoral saya kepada beliau dan mendiskusikan tentang pengembangan panas bumi di Sulawesi Utara.
Pada tahun 2015 – 2018 UGM bekerja sama dengan New Zealand melaksanakan misi penelitian, pembangungan kapasitas SDM dan pengabdian masyarakat di bidang panas bumi di Sulawesi Utara, di mana saya adalah koordinatornya.
Pada awal kegiatan itulah Gubernur Sarundajang memanggil saya dan meminta agar kami dapat membantu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya energi panas bumi dan potensi turunannya untuk kelestarian lingkungan, serta kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat Sulut.
Beliau juga meminta agar pengetahuan tentang panas bumi dibagikan kepada seluruh kalangan agar mereka tahu potensi daerahnya, dan tahu pula caranya untuk berpartisipasi dalam mengembangkannya.
Festival Panas Bumi Internasional di tepi Danau Linow
Pada bulan Juli – Agustus 2015 saya membimbing mahasiswa KKN UGM menyelenggarakan pengabdian masyarakat di sekitar proyek panas bumi Lahendong. Puncaknya, kami menggelar Festival Panas Bumi Internasional yang pertama, di tepi Danau Linow.
Usai memberikan sambutan dan mengikuti festival, Bapak Gubernur mengundang saya bersama rombongan Wakil Rektor UGM dan Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia ke kediaman beliau di Kinali.
Di sanalah saya menyerahkan Ph.D thesis yang saya susun di University of Auckland, yang bertema geologi bawah permukaan dan sistem panas bumi Sulawesi Utara.
Saya melongo ketika beliau langsung “nyambung” dengan berkomentar bahwa bila pembangunan ingin berhasil, maka ilmu pengetahuan harus dijadikan landasan pengambilan kebijakan, masyarakat harus dicerdaskan, dan birokrasi musti disederhanakan.
Dinamainya saya Pinkan
Sebagai figur pemimpin, orang tua, dan guru beliau mendidik diri saya untuk mencintai daerah ini dengan melekatkan budaya Minahasa. Dinamainya saya Pinkan, dan diajaknya saya mengikuti berbagai perhelatan seni budaya.
Karnaval tapikong Cap Go Meh, perayaan pengucapan syukur, Natalan deng Taong Baru, pertunjukan musik bambu klarinet, nyanyi-nyanyian Ma’zani, tari-tari Kabasaran, Maengket, Katrili, dan Polonais, yang umumya disertai dengan sajian aneka selewir.
Buku-buku sejarah dan budaya Minahasapun digelontorkan kepada saya untuk dibaca. Di tahun terakhir kepemimpinan beliau, saya diwajibkannya untuk mengikuti Upacara Peringatan detik-detik proklamasi dan Penurunan Bendera di Kantor Provinsi Sulawesi Utara.
Kata beliau, tempat saya bukan di New Zealand atau negeri manapun, tetapi di Indonesia, khususnya tanah Minahasa.
Setelah menyelesaikan tugas sebagai Gubernur Sulut dua periode, beliau kemudian menjadi anggota Dewan Pers.
Beliau mengajak saya berdiskusi mengenai pers dan media di era open society, cyber space, and paperless world. Bagaimana meningkatkan peran pers dalam mencerdaskan dan memberdayakan bangsa?
Hal itu menginspirasi saya untuk berbagi pengetahuan dengan para jurnalis dan awak media khususnya dalam bidang panas bumi di Sulawesi Utara. Tujuannya adalah agar mereka mendapat bekal ilmu pengetahuan, sehingga berita yang dihasilkan mencerahkan, bukan menyesatkan.
Beliau sendiri yang menghubungkan saya dengan para personil yang potensial.
Energi Terbarukan dalam Konteks Geostrategi
Pada tahun 2018 Pak SHS mendapat tugas baru sebagai Duta Besar LBBP untuk Filipina, Palau dan Kep. Marshall. Dukungan beliau dalam pengembangan panas bumi tetap tinggi. Apalagi Filipina juga merupakan negara panas bumi seperti Indonesia.
Oleh karenanya Bapak mendorong agar kerjasama antara Filipina dan Indonesia dalam riset dan pendidikan panas bumi yang telah sebelumnya dibangun oleh UGM ditingkatkan lagi.
Pak Sarundajang yang memiliki kepakaran dalam bidang Geostrategi sangat gembira ketika saya mengundang beliau untuk bergabung sebagai pengembang materi dan pengampu mata kuliah baru yang bersifat lintas disiplin tentang panas bumi.
Porsi kuliah beliau berjudul “Energi Terbarukan dalam Konteks Geostrategi”.
Mengingat keterbatasan waktu beliau saya harus membantu mewujudkannya dalam bentuk materi kuliah lengkap. Saya senang menulis dengan beliau, sebab beliau gampang nyambung dan piawai menangkap isu-isu terkini.
Hal ini tentu karena beliau memiliki dasar pengetahuan yang kuat, suka belajar, dan rajin memantau situasi global.
Menjelang akhir hayatnya, dalam keadaan sakit, beliau masih menyatakan keinginannya menyampaikan materi kuliah tersebut ke kelas online. Atas perannya, UGM memberikan sertifikat penghargaan disertai dokumentasi materi kuliah yang telah kami serahkan kepada keluarga pada acara Ibadah Penghiburan.
Menyandang gelar kebangsawanan
Tak banyak orang tahu bahwa Pak Sinyo juga menyandang gelar kebangsawanan.
Gelar Kanjeng Pangeran Aryo disematkan oleh Kraton Surakarta Hadiningrat karena peran besar beliau dalam resolusi konflik di berbagai daerah.
Kini bapak saya itu sudah pergi menghadap Panglima Tertinggi, Allah yang Maha Kasih.
Walau ia hanya bisa menyanyikan tembang Jawa sebaris saja: “Jenang gulo, siro ojo lali marang aku iki”, tetapi saya memiliki beribu-ribu baris alasan untuk selalu mengenang kebaikannya.
Manado, 18 Februari 2021
Baca juga:
- Dosen UGM Ini Sebut Sarundajang Berjasa Kembangkan Konsep Ilmu Geostrategi
- Usul, Tol Manado – Bitung Diabadikan Menjadi Jalan Dr Sinyo Harry Sarundajang
- Catatan Soni Sumarsono, Sinyo Harry Sarundajang Tokoh Legendaris
- Gubernur Olly Dondokambey Pimpin Upacara Militer Pemakaman Sinyo Harry Sarundajang