Manado, BeritaManado.com — Festival Pesona Selat Lembeh (FPSL) kembali akan digelar secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) pada 10-17 Oktober 2020.
Rangkaian gelaran FPSL yang merupakan bagian dari Calendar of Event (CoE) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) ini juga dilaksanakan dalam rangka merayakan HUT ke-30 Kota Bitung.
Bersatu Dalam Keberagaman merupakan tema yang dipilih sekaligus menandakan refleksi dari kondisi pluralitas Kota Bitung yang dibangun dan dihuni oleh berbagai etnis.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bitung Audy Pangemanan mengatakan, keberagaman merupakan salah satu modal yang dimiliki oleh Kota Bitung dalam upaya membangun Kota yang berbudaya dan berdaya saing.
“Bitung adalah kota yang paling lengkap destinasi wisatanya. Bitung ke depan, selain kota pelabuhan, kota jasa, kota perikanan, juga akan menjadi kota pariwisata dunia,” ujar Audy.
Sejumlah agenda telah ditetapkan, yaitu diantaranya live streaming Sidang Paripurna, dilanjutkan dengan perhelatan virtual sailing pass, lanjut dengan Pengucapan Syukur Kota Bitung tanpa open house atau hanya dirayakan di rumah oleh keluarga.
Selain itu, ada beragam pelatihan bagi para pelaku industri pariwisata yakni, pelatihan tata kelola destinasi wisata, pelatihan tata kelola homestay, pelatihan pengembangan destinasi wisata kuliner dan kegiatan BISA (Bersih, Indah, Sehat, Aman) Pariwisata.
“Seluruh kegiatan pelatihan dilaksanakan atas hasil kerjasama dengan Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara dan Kemenparekraf RI,” kata Pingkan S Kapoh selaku Kadis Pariwisata Kota Bitung.
Menariknya, salah satu agenda yang ditetapkan yaitu pertunjukan drama Musikal sebagai puncak perayaan HUT Kota Bitung dan perhelatan FPSL.
Drama Musikal Negeri Bitung merupakan sebuah pertunjukan teater musikal yang diproduksi oleh komunitas kreatif NCCL.
Pertunjukan ini memotret sebuah diorama rentang perjalanan sejarah masyarakat Minahasa hingga cikal bakal terbentuknya Negeri Bitung atau Kota Bitung yang dikenal dengan sebutan Kota Cakalang.
Pertunjukan Musikal Negeri Bitung diproduksi secara kolektif dengan melibatkan lebih dari 56 pelaku seni se-Sulawesi Utara yang diarahkan oleh tokoh budayawan Minahasa seperti Prof Boetje Moningka, Erik Dajoh, Dr Denny Pinontoan, Fredy Wowor, Khouni Lomban Rawung, Rinto Taroreh, Andre Lengkong dan Bode Talumewo.
Drama musikal ini diproduksi oleh creative producer dan penulis naskah Satria Yanuar Akbar dan disutradarai oleh sutradara muda Kota Bitung, Eirine Debora yang berkolaborasi dengan penata musik Jacquard Lawalata, orkestrasi Riedels Sagai, penata vokal Meidi Sasambe, penata gambar Micky Sambuaga, penyusun sumber Charles Somba.
Dalam konferensi pers yang digelar di Warkop Kemang, Rabu (30/9/2020) terungkap, pagelaran ini merupakan sebuah upaya dari generasi muda untuk membangkitkan minat pelestarian budaya melalui pendekatan kekinian.
Kepada BeritaManado.com, penata musik Jacquard Lawalata mengatakan, Bitung adalah tempat bertemunya beberapa etnis suku yang membangun kota Bitung itu sendiri sehingga kebudayaan termasuk musik juga dipengaruhi terhadap hal itu.
“Untuk musik, ada berbagai genre tapi ada yang diawali dengan musik bia’, tambor besar Tagonggong, kolintang tua, dan ini berisikan syair tua. Notasi ada pengulangan yang menang khas Minahasa,” jelas Jacquard.
Kemiripan budaya dari Minahasa dan suku suku yang ada di kota Bitung ini kemudian diaransemen dalam musik yang sesuai dengan drama, menarik tanpa meninggalkan nilai budayanya.
Terkait pengambilan tema Minahasa dalam Musikal Negeri Bitung ini juga berdasarkan sejarah dan budaya sehingga diharapkan, gelaran ini akan terus berlanjut sehingga generasi muda dapat terus teredukasi tentang budaya daerahnya sendiri.
“Seperti Avenger yang punya beberapa sekuel sampai ke Endgame, kami pun harap demikian untuk Musikal Negeri Bitung. Tahun ini masih tema Minahasa, kedepan yang lainnya sesuai budaya dan sejarah Negeri Bitung,” pungkas Satria.
Dramaturg Erik Dajoh pun berharap besar pada Musikal Negeri Bitung ini, di mana Erik berharap, apa yang ditampilkan dapat menghadirkan edukasi kepada generasi muda agar tidak kehilangan jati dirinya.
“Generasi muda harus tahu budayanya, sejarahnya jangan sampai tertutupi dengan budaya pop yang makin besar kehadirannya. Jangan sampai kita yang tidak tahu budaya sendiri, lalu harus belajar dari luar. Makanya mari kita saksikan dan kita belajar bersama,” tegas Erik Dajoh.
Pertunjukan musikal ini dapat dinikmati secara virtual melalui akun sosial media FB dan Youtube Kota Bitung.
(srisurya)