Pariwisata lagi booming. Sekarang hampir semua orang bicara pariwisata. Dari pebisnis wisata, pengatur wisata, pelaku wisata, sampai penikmat wisata.
Pariwisata juga bukan lagi barang mewah yang sulit dijangkau. Tapi telah jadi kebutuhan. Jadi gaya hidup, apalagi dalam konteks masyarakat urban.
Bagi banyak negara, pariwisata telah lama menjadi faktor primadona penyumbang devisa. Sebut saja negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapore yang sejak dulu telah menggarap pariwisata sebagai sektor unggulan.
Bagi Indonesia sendiri, sektor pariwisata telah digarap dan dikembangkan dengan sangat serius oleh Pemerintah. Tidak heran terjadi peningkatan signifikan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Tahun 2008 total hanya 6.234.497 kunjungan. Bandingkan tahun 2018 terjadi lonjakan menjadi 15.810.000 kunjungan wisatasan dari berbagai negara.
Untuk suksesnya pariwisata, ada 3 A yang harus diperhatikan: Atraksi, Amenitas dan Akses (aksesibilitas).
1. Atraksi (Attraction)
Atraksi adalah alasan mengapa satu daerah layak dikunjungi wisatawan.
Atraksi menjawab pertanyaan “apa” dalam pariwisata. “Untuk apa kesana? Apa yang akan dilihat? Apa yang akan dinikmati? Pengalaman apa yang akan dirasakan?”
Atraksi dalam pariwisata terdiri dari 3 hal: Nature Attraction /wisata alam, Culture attraction /wisata budaya) dan Man Made Attraction /wisata buatan.
Atraksi alam, wisata alam contohnya danau Toba di Sumatera Utara, gunung Bromo di Jawa Timur, Raja Ampat di Papua atau Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara.
Atraksi atau wisata budaya contohnya upacara Rambu Solo’ (pemakaman orang mati) di Toraja, tari kecak di Bali atau atraksi budaya Cap Go Meh di Singkawang Kalimantan Barat.
Sedangkan Man Made Attraction, atraksi atau wisata buatan contohnya Taman Safari di Puncak-Bogor, Taman Impian Jaya Ancol dan Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta.
Belakangan, festival-festival pariwisata ikut dikategorikan sebagai Man Made Attraction . Daerah-daerah seperti Jember ataupun Banyuwangi berhasil mengangkat pariwisatanya lewat Jember Carnaval dan Festival Banyuwanyi.
Sulawasi Utara pun banyak menarik wisatawan dengan Tomohon International Flower Festival (TIFF), Festival Lembeh Strait dan Manado Fiesta Festival.
Jika ingin sukses, satu daerah perlu memadukan dan mengembangkan ketiga jenis atraksi wisata itu. Bali contoh terbaik. Bali berhasil memadukan keindahan alam dengan keunikan budayanya dan dilengkapi dengan wisata buatan seperti bungee jumping, paragliding, waterbom, 5GX Reverse Bungy (ketapel raksasa), dll.
Tidak heran jika orang tak pernah bosan ke Bali sekalipun telah puluhan kali berkunjung kesana.
2. Amenitas (Ammenity)
Amenitas berhubungan dengan fasilitas pendukung pariwisata. Hotel, resort, vila sampai home stay adalah bagian dari amenitas.
Tersedianya hotel-hotel berkualitas sampai ke home stay kelas back-packer akan menjamin suatu daerah layak dikunjungi mulai dari wisatawan kelas bawah sampai wisatawan super kaya.
Rumah sakit bertaraf internasional menjadi bagian penting dari amenitas. Contoh kasus, banyak turis Jepang batal berkunjung ke Wakatobi di Sulawesi Tenggara karena ketiadaan fasilitas rumah sakit yang mumpuni.
Pusat perbelanjaan juga masuk dalam kategori amenitas. Wisatawan Asia umumnya sangat tertarik dengan shopping. Apalagi wisatawan China. Dengan jumlah kunjungan wisatawan China yang makin bertambah, lebih dari 1 juta kunjungan ke Indonesia per tahun, penyediaan pusat perbelanjaan di destinasi pariwisata makin diperlukan.
Adanya fasilitas rumah ibadah atau tempat sembahyang menjadi salah satu faktor penentu juga dalam amenitas. Ketersediaan musholah misalnya harus dipastikan ada di objek wisata untuk wisatawan Muslim yang wajib berdoa 5 waktu.
Tak kalah penting dari amenitas adalah kuliner. Ketersediaan rumah makan yang layak, bersih dan enak merupakan keharusan. Makanan yang dapat dinikmati lidah orang barat maupun makanan halal untuk Muslim harus dipastikan tersedia. Bahkan harus dibedakan mana yang halal dan yang tidak.
3. Akses, Aksesibilitas (Accessibility)
Menurut Darcy and Dickson (2009), aksesibilitas dalam pariwisata adalah upaya yang dilakukan terus menerus untuk memastikan baik destinasi, produk ataupun layanan pariwisata dapak diakses oleh semua orang berapapun umurnya atau apapun keterbatasan fisiknya.
Singkatnya, aksesibilitas dalam pariwisata bicara tentang Akses, keterjangkauan. Untuk ke satu destinasi wisata, aksesnya bagaimana, dapat dikunjungi tidak?
Akses berhubungan dengan sarana dan prasarana transportasi. Mulai dari bandara (internasional atau hanya domestik), ketersediaan penerbangan, pelabuhan, ketersediaan kapal, prasarana jalan (jalan tol, jalan lebar untuk bis atau hanya jalan setapak), dll.
Contoh pentingnya akses; pariwisata Toraja yang sempat booming di era 1980-an mulai meredup di akhir 1990-an karena akses terganggu. Jalur darat 8 jam dari Makassar ke Makale terasa makin berat dengan jalan rusak. Untunglah sekarang pariwisata Toraja menggeliat lagi dengan adanya destinasi wisata baru seperti Patung Yesus.
Contoh sebaliknya terjadi di Sulawesi Utara. Sejak Olly Dondokambey menjadi Gubernur Sulut (2016) dan Ronny F. Sompie menjadi Dirjen Imigrasi, bandara Sam Ratulangie di Manado langsung ditetapkan sebagai airport international. Penerbangan langsung dari luar negeri pun terbuka.
Sepanjang bulan Januari hingga Oktober 2017, sebagai contoh, 422 penerbangan internasional telah mendarat di bandara Sam Ratulangie. Umumnya penerbangan itu dari 9 kota berbeda di China.
Tak heran jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Sulut melonjak hampir 6 kali lipat dalam waktu 3 tahun. Tahun 2015 hanya 20.000 orang Bandingkan dengan tahun 2018 melonjak jadi 120.000 kunjungan wisman ke Sulut.
Jadi, jika ingin pariwisata sukses, 3 hal ini harus diperhatikan: Atraksi, Amenitas dan Akses.
Oleh: Yerry Tawalujan
(Penulis adalah Ketua Umum DPN Gerakan Nasional Sadar Wisata – GERNASTA & Ketua Umum DPP Duta Wisata Sulawesi Utara – DWS)