Bitung, BeritaManado.com – Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI bakal menerapkan konsep baru di awal tahun 2022.
Konsep itu menurut Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono adalah penangkapan terukur yang akan mulai diterapkan bulan Januari 2022.
Menurutnya, kebijakan itu untuk penyeimbang antara prinsip ekonomi dan ekologi dalam pemanfaatan sumber daya ikan berkelanjutan.
Hal itu disampaikan Wahyu saat melakukan kunjungan kerja di Kota Bitung, Selasa (05/10/2021).
Ia menjelaskan latar belakang konsep kebijakan itu memiliki banyak tujuan, mulai dari pemerataan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan nelayan dan para anak buah kapal (ABK).
“Modernisasi subsektor perikanan tangkap itu akan menciptakan pelabuhan bersih dan ramah wisatawan, sehingga meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar dunia,” kata Wahyu.
Indonesia kata Wahyu, dalam melawan ilegal fishing tidak sekedar menangkap pelaku ilegal fishing, tapi juga mengelola sumber daya perikanan secara berkelanjutan sesuai dengan prinsip ekonomi biru.
Juga menurutnya, akan ada tiga zonasi penangkapan sesuai skema penangkapan terukur. Meliputi zonasi penangkapan untuk industri, zonasi penangkapan untuk nelayan lokal dan zonasi untuk spawning ground sebagai upaya menjaga keberlanjutan populasi perikanan di Indonesia.
“Pada zonasi penangkapan, diatur pula kuota ikan yang boleh ditangkap, yang terdiri dari penangkapan ikan untuk industri, nelayan tradisional dan kuota untuk hobi atau wisata,” katanya.
Dalam menentukan komposisi kuota, lanjut Wahyu, KKP berpegang pada hasil kajian Komnas Kajiskan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan saintifik.
Dengan adanya pembagian zonasi dan kuota, dirinya memastikan kebijakan penangkapan menguntungkan semua pihak, baik pelaku usaha skala besar, nelayan lokal hingga pemerintah daerah.
“Sebab kebijakan ini mengatur pendaratan ikan tidak lagi berpusat di Pulau Jawa melainkan di pelabuhan-pelabuhan yang tidak jauh dari area penangkapan. Dengan demikian, perekonomian di daerah penangkapan dan sekitarnya yang selama ini berjalan lambat, bisa lebih menggeliat,” katanya.
Konsep itu sendiri kata dia, akan diimplementasikan pertama kali di di wilayah Timur Indonesia meliputi WPPNRI 718, 717 dan 715.
Dengan konsep itu, putaran (ekonomi yang dihasilkan) itu sekitar Rp124 trilun per tahun, akan ada penambahan tenaga kerja di WPPNRI, serta kebutuhan tenaga kerjanya, awak kapalnya bisa lebih dari 200 ribu orang.
“Implementasi penangkapan ikan terukur akan disertai dengan pengawasan yang lebih ketat. Selain patroli oleh kapal-kapal dan pesawat PSDKP, KKP akan mengandalkan teknologi satelit,” katanya.
Setiap kapal penangkap ikan yang beroperasi di WPPNRI dan ZEE wilayah Indonesia harus dilengkapi dengan Automatic Identification System (AIS) dan Vessel Monitoring System (VMS).
Kemudian sarana dan prasarana di pelabuhan perikanan juga akan ditingkatkan kualitasnya oleh KKP.
“Sebab melalui penangkapan ikan terukur ini, kita ingin pengiriman produk perikanan ke luar negeri tidak lagi harus melalui Jakarta atau kota-kota besar di Jawa dan Bali tapi bisa langsung dari pelabuhan di wilayah Timur Indonesia,” katanya.
Melalui kebijakan penangkapan ikan terukur itu, Wahyu berharap kualitas produk perikanan yang dihasilkan Indonesia memiliki daya saing tinggi di pasar internasional.
“Sebab cara penangkapan dan pengolahannya sesuai dengan standar sehingga kondisinya terjaga sampai ke tangan konsumen. Ini yang kita lakukan sebenarnya untuk kepentingan masyarakat dan pelaku usaha perikanan itu sendiri. Supaya teratur dengan baik. Kemudian bagaimana kita bisa dipandang oleh internasional mengenai produk kita,” katanya.
Hadir juga dalam kunjungan kerja Menteri Wahyu, Wakil Gubernur Sulut, Steven Kandouw, Wali Kota Bitung, Maurits Mantiri serta Forkopimda sejumlah pejabat Pemprov dan Pemkot Bitung.
(abinenobm)