Minut, BeritaManado.com — Partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 di Minahasa Utara (Minut) merosot.
Itu karena 40 ribuan warga Minut tidak menggunakan hak pilihnya 27 November 2024.
Pada Pleno Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Pilkada Serentak oleh KPU Minut, total keseluruhan suara sah dan tidak sah untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Minut 125.352.
Selanjutnya total suara sah dan tidak sah Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut 125.384.
Padahal dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ada 167.336 total warga Minut yang berhak memberikan hak suara.
Pemerhati Kepemiluan di Sulut, Rahman Ismail, menyayangkan hal ini.
Menurut Rahman, 40 ribu warga yang tidak memilih merupakan jumlah yang banyak.
Ia menyebut kondisi ini menjadi kegagalan KPU Minut.
Sebab, kata Rahman, indikator suksesnya pilkada dilihat dari tingginya tingkat partisipasi.
Rahman berpendapat, tahapan Pilkada Serentak 2024 terbilang panjang, sehingga ada rentang waktu yang cukup bagi KPU Minut bekerja, khususnya dalam tahapan sosialisasi.
Tak hanya itu, menurut Rahman, dengan anggaran fantastis Rp43 Miliar yang diberikan Pemkab Minut, ada harapan agar pilkada dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Dikatakan, dana yang harusnya digunakan untuk peningkatan infrastruktur publik, dialihkan demi pilkada.
Tujuannya, agar mayoritas warga merasakan momentum penting ini.
“Sayangnya tidak sesuai harapan. Bisa saya katakan KPU tidak becus melaksanakan tanggung jawabnya. Hanya lebih banyak tidur di hotel mewah,” tegas Rahman, yang merupakan mantan Komisioner Bawaslu Minut, Kamis (5/12/2024).
Mirisnya, lanjut dia, deretan kegiatan di hotel mewah, tidak menghasilkan output menggembirakan.
Rahman membandingkan tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2020, dengan persentase partisipasi mencapai 81 persen.
Padahal, kala itu masih dalam kondisi Covid-19, dan masyarakat masih khawatir dengan ancaman virus corona.
“Belum lagi ruang gerak yang terbatas. Ada kewajiban swab dan lainnya. Tapi toh jumlah pemilih memuaskan,” bebernya.
Rahman menegaskan, di Pilkada 2024 harusnya partisipasi lebih besar ketimbang 2020.
Itu karena warga sudah bebas, KPU tidak dihadapkan dengan protokol kesehatan, bahkan diberikan anggaran besar.
“Ini bukan sentimen kepada KPU. Tapi anggaran yang habis wajib sebanding dengan hasil. Harusnya sosialisasi menyasar hingga akar rumput. Petani, nelayan dan warga pesisir mendapat informasi kepemiluan,” terangnya.
Rahman menambahkan, rendahnya partisipasi di Pilkada Minut, menjadi ruang bagi aparat penegak hukum untuk memeriksa penggunaan anggaran puluhan miliar tersebut.
Terpisah, Kepala Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) KPU Minut, Risky Pogaga, mengatakan tolok ukur menilai kegagalan KPU tidak seperti itu.
Menurut Risky, ada banyak parameter yang harus dilihat, apalagi menyangkut partisipasi masyarakat.
“Mesti ada riset atau penelitian. Dan tanggung jawab mengenai partisipasi masyarakat juga jadi atensi semua pihak dalam hal ini penyelenggara maupun pemilih,” jelasnya.
Dijelaskan, soal partisipasi yang menurun, tidak melulu menjadi kesalahan KPU.
Bisa saja, ujar Risky, ada faktor lain dari pemilih itu sendiri.
Misalnya sudah pindah tempat, tidak mendapatkan cuti kerja, atau calon kepala daerah yang akan dipilih tidak sesuai dengan keinginan pemilih.
Ia menegaskan, KPU Minut sudah menjalankan semua tahapan dengan maksimal.
Bahkan, sosialisasi sudah digencarkan hingga ke pedesaan.
Risky juga mengklaim banyak pihak menyebut semua tahapan pilkada di Minut sudah berjalan baik.
“Kalaupun masih ada yang menyatakan belum maksimal, itu tergantung cara pandangnya,” tandasnya.
(Alfrits Semen)