Manado – Penolakan warga suku Bantik Malalayang terhadap kepala kecamatan dan beberapa kepala kelurahan non Bantik di Malalayang dinilai berlebihan. Tindakan tersebut merupakan pengingkaran terhadap pluralisme di Sulawesi Utara.
“Dengan alasan apapun termasuk menghormati kearifan lokal penolakan dengan alasan suku tidak bisa dibenarkan dan bertentangan dengan prinsip pluralisme. Tentu penempatan pejabat kelurahan dan kecamatan oleh walikota berdasarkan kompetensi. Warga bisa melakukan keberatan jika pejabat bersangkutan tidak profesional, bukan karena alasan suku,” jelas pemerhati sosial Michael Palohoon, Rabu (23/10).
Michael mencontohkan, warga Jakarta yang memilih Jokowi dan Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur bukan berasal dari suku Betawi, suku asli Jakarta.
“Bayangkan, Jokowi dari Jawa Tengah dan Ahok berdarah Tionghoa datang dari Bangka Belitung Sumatera kemudian menjadi pemimpin di Jakarta, ibu-kota negara. Jangan kita selalu berkoar-koar soal pluralisme dan anti sektarian, tapi ternyata kita berlaku sebaliknya,” tegas Michael. (tbm)