Manado – Sebagai lembaga penyeimbang, kehadiran DPD RI diharapkan dapat mengawal pelaksanaan otonomi daerah dan mampu menjembatani kepentingan pusat dan daerah, serta memperjuangkan kesejahteraan daerah yang berkeadilan dan berkesetaraan. Gagasan membentuk DPD RI dengan demikian bertujuan untuk meningkatkan derajat keterwakilan (degree of representativeness) daerah, sehingga diharapkan DPD RI mampu mengagregasikan dan mengartikulasikan kepentingan daerah dalam kebijakan dan regulasi pada tataran nasional. Artinya, kehadiran DPD RI sebagai kamar kedua di parlemen sangat penting dan strategis dalam perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia, guna mewujudkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances).
Untuk itu menurut salah satu anggota DPD RI Perwakilan dari Sulawesi Utara Fabian R. Sarundajang mengatakan Pola-pola hubungan antarlembaga negara relatif cukup stabil sehingga evaluasi dilakukan dalam situasi yang kondusif. Melalui reformasi baik di ranah legislatif, eksekutif, maupun legislatif, implementasi tata hubungan antar lembaga mulai terlihat. Dalam lembaga legislatif misalnya, beberapa kalangan menilai bahwa DPD RI, yang semula diniatkan untuk memberikan keseimbangan bagi DPR untuk menciptakan mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances) antarkamar dalam parlemen, belum mampu memenuhi harapan karena interaksi antarkamar memang tidak didesain untuk memberi penguatan kepada DPD RI.
“Sering dikatakan bahwa DPD RI hanya sebagai “aksesoris demokrasi”, yang sekedar untuk memenuhi tuntutan reformasi. Memang, tensi hubungan konstitusional antara DPR dengan DPD perlu dibenahi dalam skala kepentingan yang lebih luas, yakni untuk menciptakan mekanisme check and balances dalam sistem bikameral yang lebih efektif. Oleh karena itu, ruang-ruang kosong pengaturan dalam konstitusi dan perlunya pengaturan kembali sistem ketatanegaraan telah menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya menjadi perhatian bagi MPR RI melalui Badan Pengkajian MPR” ujarnya.
Lebih lanjut Fabian menambahkan saat ini DPD RI sedang melakukan penyerapan aspirasi dengan bekerjasama dengan 75 universitas di indonesia dan pakar prominen ahli serta stakeholder di daerah, melalui sosialisasi ini dapat ditangkap bahwa masyarakat menghendaki adanya perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945. Namun, harus disadari pula bahwa memperkuat DPD RI dalam situasi seperti sekarang ini bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan berbagai macam langkah dan insentif agar DPR, sebagai wakil partai politik dan populasinya untuk bersama-sama mengupayakan terjadinya amandemen, khususnya pada pasal-pasal yang berkaitan dengan wewenang dan fungsi DPD. (Risat)
Manado – Sebagai lembaga penyeimbang, kehadiran DPD RI diharapkan dapat mengawal pelaksanaan otonomi daerah dan mampu menjembatani kepentingan pusat dan daerah, serta memperjuangkan kesejahteraan daerah yang berkeadilan dan berkesetaraan. Gagasan membentuk DPD RI dengan demikian bertujuan untuk meningkatkan derajat keterwakilan (degree of representativeness) daerah, sehingga diharapkan DPD RI mampu mengagregasikan dan mengartikulasikan kepentingan daerah dalam kebijakan dan regulasi pada tataran nasional. Artinya, kehadiran DPD RI sebagai kamar kedua di parlemen sangat penting dan strategis dalam perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia, guna mewujudkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances).
Untuk itu menurut salah satu anggota DPD RI Perwakilan dari Sulawesi Utara Fabian R. Sarundajang mengatakan Pola-pola hubungan antarlembaga negara relatif cukup stabil sehingga evaluasi dilakukan dalam situasi yang kondusif. Melalui reformasi baik di ranah legislatif, eksekutif, maupun legislatif, implementasi tata hubungan antar lembaga mulai terlihat. Dalam lembaga legislatif misalnya, beberapa kalangan menilai bahwa DPD RI, yang semula diniatkan untuk memberikan keseimbangan bagi DPR untuk menciptakan mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances) antarkamar dalam parlemen, belum mampu memenuhi harapan karena interaksi antarkamar memang tidak didesain untuk memberi penguatan kepada DPD RI.
“Sering dikatakan bahwa DPD RI hanya sebagai “aksesoris demokrasi”, yang sekedar untuk memenuhi tuntutan reformasi. Memang, tensi hubungan konstitusional antara DPR dengan DPD perlu dibenahi dalam skala kepentingan yang lebih luas, yakni untuk menciptakan mekanisme check and balances dalam sistem bikameral yang lebih efektif. Oleh karena itu, ruang-ruang kosong pengaturan dalam konstitusi dan perlunya pengaturan kembali sistem ketatanegaraan telah menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya menjadi perhatian bagi MPR RI melalui Badan Pengkajian MPR” ujarnya.
Lebih lanjut Fabian menambahkan saat ini DPD RI sedang melakukan penyerapan aspirasi dengan bekerjasama dengan 75 universitas di indonesia dan pakar prominen ahli serta stakeholder di daerah, melalui sosialisasi ini dapat ditangkap bahwa masyarakat menghendaki adanya perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945. Namun, harus disadari pula bahwa memperkuat DPD RI dalam situasi seperti sekarang ini bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan berbagai macam langkah dan insentif agar DPR, sebagai wakil partai politik dan populasinya untuk bersama-sama mengupayakan terjadinya amandemen, khususnya pada pasal-pasal yang berkaitan dengan wewenang dan fungsi DPD. (Risat)