Sesuai data sejak dibukanya penerbangan Langsung China dan Manado pada medio 2016 sampai dengan awal 2020 turis China ke Manado selama 3 tahun lebih mencapai di atas 300ribuan, peningkatan yang sangat signifikan, tak heran di sudut-sudut kota sering di jumpai beberapa turis China berjalan bergerombol, atau tampak banyaknya bus-bus pariwisata yg memuat turis China di jalan yang lalu lalang, beberapa tempat wisata yang lagi hype pun terlihat selalu ada turis China. Manado memang ramai dengan turis China.
Begitu penasarannya pemerintah pusat terhadap pemerintah Daerah Sulut sehingga Presiden Jokowi pun pada beberapa bulan lalu turun Langsung dan melakukan survey ke Likupang hingga akhirnya ditetapkannya KEK Pariwisata Likupang dan menjadikan sebagai 5 destinasi super prioritas.
Ada semacam gairah baru dalam dunia Pariwisata dan harapan besar untuk hadirnya industri Pariwisata berkelas di Sulut tampaknya bukan isapan jempol belaka dan ini mulai terwujud ketika para investor pun memberanikan diri masuk Sulut.
Terlihat marak pembangunan infstruktur penunjang pariwisata seperti bandara, hotel, jalan diperlebar, rumah sakit, dan destinasi pariwisata baru, resto, dll.
Idealnya dan seharusnya, ketika banyaknya aktifitas itu secara umum akan memberikan dampak yang saling bersinggungan terhadap geliat ekonomi, karena hal itu tidak hanya membuka lapangan pekerjaan tapi aktifitas ekonomi di sektor riil akan sangat terasa. Apalagi para UKM, para petani dan nelayan pun tidak sulit menjual produk atau hasil tani atau hasil tangkapannnya, apalagi hotel dan destinasi wisata.
Namun ada hal yg perlu kita cermati, ketika membuka data angka pertumbuhan ekonomi Bila melihat perbandingan year on year (y on y) sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, pertumbuhan ekonomi daerah pada tahun 2015 tumbuh 6,12 persen; tahun 2016 mulai ada turis naik sedikit ke posisi 6,17 persen; lalu tahun 2017 naik tajam sebesar 6,32 persen; Namun di tahun 2018 turun pada posisi 6,01 persen, dan tahun 2019 berada di kisaran 5,9-6,0 persen, jika melihat data ini seharusnya kedatangan turis China memberikan dampak bagi PE Sulut, tapi ketika tahun 2018 dan 2019 turun ini menjadi pertanyaan juga soal peningkatan 600 persen turis China harusnya memberikan dampak signifikan secara terus menerus.
Karena itu, ketika melihat data ini sepertinya kedatangan turis belum menyentuh langsung pelaku usaha lokal di Sulut. Artinya belanja langsung ke para UKM sangat kecil, dan ini yang harus menjadi perhatian.
Namun hal lain, kita bersyukur karna pertumbuhan ekonomi Sulut masih di atas angka PE nasional.
Terkait virus corona yang menguak dan mengakibatkan terhentinya turis masuk ke Manado sudah pasti memberi dampak, apalagi kepada pihak pengusaha yang mengelola itu. Karena saya mendapat informasi bahwa penghentian sementara ini berakibat ada sekitar 900 pekerja yang diistirahatkan sementra dan aktifitas di salah satu destinasi utama tersebut dihentikan.
Bagi industri hotel juga terdampak, jasa-jasa lain seperti penyewaan bus dan resto juga terdampak.
Tetapi bagi kami pelaku usaha bahwa “dunia belum berakhir” hehe, toh ini hanya sementra dan saya optimis beberapa bulan ke depan akan normal kembali.
Di sisi lain seharusnya ini menjadi kesempatan Yang baik untuk menggarap rute penerbangan baru seperti Jepang, Korea, Vietnam, Filipin dan beberapa negara di Asia yang potensial.
Apalagi mulai akhir Maret penerbangan Davao – Manado (PP) akan ditambah dengan masuknya maskapai milik Filipin dengan harga yang lebih kompetitif, harus ada kiat dan strategi bagaimana menarik wisatawan yg ada di CEBU dan DAVAO yang jumlahnya ratusan ribu, bahkan Kemenpar menargetkan di atas 200ribuan dari Filipina.
Sulut sangat diuntungkan karena ‘rasa penasaran’ naiknya turis China di Manado merupakan ‘iklan gratis’ untuk dipromosikan ke negara lain.
Jadi ini harus menjadi target yang serius oleh pemerintah Sulut dibanding promosi Pariwisata ke Eropa. Karena saya mendapat informasi juga bahwa akan ada promosi wisata dari dinas terkait ke Jerman. Semoga itu bukan kedok jalan-jalan ke Eropa ya, padahal yang seharusnya bukankah lebih baik kita promosi ke Filipina, Korea, dan negara terdekat yang sangat potensial kita garap.
Sulut punya destinasi wisata kelas dunia, baik bawah laut maupun bentangan alam, tapi kita kurang kreatif membuat atraksi untuk menarik wisatawan. Seharusnya jangan hanya event Manado Fiesta yang satu tahun sekali, idealnya setiap bulan ada atraksi untuk menarik wisatwan lokal dan mancanegara.
Banyak ide dan strategi asal kita serius, dalam satu bulan hanya ada 12 bulan masa’ mau cari event top 12 tidak bisa? Padahal banyak sekali komunitas, hobby, cabang olahraga yang ada di dunia ini yang bisa dibuatkan event/festival/lomba hiburan, yang tujuannya sebenarnya adalah mendatangkan orang ke Manado. Misalnya bulan Januari buat festival lomba paduan suara kelas dunia, bulan berikut festival lomba masak dunia, berikutnya lagi buat festival lomba paralayang, festival lomba jetsky, lomba lari, lomba sepeda, dan seterusnya dan lain-lain setiap bulan kita buat. Semuanya kita buatkan kelas festival dunia, bayangkan aja komunitas pencinta anjing saja banyak dan itu bisa dibuatkan lomba, intinya datangkan orang sebanyak-banyaknya di manado dan buat ramai terus, pasti ekonomi saya optimis akan tumbuh 2 digit, dan itu tidak perlu biaya besar belasan miliar.
Impian saya Manado itu harus jadi Event Organizer panggung dunia, dan atraksi harus setiap bulan, jika perlu ke depan setiap minggu dan bukan tidak mungkin akan setiap hari, kita kolaborasikan semua potensi dalam strategi platform : “sharing economy”.
Berbisnis jaman sekarang harus terapkan ini, karna ini bukan hanya salah satu cara bertahan di era disruptuion, tapi mutlak diperlukan agar kita tumbuh bersama.
Dan Sulut sangat menjanjikan, tidak berlebihan jika saya sampaikan Sulut adalah sepotong surga yang Tuhan ciptakan di Indonesia, Karena Sulut punya semua sarana pendukung, kita punya wisata bahari yag luar biasa, ada bawah laut yang eksotik dan mendunia, dan kita punya pantai yang indah di dunia, kita juga ada daerah pegunungan dan alam yg sangat memukau dengan fungsi-fungsi terintegrasi untuk dibuatkan event Aerosport. Masyarakatnya juga ramah dan bersahabat, semua ada di sulut, yang kurang adalah ‘belum digarap’
Seharusnya mudah saja, coba amati, contohi Bali dan dengan sedikit modifikasi dengan menyesuaikan kultur kita maka kita bangun industri pariwisata dengan konsep terintegrasi. Juga contohi Singapura jika ingin gabungkan jasa dan Pariwisata, kelebihan Sulut adalah punya sumber daya alam Yang melimpah dan secara geografis sangat strategis sebagai pintu gerbang Asia Pasifik,.
Karena itu seharusnya kita tidak perlu kuatir dengan dampak virus corona yg berakibat terhentinya penerbangan China sambil berharap semua akan kembali normal secepatnya dan ini waktu ini adalah kesempatan yang baik untuk merencanakan dan membuat strategi.
Harus ada blue print Pariwsata Sulut, itu menjadi pijakan kita agar ketika ada kasus seperti Corona.
Kita tidak tergantung saja pada turis China tapi industri pariwisata harus tetap eksis dan berkibar dan memberikan manfaat untuk kesejahteraan kita semua.
Salam sukses,
Ivanry Matu
Presiden Indonesia Marketing Association (IMA) Manado